Friday, 10 February 2023 13:05
 

Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha K

Makassar (Phinisinews.com) – Mantan Pangdam XIV Hasanuddin yang juga cucu Raja Bone ke-32 dan cicit Raja Gowa ke-34, Mayjen TNI (Purn) Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, mempersilahkan Istana Jongayya yang merupakan Istana Leluhurnya  digunakan untuk kegiatan budaya.

Di Makassar, pihaknya merekomendasi hanya dua tempat yang layak menjadi titik kegiatan budaya yakni Istana Jongayya dan Benteng Somba Opu dari segi nilai budaya dan nilai kesejarahan.

Hal itu dikemukakan Andi Muhammad saat menerima Tim Sembilan La’lang Sipue Award yang dipimpin Ketua Yayasan La’lang Sipue Foundation, Ir Hamin Daeng Nyanrang, Dipl Eng, didampingi Fred Daeng Narang, M.Si, Usman Basry Kr Naro, Astiani Kr Gaga dan Hendra Mappasomba Kr Garassi di Istana Bongayya, Makassar, Jumat.

Istana Jongayya merupakan rumah bersejarah yang dibangun tahun 1831 oleh leluhur Raja Bone ke-32 Sultan Ibrahim Mappanyukki yang juga Putra Raja Gowa ke-34  I Makkulau Daeng Serang Karaengta Lembang Parang Sultan Husain merupakan tempat berkumpul pejuang revolusi, raja raja pejuang dan ulama besar yang kini sudah tercatat sebagai pahlawan nasional seperti Bung Karno, Bung Hatta Jenderal Nasution, Wolter Robert Monginsidi, para raja pejuang, pejuang revolusi lainnya yang dibuktikan dengan berbagai foto dalam istana tersebut.

Andi Muhammad menyatakan mendukung berbagai kegiatan budaya yang bertujuan melestarikan budaya itu sendiri. Gerakan Restorasi budaya pun didukung. Bukan untuk mengembalikan feodalisme, tetapi untuk melestarikan budaya.

Namun feodalisme itu sendiri tidak salah, sebab harus disegarkan kembali ingatan bahwa perlawanan melawan penjajah hingga merdeka banyak dilakukan oleh raja raja pejuang, namun karena kerajaan kerajaan di nusantara tidak bersatu maka perjuangan dan perlawanan menjadi panjang dan setelah Budi Utomo barulah Persatuan itu menyatu sehingga hasilnya maksimal dan Merdeka.

Untuk itu, jangan hianati kerajaan dan para raja raja pejuang dengan membuat Perda bupati yang terpilih secara politis otomatis sekaligus raja adat, padahal secara nasional perda tersebut ditolak tetapi daerah tetap ngotot memberlakukan. Ini penghianatan sejarah dan budaya.

Menurut dia, tidak banyak provinsi, kabupaten dan kota di tanah air berupaya melestarikan budaya secara maksimal, malah cenderung terabaikan yang dibuktikan dari alokasi anggaran untuk pelestarian budaya.

Tiga daerah tercatat sangat peduli terhadap pelestarian Budaya seperti Jogyakarta, Solo, dan Aceh. Semoga ke depan Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sulsel juga tercatat sebagai daerah peduli terhadap upaya pelestarian budaya melalui pembuktian alokasi anggaran dan tidak seperti sekarang ini yang cenderung kurang perhatian.

Hamin Daeng Nyanrang menguraikan, La’lang Sipue Award adalan pemberian penghargaan yang fokus  terhadap pemakaian Tongkosila di gedung pemerintahan, lalu apa fungsi serta adakah ediktif terhadap budaya.

Penilaian dilakukan oleh Tim beranggotakan sembilan orang dari kalangan budayawan, pemerhati budaya, wartawan senior dan tenaga ahli dengan obyek penilaian seluruh Pemkab dan Pemkot di Sulsel, yang disertai forum group discution (FGD) dan puncak acara penyerahan award dilakukan di Benteng Somba Opu Makassar, 5 Maret 2023 sebagai salah satu cara pelestarian budaya Sulsel. (FDN/MK)

Thursday, 09 February 2023 07:49
 
Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Fred Dg Narang
 
Makassar (Phinisinews.com) - Salah seorang Pimpinan P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center), Mitha Mayestika, S.IP, M.I.Kom mengatakan, para narasumber berita saat ini harus mulai "familiar" (membiasakan diri) melayani  wawancara wartawan duet dengan "konten kreator".
 
