Saturday, 15 February 2025 10:50
 

Penulis : Mitha MK  /  Editor : Fyan AK

Makassar (Phinisinews.com) – Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) Pusat, Dr S Bekti mengatakan, Akademisi Ilmu Komunikasi harus siap  menyelaraskan (adaptasi) AI (Artificial Intelligence – kecerdasan buatan) agar dapat menjadi alat bantu dalam perkembangan Ilmu Komunikasi.

“Bukan justru AI menggantikan peran manusia sepenuhnya,” ujar Bekti pada seminar nasional “Transformasi Pendidikan Komunikasi di era Artificial Intelligence, peluang dan tantangan”  yang sebelumnya melantik Pengurus Aspikom Korwil Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat periode 2024-2027, di Aula Teleconference Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Dia menilai, AI memberikan berbagai kemudahan bagi manusia, tetapi di sisi lain, juga menimbulkan dampak negative yang harus diantisipasi, sehingga perlu menyelaraskan AI sebagai alat bantu dalam perkembangan ilmu komunikasi.

Selain itu, Bekti menyoroti pentingnya peran Aspikom Korwil Sulselbar sebagai tuan rumah Kongres Nasional Aspikom yang akan digelar pada Juli 2025.

“Saya melihat ini sebagai momen strategis. Makassar sebagai episentrum Aspikom di Indonesia Timur akan menjadi tuan rumah Kongres Nasional ke-8 yang dihadiri sekitar 350 perguruan tinggi se-Indonesia. Ini bukan hanya soal kepanitiaan, tetapi juga tentang membangun solidaritas di kalangan akademisi komunikasi,” ucapnya.

Ketua Aspikom Korwil Sulselbar terpilih, Dr Abdul Majid, mengatakan, kepengurusan baru ini beranggotakan sekitar 80 orang yang berasal dari 17 universitas, baik negeri maupun swasta, di wilayah Sulselbar.

“Kami berharap program kerja yang disusun fleksibel dan mampu merespons kebutuhan pendidikan komunikasi saat ini, terutama dalam menghadapi era digitalisasi,” ujar Majid.

Aspikom, lanjutnya, memiliki fokus pada tata kelola program studi, kurikulum, serta akreditasi. Ia juga menekankan pentingnya memunculkan keunikan dari masing-masing program studi komunikasi di Indonesia Timur.

Selain itu, Aspikom juga merespons keberadaan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang berperan dalam penilaian kualitas program studi komunikasi di perguruan tinggi.

Salah seorang Dewan Pakar Aspikom, Prof Dr Muh Akbar berharap, kepengurusan yang baru bisa menjalankan program lebih baik dari sebelumnya. Ia mendorong agar kegiatan akademik dan diskusi ilmiah semakin diperbanyak.

 

“Pesan dari Ketua Umum Aspikom Pusat, Sulsel sebagai tuan rumah Kongres Nasional harus menjadi perhatian khusus bagi para pengurus. Ini tanggung jawab besar yang harus dipersiapkan dengan matang,” ucapnya.

Dia berharap, Kepengurusan Aspikom Sulselbar semakin aktif dalam berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan tinggi ilmu komunikasi, terutama dalam merespons perubahan zaman yang dipengaruhi oleh teknologi kecerdasan buatan.

Ketua terpilih Aspikom Korwil Sulselbar, Dr Abdul Majid adalah Dosen Ilmu Komunikasi UMI Makassar, menggantikan ketua sebelumnya  Prof Dr Muh Akbar, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin (Unhas) yang sebelumnya telah menjabat dua periode.

Susunan Pengurus Harian Aspikom Sulselbar 2024 – 2027, Ketua Dr Abdul Majid, S.Sos, M.Si (Universitas Muslim Indonesia - UMI), Wakil Ketua, Muhammad Idris, S.Sos, M.IKom (Universitas Muslim Indonesia – UMI), Sekretaris, A. Fauziah Astrid, S.Sos, M.Si (Universitas Islam Alauddin – UIN), Bendahara, Fyan Andinasari Kuen, S.IP, M.IKom (Universitas Indonesia Timur – UIT).

