Print this page

A Muhammad : “Silahkan Gunakan Istana Jongayya Untuk Kegiatan Budaya”

Tim 9 La’lang Sipue bersilaturahmi dengan Mantan Pangdam XIV Hasanuddin, Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki yang mempersilahkan istana Jongayya milik leluhurnya digunakan untuk kegiatan budaya. (Foto : Dok Istimewa). Tim 9 La’lang Sipue bersilaturahmi dengan Mantan Pangdam XIV Hasanuddin, Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki yang mempersilahkan istana Jongayya milik leluhurnya digunakan untuk kegiatan budaya. (Foto : Dok Istimewa).
 

Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha K

Makassar (Phinisinews.com) – Mantan Pangdam XIV Hasanuddin yang juga cucu Raja Bone ke-32 dan cicit Raja Gowa ke-34, Mayjen TNI (Purn) Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, mempersilahkan Istana Jongayya yang merupakan Istana Leluhurnya  digunakan untuk kegiatan budaya.

Di Makassar, pihaknya merekomendasi hanya dua tempat yang layak menjadi titik kegiatan budaya yakni Istana Jongayya dan Benteng Somba Opu dari segi nilai budaya dan nilai kesejarahan.

Hal itu dikemukakan Andi Muhammad saat menerima Tim Sembilan La’lang Sipue Award yang dipimpin Ketua Yayasan La’lang Sipue Foundation, Ir Hamin Daeng Nyanrang, Dipl Eng, didampingi Fred Daeng Narang, M.Si, Usman Basry Kr Naro, Astiani Kr Gaga dan Hendra Mappasomba Kr Garassi di Istana Bongayya, Makassar, Jumat.

Istana Jongayya merupakan rumah bersejarah yang dibangun tahun 1831 oleh leluhur Raja Bone ke-32 Sultan Ibrahim Mappanyukki yang juga Putra Raja Gowa ke-34  I Makkulau Daeng Serang Karaengta Lembang Parang Sultan Husain merupakan tempat berkumpul pejuang revolusi, raja raja pejuang dan ulama besar yang kini sudah tercatat sebagai pahlawan nasional seperti Bung Karno, Bung Hatta Jenderal Nasution, Wolter Robert Monginsidi, para raja pejuang, pejuang revolusi lainnya yang dibuktikan dengan berbagai foto dalam istana tersebut.

Andi Muhammad menyatakan mendukung berbagai kegiatan budaya yang bertujuan melestarikan budaya itu sendiri. Gerakan Restorasi budaya pun didukung. Bukan untuk mengembalikan feodalisme, tetapi untuk melestarikan budaya.

Namun feodalisme itu sendiri tidak salah, sebab harus disegarkan kembali ingatan bahwa perlawanan melawan penjajah hingga merdeka banyak dilakukan oleh raja raja pejuang, namun karena kerajaan kerajaan di nusantara tidak bersatu maka perjuangan dan perlawanan menjadi panjang dan setelah Budi Utomo barulah Persatuan itu menyatu sehingga hasilnya maksimal dan Merdeka.

Untuk itu, jangan hianati kerajaan dan para raja raja pejuang dengan membuat Perda bupati yang terpilih secara politis otomatis sekaligus raja adat, padahal secara nasional perda tersebut ditolak tetapi daerah tetap ngotot memberlakukan. Ini penghianatan sejarah dan budaya.

Menurut dia, tidak banyak provinsi, kabupaten dan kota di tanah air berupaya melestarikan budaya secara maksimal, malah cenderung terabaikan yang dibuktikan dari alokasi anggaran untuk pelestarian budaya.

Tiga daerah tercatat sangat peduli terhadap pelestarian Budaya seperti Jogyakarta, Solo, dan Aceh. Semoga ke depan Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulsel juga tercatat sebagai daerah peduli terhadap upaya pelestarian budaya melalui pembuktian alokasi anggaran dan tidak seperti sekarang ini yang cenderung kurang perhatian.

Hamin Daeng Nyanrang menguraikan, La’lang Sipue Award adalan pemberian penghargaan yang fokus  terhadap pemakaian Tongkosila di gedung pemerintahan, lalu apa fungsi serta adakah ediktif terhadap budaya.

Penilaian dilakukan oleh Tim beranggotakan sembilan orang dari kalangan budayawan, pemerhati budaya, wartawan senior dan tenaga ahli dengan obyek penilaian seluruh Pemkab dan Pemkot di Sulsel, yang disertai forum group discution (FGD) dan puncak acara penyerahan award dilakukan di Benteng Somba Opu Makassar, 5 Maret 2023 sebagai salah satu cara pelestarian budaya Sulsel. (FDN/MK)

Read 634 times
Rate this item
(0 votes)
Published in Hiburan Dan Pariwisata
Phinisi News

Latest from Phinisi News

Login to post comments