Sebab, era sudah berubah, teknologi media berkembang pesat. Dahulu wawancara yang dilakukan seorang wartawan terhadap narasumber biasanya didampingi kameraman televisi atau didampingi fotografer. Saat ini cenderung wartawan di dampingi konten kreator saat meliput atau melakukan wawancara.
 
Hal itu dikemukakan General Manager (GM) Journalist Training Development (JTD) P2MTC (lembaga pelatihan Jurnalistik dan kehumasan), Mitha Mayestika, usai menjadi Trainer (Pelatih) pada "General Journalist Milenial Training (Pelatihan Jurnalis Umum kekinian) di Kampus P2MTC Jalan Metro Tanjung Bunga Ruko Mall GTC Blok GA.9 No.7 Makassar, Kamis.
 
Menurut Mitha, duet wartawan dan konten kreator bukan penerapan ilmu jurnalistik baru, melainkan ilmu jurnalistik mengikuti perkembangan teknologi informasi (penyiaran)  yang terus berkembang sehingga terjadi penyesuaian dalam aplikasi (multi platform).
 
Ilmu dasarnya tetap, yakni general journalism dan video journalism sedangkan aplikasi penyebaran berita atau informasi tersebut kini  menggunakan beberapa format, tidak hanya platform media (berita) tetapi juga platform media sosial seperti facebook, instagram, podcast, tiktok, youtube dan lainnya sehingga kerja jurnalistik mulai didampingi konten kreator sebagai teman duet liputan di lapangan.
 
Sebenarnya wartawan dan konten kreator masing masing bisa bekerja secara sendiri sendiri (mandiri) mengikuti perkembangan platform teknologi IT pada konteks penyiaran berita, asal keduanya belajar untuk menambah pengetahuan masing masing untuk mendukung kerja kompetensinya.
 
Wartawan dan video journalist harus menambah pengetahuan tentang platform media sosial agar mampu membuat konten berbasis berita pada multi platform untuk penyiarannya.  
 
Sedangkan konten kreator yang khusus memproduksi konten multimedia berbasis berita, harus menambah pengetahuan jurnalistik, terutama harus paham kode etik jurnalistik, teknik penulisan berita  inverted pyramid, Rumus Berita 5W+H+ABC+2S, praduga tidak bersalah, check and recheck, balance news, trial by the press dan lainnya.
 
Fakta lapangan, selama ini konten kreator dilakukan dimedia visual televisi untuk kepentingan bisnis produk, brand dan lainnya. Dan kini produk konten kreator juga merambah konten berbasis berita dengan sasaran yang sama yakni media bisnis atau bisnis berbasis media multi platform. Dan itu tidak salah, ucapnya.
 
Sebab salah satu fungsi pers adalah bisnis, selain menginformasikan, mendidik, menghibur dan kontrol sosial. Yang tidak boleh dilupakan menurut Mitha, media pers harus mensejahterakan wartawan dan karyawannya sebab ini adalah industri pers. Selain pekerja harus kompeten (kerja tanpa kesalahan / zero error) juga hidupnya harus sejahtera agar kerja idealis rewardnya (bonusnya) sejahtera.
 
Dia menguraikan, secara umum pembuatan konten adalah kontribusi informasi ke media apa pun dan terutama media digital untuk pengguna dalam konteks tertentu, Konten adalah "sesuatu yang ingin diekspresikan melalui beberapa media, seperti pidato, menulis atau berbagai seni" untuk mengekspresikan diri, distribusi, pemasaran atau publikasi. 
 
Selain itu media juga harus siap bersaing ketat   di era serba teknologi baik dari segi menginformasikan dalam bentuk kreatif maupun bersaing didunia bisnis dengan segala fungsi aplikasi pengecek fakta dan news agregator yang berkembang, namun sekali lagi Mitha mengingatkan bahwa Kode etik jurnalistik tetap harus menjadi yang utama dalam kinerja Jurnalist.
GM JTD P2MT, Mitha Mayetika Kuen  berharap, Narasunber Harus Mulai membiasakan diri melayani Duet Wartawan - Konten Kreator. ( Foto : Ahmad Imron).
 
Perkembangan ini menjadi tantangan bagi industri pers, organisasi pers dan lembaga pelatihan jurnalistik untuk menyiapkan trainer yang ilmunya menyesuaikan multi platform media sosial yang berbasis berita, ujarnya.
 
Sebagian peserta pelatihan general journalist milenial yang berlangsung 16 jam dan  berasal dari beberapa organisasi pers maupun yang independen, akan melanjutkan mengikuti Sertifikat Wartawan Kompeten (SKW) dengan harapan narasumber berita mulai terbiasa dikunjungi duet wartawan - konten kreator untuk penyiaran berbasis berita di multi platform.  (AI/FDN).
 