Dilengkapai lima Kepala Departemen serta Ketua Ketua Bidang, Dewan Penasehat, Dewan Pembina dan Dewan Pakar. (MMK/FAK).

Thursday, 13 February 2025 11:25
 

Penulis : Rio & Firdaus   /  Editor : Fred K

Makassar (Phinisinews.com) – Dialog budaya ke-5 di Sulawesi Selatan, berlangsung seru, karena pertanyaan yang mengemuka tanpa jawaban adalah masih adakah budaya “local wisdom” kebijaksanaan lokal pada demokrasi lokal di Provinsi Sulsel.

Sebab hampir semua kepala daerah dua periode yang bertarung di kontestasi pemilihan legislative tidak lolos, serta kecenderungan kaderisasi tidak berjalan baik pada partai politik, sebab yang menang dalam pemilihan legislative untuk semua tingkatan, terbanyak hanya yang kuat dari segi finansial.

Hal itu mengemuka pada Dialog Budaya ke-5 Gerakan Kedaulatan Budaya dengan tema “melihat ulang demokrasi lokal” menampilkan narasumber Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, SE, M.IKom, Anggota KPU Kota Makassar, Dr Abdi Goncing, M.Ag, dan Ketua LSM Lapar, Asnawi Chaeruddin di Kapel Kebangkitan Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (STFT) Indonesia Timur (Intim), di Makassar, Kamis, dan dihadiri Ketua STFT Intim Makassar, Pdt Dr Lidya K Tandirerung, MA, M.Th.

Tokoh Masyarakat, Ir Syamsul Bachry Daeng Anchu mempertanyakan, dari 10 kepala daerah dua periode di Sulsel yang ikut kontestasi pemilihan legislative, sembilan orang diantaranya tidak lolos, periode sebelumnya, Gubernur Sulsel dua periode juga tidak berhasil lolos pada pemilihan legislative.

Ini siapa yang salah ?, apakah 10 tahun tidak cukup meletakkan dasar yang kuat agar dicintai rakyatnya atau ada cara memimpin yang kurang tepat, sehingga harus kembali dipertanyakan kemana akar budaya kebijaksanaan lokal pada demokrasi lokal, ucapnya.

Tokoh masyarakat lainnya, Nasran Mone, juga menggugat sistem kaderisasi pada semua partai, apakah masih berjalan atau tidak, sebab terbanyak pemenang kontestasi legislative adalah figur yang secara finansial kuat dan bagaimana peran KPU dan Bawaslu saat penyelenggaraan Pilkada maupun Pemilihan legislative itu sendiri terhadap kekuatan money politic.

Abdi Goncing mengatakan, KPU sebagai penyelenggara pemilihan taat aturan main Pilkada maupun pemilihan legislative sesuai aturannya dan itu dilaksanakan secara prosedural.

Sdangkan sebagai Pengawas, kata Mardiana, Bawaslu sejak awal terus mensosialisasikan keterlibatan masyarakat dalam Pelkada maupun pemilihan legislative, agar pengawasan dilakukan secara terpadu dengan sistem pelaporan yang benar.

Menurut dia, Partisipasi pemilih menjadi sorotan paling penting dalam diskursus demokrasi lokal.

Sedangkan Asnawi mengatakan, persiapan dan pembinaan kader-kader pemilih sebagai cara yang mendasar untuk menyediakan pendidikan politik serta upaya menciptakan perubahan sosial yang menghasilkan sebuah kekuatan demokrasi lokal.

Semoga dialog budaya ini memberi sebuah cara berpikir yang baru untuk bekerja bersama-sama dan sadar akan pentingnya dinamika demokrasi local, kebijaksanaan lokal serta nilai lokal.

Dialog budaya dilakukan sejak 9 Januari 2025 setiap hari Kamis, dan direncanakan berlangsung sepanjang tahun 2025 sebagai rangkaian kegiatan memperingati delapan dekade Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, dan terbuka untuk umum serta berbagai komunitas budaya. (Rio-Fir/FK)

Tuesday, 11 February 2025 13:27
 

Penulis : Rio   /  Editor : Fred K

Makassar (Phinisinews.com) - Direktur P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center) Fredrich Kuen Daeng Narang, MSi, mengaku penting dan sangat dibutuhkan tim publikasi dan dokumentasi untuk liputan kegiatan kebudayaan di Sulawesi Selatan, sehingga sekolah budaya harus berperan aktif.

Hal itu dilakukan untuk mendukung pencanangan “Gerakan Kedaulatan Budaya” awal tahun 2025 ini dengan berbagai item kebudayaan strategis, seperti dialog budaya tiap Kamis sepanjang tahun, revitalisasi kota lama Jongaya di Makassar, Pemugaran Makam Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro di Makassar serta banyak kegiatan lainnya.

Hal itu dikatakan Fredrich yang juga Asesor Kompetensi Pers BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) pada pelatihan “Training in publications and documentation of cultural activities,” Sekolah Budaya ankatan I, diikuti berbagai unsur pegiat budaya di Sulsel, yang dilaksanakan di Kampus P2MTC Ruko Mall GTC, Tanjung Bunga, Makassar, Selasa.

Pelatihan ini sekaligus sekolah budaya akan mengawal dan mendukung publikasi serta dokumentasi kegiatan budaya sepanjang tahun 2025, sebagai upaya ikut melestarikan budaya memanfaatkan teknologi digitalisasi sesuai bidang masing masing pegiat budaya.

Menurut Budayawan dan Antropolog Prof Dr Andi Halilintar Lathief selaku penyelenggara sekolah budaya yang hadir membuka dan memantau langsung pelatihan ini menyatakan, "pelatihan publikasi dan dokumentasi ini penting untuk mem-back up (mendukung) gerakan kedaulatan kebudayaan di Sulsel”.

Kegiatan Gerakan Kedaulatan budaya itu antara lain, dialog budaya setiap hari Kamis sepanjang tahun 2025, Pemugaran makam Pangeran Diponegoro (Pahlawan Nasional) di Makassar, revitalisasi Kawasan Kota Lama Jongaya (di tempat itu dahulu menjadi istana Raja Gowa XXXIII sampai Raja Gowa XXXVI).

Program ini menjadi konsentrasi tim publikasi dan dokumentasi sekolah kedaulatan budaya angkatan pertama.

Tujuan dari kolaborasi ini sebagai upaya mendukung momentum delapan dasawarsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (1945-2025) dan 200 tahun  Pangeran Diponegoro.

Halilintar menegaskan, pelatihan ini berkolaborasi dengan beberapa lembaga yang mengutus kader pegiat budaya sebagai peserta pelatihan, yang nantinya diharapkan bergerak bersama-sama mendukung publikasi dan melakukan dokumentasi kegiatan budaya di Sulsel. (Rio/FK).

 

Catatan Redaksi : Berita ini adalah hasil praktek pelatihan dari salah seorang peserta,  Rio Rocky Hermanus.

Tuesday, 11 February 2025 13:15
 

Penulis : Ilham   /  Editor : Fred K

Makassar (Phinisinews.com) – Sekolah Budaya angkatan I di Sulawesi Selatan resmi diselenggarakan untuk mengawal agenda kebudayaan dengan kegiatan pertama pelatihan publkasi dan dokumentasi kegiatan budaya yang diikuti para pegiat budaya.

Pelatihan dibuka oleh salah seorang penggerak utama Gerakan Kedaulatan Budaya, Budayawan dan Antropolog Prof Andi Halilintar Latief di Kampus P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center) Ruko Mall GTC, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Selasa.

Halilintar mengatakan, pelatihan  “Training in publications and documentation of cultural activities” dengan trainer (pelatih) tunggal, Direktur P2MTC, Fredrich Kuen Daeng Narang, MSi, dilakukan dalam upaya memperkuat kegiatan kebudayaan yang akan berlangsung selama tahun 2025 dengan beberapa item kegiatan seperti dialog budaya tiap hari kamis sepanjang tahun 2025, revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro di Makassar, dan revitalisasi Kota Lama Jongayya di Makassar.

Dalam pelatihan ini melibatkan komunitas masyarakat pegiat budaya dan mahasiswa dengan tujuan agar memiliki kemampuan dalam penulisan berita dan fotografi, videografi untuk kebutuhan publikasi dan dokumentasi berbagai kegiatan budaya di Sulsel.

Peserta latih diarahkan agar dapat mengawal berbagai agenda kebudayaan yang akan berlangsung sepanjang tahun, ujarnya.

Fredrich mengatakan, pelatihan ini untuk meningkatkan ketrampilan menulis berita maupun press claar (berita siap tayang) serta kemampuan fotografi serta videografi untuk mendukung publikasi budaya diberbagai platform media digital, baik media mainstream (arus utama), konvensional maupun media sosial, sekaligus mendokumentasikannya secara internal dan eksternal mengikui perkembangan teknologi kekinian.

“Menulis press clear, membuat foto (berita, feature, essay) serta video pendukung berita adalah ketrampilan sehingga bila rutin dilakukan, pasti hasilnya secara bertahap akan semakin baik,” ujarnya memotivasi peserta saat praktek. (Ilham/FK).

 

Catatan Redaksi : Berita ini adalah hasil praktek pelatihan dari salah seorang peserta, Ilham.

Tuesday, 11 February 2025 13:17
 

Penulis :  Ahmad Imron  /  Editor : Mitha MK

Makassar (Phinisinews.com) – Direktur P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center), Fredrich Kuen Daeng Narang, MSi menyatakan, dalam upaya pelestarian budaya secara terpadu, penting dilakukan publikasi dan dokumentrasi berbagai kegiatan budaya mengikuti perkembangan teknologi komunikasi kekinian.

Publikasi dapat dilakukan di berbagai media, baik media arus utama (mainstream), media konvensional dan media sosial berbasis internet, sedangkan dokumentasi dapat disimpan secara digitalisasi internal maupun eksternal, baik di dunia maya maupun cloud.

Fredrich yang juga Asesor Kompetensi Pers BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) menyatakan itu selaku Trainer (pelatih) tunggal pada Sekolah Budaya Angkatan Pertama dengan tema “Training in publications and documentation of cultural activities” diikuti pegiat budaya di Sulsel, di Kampus P2MTC, Ruko Mall GTC, Metro Tanjung Bunga  Makassar, Selasa.

Menurut dia, rekam jejak digital memudahkan dokumentasi secara eksternal, melalui publikasi yang benar dari berbagai kegiatan budaya, sedangkan dokumentasi internal membutuhkan perlakuan khusus melalui perangkat pendukung.

Untuk itu, publikasi yang benar sesuai fakta lapangan di berbagai aplikasi media digital memudahkan pola dokumentasi secara global yang dapat diakses oleh siapapun yang membutuhkan, baik untuk informasi, penelitian maupun kepentingan lain sebagai pembanding aktivitas budaya dengan daerah lainnya.

Teknik penulisan yang baik, foto berbasis fotografi serta video dengan teknik pengabian gambar yang tepat serta tidak goyang menjadi persyaratan mutlak bagi publikasi serta dokumentasi kegiatan budaya dan semua hal itu menjadi materi pelatihan dan praktek yang dilakukan peserta training di kalangan pegiat budaya.

“Menulis untuk publikasi yang didukung foto dan video di berbagai platform media, itu adalah ketrampilan yang semua orang yang meminati (interest) pasti dapat melakukan asal terus ditekuni secara berulang pada tiap event (peristiwa)  budaya serta terus menyempurnakannya,” ujar Fredrich yang juga mantan General Manager Perum LKBN ANTARA.

Pelatihan ini, lanjutnya, dapat menjadi cikal bakal bagi pegiat budaya menjadi wartawan professional di bidang kebudayaan, sekaligus ikut melestarikan berbagai dinamika pelestarian budaya sesuai bidang masing-masing.

Pelatihan dibuka oleh salah seorang penggerak utama gerakan kedaulatan budaya di Sulawesi Selatan, Budayawan dan Antropolog Prof Dr Andi Halilintar Latief yang menyatakan bahwa salah satu kegiatan budaya yang digagas serta terus dilakukan dalam rangka peringatan delapan dasawarsa kemerdekaan RI tahun 2025 ini yakni dialog budaya tiap hari Kamis, sepanjang tahun 2025.

Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak dan keilmuan dalam upaya pelestarian budaya, seperti ketrampilan menulis berita untuk publikasi serta mendokumentasikan semua kegiatan budaya tersebut.

Selain itu, lanjutnya, kegiatan yang sifatnya multiyear, seperti revitalisasi  kota lama, Jongaya di Makassar, Pemugaran Makam Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro di Makassar, Perpustakaan dan museum Patingaloang (ilmuwan dunia) dari Sulsel serta berbagai kegiatan lainnya. (AI/MMK).

Tuesday, 28 January 2025 12:42
 

Penulis : Mitha MK  /  Editor : Ahmad Imron

Makassar (Phinisinews.com) – Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat maju saat ini serta menyentuh hampir semua bidang kehidupan, tidak dapat dibendung, sehingga jurnalisme kekinian juga idealnya harus menentukan sikap untuk melakukan adaptasi atau berkolaborasi dengan kecerdasan buatan (AI - Artificial Intelligence).

Adaptasi artinya kalangan pers menerima sepenuhnya AI, lalu melakukan penyesuian, sedangkan kolaborasi berarti pers memanfaatkan AI hanya untuk sesuatu yang positif dan terbatas (limitit) atau memadukan keduanya yakni adaptasi dan kolaborasi.

Hal itu dikemukakan Direktur Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si saat menjadi pemateri pada acara Diskusi Media, Media Diskusi, dengan tema “Media vs Artificial Intelligence” di Makassar, Selasa, yang diselenggarakan atas Kerjasama Komunitas Kafe Baca serta organisasi pers JOIN (Jurnalis online Indonesia) dan dibuka Ketua JOIN Sulsel, Dr Arry Abdi Salman.

Selain Fredrich, pemateri lain yakni Tokoh Pers dan Akademisi, Dr Drs M Dahlan Abubakar, M.Hum serta dihadiri peserta diskusi dari puluhan wartawan senior, budayawan, sastrawan, seniman, praktisi, akademisi serta lainnya.

Sisi positif dari AI, lanjutnya, dapat meningkatkan efisiensi, kerja semakin cepat, meningkatkan produktivitas dan memudahkan penyelesaian pekerjaan jurnalis, karena mampu menampilkan data secara cepat, menganalisis berbasis algoritma mumpuni, dan itu selama dilakukan secara terbatas serta melalui pengecekan ganda (double cross check) untuk menguji akuraditas sebelum digunakan.

Dampaknya, kebiasaan jurnalis menulis berita lempang (straight news) mulai bergeser ke berita mendalam (indepht news) karena didukung ketersediaan data yang cepat dan analisis algoritma yang baik, dalam mendukung kelengkapan berita.

Fredrich yang juga Asesor kompetensi Pers BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) menguraikan, beberapa item sangat bersentuhan kerja jurnalis dan AI yaitu berita Hoax, kerja Jurnalis (wartawan), kerja gate keepers (redaktur) dan fact checker (pengecekan fakta berita).

Sedangkan untuk menghindari terjadinya delik pers saat mengutip AI, maka pengutipan harus dilakukan secara terbatas (limitit), menyebutkan sumber asal AI, melakukan cek silang (cross check) saat menggunakan aplikasi fact checker yang berbeda untuk mengutip setelah dipastikan kebenarannya, sebab banyak produk AI tidak presisi.

Dia juga mengingatkan bahwa AI tidak memiliki rasa dan tidak diprogram untuk etika, sehingga jurnalis dan gate keepers lah yang harus membuktikan bahwa yang disodorkan AI saat dibutuhkan itu benar dan tetap terapkan critical thinking untuk memperoleh pengutipan aman sebelum disiarkan kembali sebagai produk jurnalistik.

Manfaat lain penggunaan AI untuk jurnalistik yakni dapat memprediksi trend (kecenderungan) berita menarik saat itu, dapat membantu mencari ide liputan, mengedit foto dan video serta sebagai personal asisten.

Fredrich yang juga mantan General Manager (GM) Perum LKBN ANTARA, menyatakan bahwa berbagai penelitian membuktikan bahwa AI tidak bisa mengganti kerja jurnalis dan gate keepers, terutama karena factor rasa dan etika, namun berbanding terbalik dengan fakta, karena beberapa Perusahaan media di dunia maupun nasional melakukan pemutusan kerja secara besar besaran akibat dampak digitalisasi dan penggunaan AI.

Artinya walau peran jurnalis dan gate keepers tidak tergantikan, namun pemilik modal (pemilik media) mengkaji bahwa dengan AI, mereka dapat menjalankan Perusahaan secara efektif dan efisien dengan tenaga kerja yang sedikit, sebab AI dapat digunakan menutup keadaan tersebut tanpa harus digaji, sehingga terjadi PHK untuk berbagai pendukung (Supporting) kerja jurnalis.

Untuk mengamankan kerja jurnalis dan redaktur, dia menyarankan agar terus meningkatkan kompetensi profesi dengan mengikuti perkembangan teknologi komunikasi kekinian.

Menurut Tokoh Pers yang juga Penguji Kompetensi Wartawan Dewan Pers, Dr Dahlan Abubakar, AI membantu jurnalis muda dalam menghasilkan karya jurnalistik, memberi kemudahan informasi pendukung, membantu menyediakan data dan menganalisisnya sesuai dengan dukungan informasi yang dibutuhkan.

Seorang mahasiswi pasca sarjana doctoral (S3) jurnalistik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang juga dosen UIT dan UT, Mitha Mayestika, S.IP, M.IKom juga menguraikan bahwa AI bukan ancaman bagi fotografi, yang memproduksi foto news dan lainnya serta bukan ancaman juga bagi videografi.

Dalam konteks fotografi dan videografi, lanjutnya, meskipun AI dapat membantu dalam pengeditan dan tugas-tugas repetitif, perannya dalam fotografi jurnalistik tidak dapat sepenuhnya menggantikan fotografer manusia. Kredibilitas dan kejujuran yang dihasilkan oleh fotografer tetap menjadi faktor penting. (MMK/AI).

Friday, 17 January 2025 14:10
 

Oleh :  Andi Mahrus Andis *

 Makassar (Phinisinews.com) - Dulu, di zaman penjajahan Belanda (1930-an), nama "Jongayya" dikenal sebagai sebuah kampung yang menakutkan. Setiap kali menyebut kampung itu, selalu diikuti diksi peringatan di belakangnya "Hati-hati, jai to kandalaq".

Saat itu, kampung Jongayya banyak dihuni orang berpenyakit kulit yang disebut kusta (mycobacterium leprae). Menurut cerita, pada saat itu Pemerintah Kolonial bersama Raja Gowa menghibahkan tanah untuk mengucilkan (mengarantina) para penderita kusta di wilayah Jongayya, agar wabah penyakit itu tidak menyebar luas.

Itu dari sisi "hitam" sejarah Kampung Jongaya. Namun di lembaran kisah yang lain, di awal kerajaan, Kampung Jongayya adalah kawasan hutan yang dijadikan tempat para raja beserta keluarganya berlatih memburu rusa.

Kemahiran berburu rusa (bahasa Bugis dan Makassar: jonga) di zaman kerajaan Gowa, Bone dan Luwu adalah kebanggaan utama yang harus dimiliki para raja dan pewaris tahta kerajaan.

Menurut cerita KH Syeikh Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, tokoh agama dan salah seorang narasumber dalam dialog budaya itu, kawasan Jongaya merupakan tempat berkeliarannya rusa-rusa milik raja. Karena itu maka pihak kerajaan memagari wilayah tersebut dengan kawat. Hingga saat ini, di Kelurahan Jongayya masih ada nama Kampung Kawaq.

Pernik-pernik sejarah tentang Jongayya di masa silam terurai dalam forum dialog budaya tersebut. Meskipun baru dialog awal untuk setahun ke depan, forum ini cukup menarik. Beberapa budayawan turut terlibat, antara lain: Prof Andi Halilintar Latief, Andi Amrullah Syam, Ahmadi Haruna, Fred Kuen Daèng Narang dan lainnya. Hadir pula Tokoh Masyarakat selaku Pembicara mendampingi Puang Makka yaitu M Joko Surojo dan Syamsul Bachri Daèng Anchu.

Joko Surojo banyak mengulas hubungan kesejarahan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sulawesi, baik di bidang perdagangan maupun pada dimensi kebudayaannya. Idiom-idiom kultural seperti Sambung Jawa, Kanrè Jawa, Puru Jawa, Aju Jawa, Rappo Jawa, bahkan  hingga Jawa Rantè, pasti menarik apabila ditelusuri makna semiotiknya dari aspek sejarah dan budaya Bugis-Makassar.

Sementara, Syamsul Bachri Daèng Anchu mencoba mengais filosofi karaèng dari sudut linguistik sesuai adat yang berlaku di Makassar. Konon, asal-usul istilah karaèng berawal dari bahasa Arab yaitu karim, yang berarti mulia. Menurut Daèng Anchu, terjadi proses idiolek (morfofonemik) dari kata karim menjadi karaèng dalam interaksi sosial masyarakat Arab dan Makassar. "Tapi saya belum tahu secara pasti, apakah cerita ini benar atau tidak", katanya.

Tentang cerita tersebut, saya pernah mendengarnya juga dan bahkan saya sudah tulis di beranda facebook beberapa tahun lalu. Namun, tentu saya juga sama pendapat Daèng Anchu bahwa cerita ini masih bersifat konon dan perlu penelitian oleh ahlinya.

Satu hal yang, menurut saya, menantang dalam forum dialog itu. Istilah Projek Jongayya, sebagai cikal bakal pelestarian sejarah dan pengembangan budaya lokal di Makassar, maupun di Sulsel umumnya, penting diperjuangkan.

Jongayya memiliki manik-manik sejarah kerajaan yang kaya dengan nilai kearifan leluhur Bugis-Makassar. Untuk bahan pemikiran ke depan, peserta dialog, termasuk saya, sangat mendukung gagasan Jongayya Project sebagai ikonisitas Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dalam konteksasi Program Pemajuan Kebudayaan sesuai Undang-undang No. 5  Tahun 2017.

Acara dialog yang berlangsung Kamis 16 Januari 2025, sore itu, bertempat di Aula Rahim Assagaf Center (RAS), Jl. Baji Bicara No.7 Makassar. Dialog ini, menurut Prof Halilintar selaku moderator, akan terus berlangsung selama setahun dan direncanakan pelaksanaannya setiap hari Kamis di beberapa tempat (RAS Center, Sekolah Tinggi Filsafat Teologia Indonesia Timur (STFT Intim) dan Istana Jonggaya. (Editor : Fred Daeng Narang)

  • Andi Mahrus Andis adalah Sastrawan dan Kritikus Sastra.
Thursday, 16 January 2025 11:14
 

Penulis : Fred Daeng Narang   /  Editor : Ahmad Imron

Makassar (Phinisinews.com) – Dialog Budaya sepanjang tahun 2025 mulai dilakukan setiap minggu (tiap hari Kamis), setelah pekan lalu diluncurkan gerakan  “Kedaulatan Budaya” yang diinisiasi oleh masyarakat budaya di Sulawesi Selatan.

Dialog perdana menampilkan Tokoh Masyarakat Syamsul Bachry Daeng Anchu, Tokoh Masyarakat Jawa, M. Joko Surojo, dan Ulama KH Syech Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, dengan moderator Budayawan Andi Halilintar Latief diikuti masyarakat budaya dari kalangan pelaku budaya, pegiat budaya, pemerhati budaya, budayawan, seniman, sastrawan dan lainnya di RAS Center (Rahim Assegaf center) di Makassar, Kamis.

Dialog berlangsung seru, sebab walau topik bahasan dibatasi, namun tetap saja melebar ke berbagai hal penting dalam kehidupan budaya di Sulsel.

Menurut Syamsul Bachry Daeng Anchu, setelah peluncuran Gerakan Kedaulatan Budaya serta pemaparan program kerjanya pekan lalu, ramai berbagai tanggapan positif masyarakat, sebab gerakan ini dari masyarakat budaya untuk masyarakat dan dua program fisik revitalisasi diharapkan berubah nama menjadi proyek agar dapat berlangsung multi years, sehingga bila belum selesai selama tahun 2025, dapat dilanjutkan tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi.

Dua program fisik itu adalah revitalisasi kota lama Jongaya menjadi Jongaya Proyek dan Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro menjadi Pemugaran Makam Pangeran Diponegoro Proyek.

Daeng Anchu memastikan, Pemerintah Kota, Provinsi dan Negara akan terlibat untuk dua proyek inisiasi masyarakat budaya Sulsel tersebut, setelah pihaknya mendengar berbagai komentar dari politisi yang ada di DPRD dan DPR RI serta dari beberapa pejabat strategis di pemerintahan.

Menjawab pertanyaan tentang ketiadaan lagi figur tokoh masyarakat di Sulsel tempat “patabe-tabe” (meminta izin untuk hajatan besar), menurut Ulama Rahim assegaf Puang Makka, figur tokoh masyarakat kharismatik akan muncul secara alami dan figur itu menjadi panutan serta akan menjadi tempat masyarakat mengadu, meminta izin dan lainnya dengan syarat selama figur itu tidak berpolitik. Bila figur itu berpolitik, berarti figur itu berpihak, maka lunturlah kefigurannya.

Dia juga mengingatkan agar Gerakan Kedaulatan Budaya yang sudah dicanangkan ini harus yang rasional yang dapat dilaksanakan, jangan sampai harapan yang besar hanya menjadi gerakan halusinasi.

Di sisi lain,  masyarakat budaya juga mempertanyakan keanehan Kabupaten Gowa  sebagai wilayah pusat Kerajaan Gowa. Dunia mengakui bahwa Pasukan Perang Armada Laut Kerajaan Gowa sangat Tangguh, namun fakta saat ini, daerah tersebut tidak memiliki wilayah laut, karena sudah terbagi ke wilayah Pemerintah Kota Makassar dan Kabupaten Takalar. Ini sesuatu yang ironi dari segi sejarah dan budaya. Dan pertanyaan ini tidak terjawab karena dalam dialog budaya perdana ini tidak terlibat unsur pemerintah. (FDN/AI).

Galleries

 
  Penulis : Mitha MK  /  Editor : Fyan AK Makassar (Phinisinews.com) – Ketua Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu...
  Penulis : Rio & Firdaus   /  Editor : Fred K Makassar (Phinisinews.com) – Dialog budaya ke-5 di...
  Penulis :  Ahmad Imron  /  Editor : Mitha MK Makassar (Phinisinews.com) – Direktur P2MTC (Phinisi Pers...
  Penulis : Fred Daeng Narang   /  Editor : Ahmad Imron Makassar (Phinisinews.com) – Dialog Budaya sepanjang...

Get connected with Us