Monday, 06 February 2023 09:13

 

Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Fred Daeng Narang

Makassar (Phinisinews.com) - Kepala Balai Pelestari Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan, Drs La Ode Muhammad Aksa, M.Hum mengatakan, pihaknya akan melakukan pendekatan dengan berbagai komunitas budaya seperti Yayasan  La'lang Sipue Foundation untuk kolaborasi melestarikan nilai budaya dinamis di daerah ini.

Sebab, budaya milik semua orang (publik) dan bukan hanya milik sekelompok tertentu serta masyarakat bukan tidak paham budaya, tetapj perlu diingatkan dengan cara menggelar berbagai event (kegiatan) karena budaya itu dinamis.

Hal itu dikemukakan Kepala BPK Sulsel, La Ode Muhammad Aksa yang didampingi unsur pimpinan BPK, Andriany di Benteng Fort Rotterdam Makassar, Senin, saat menerima Tim 9  (sembilan) La'lang Sipue Award yang akan menilai dan memberi penghargaan budaya kepada pemerintahan di Sulsel yang tetap memakai / menggunakan simbol budaya dan paham terhadap makna simbol serta melestarikannya sekaligus memberi pemahaman kepada jajarannya dan kegiatan itu  diselenggarakan oleh Yayasan La'lang Sipue Foundation dan award akan diberikan di Benteng Somba Opu, 5 Maret 2023.

Tim sembilan dipimpin Ir Hamin Daeng Nyanrang, Dipl Eng yang juga Ketua Yayasan La'lang Sipue Foundation, Fred Kuen Daeng Narang (wartawan senior) serta kalangan budayawan dan pemerhati budaya, Usman Basry Karaeng Naro, Muh Haris Karaeng Lewa, Bachtiar Daeng Serre, dan Astiani Karaeng Gaga.

Kegiatan budaya dinamis non fisik akan diurus dan difasilitasi BPK sesuai kemampuan finansial yang dialokasikan negara. Selain itu  BPK akan terus bergaul dengan komunitas budaya dengan sasaran untuk kolaborasi melestarikan nilai budaya dinamis serta budaya itu sendiri, walau sisa sedikit agar tidak punah, ujar La Ode Muhammad Aksa.

Hamin mengatakan, penilaian pemberian award fokus terhadap pemakaian Tongkosila di gedung pemerintahan, lalu apa fungsinya serta adakah ediktif terhadap budaya.

Dia juga menyebutkan, Yayasan La’lang Sipue menyambut positif kebijaksanaan BPK koloborasi melestarikan nilai budaya dinamis di Sulsel dan diharapkan ke depan para pimpinan pemerintahan lebih banyak yang peduli terhadap kebudayaan untuk ikut melestarikan budaya dan nilai budaya. (AI/FDN).

Sunday, 22 January 2023 10:54
 

Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Fred Daeng Narang

Makassar (Phinisinews.com) – General Manager (GM) Journalist Training Development (JTD) Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Mitha Mayestika Kuen, S.IP, M.I.Kom mengatakan, idealnya wartawan harus kompeten secara personal dan professional.

Sebab, kompeten secara personal adalah kemampuan (skill) dan penguasaan (knowledge) terhadap mekanisme kerja kewartawanan dengan zero error (tanpa kesalahan) dan sikap (attitude) untuk pertanggungjawaban kepada industri media.

Sedangkan Kompeten Profesional harus dimiliki oleh wartawan sebab unjuk kerja berada di ranah publik yang harus ada rasa (self censoring), kepekaan terhadap publik, ada kepercayaan (trusht) dengan berita yang benar serta bertanggungjawab terhadap publik secara langsung.

Hal itu dikemukakan Mitha usai Pelatihan untuk Pimpinan Redaksi “Share Media Management Knowledge for Pimred” selama 16 jam serta Bimbingan Teknis enam jam menuju pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Wartawan yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan P2MTC, 17-19 Januari 2023,  di Kampus P2MTC Jalan Metro Tanjung Bunga Ruko Mall GTC Blok GA.9 No.7 Makassar, pekan ini.

Kompeten Personal ada sertifikatnya dalam berbagai tingkatan (level). Jadi jika wartawan sudah menganggap diri kompeten diprofesinya, silahkan sertifikatkan kompetensi Anda. Sedangkan Kompetensi professional itu melekat pada diri dan jiwa serta kerja professional wartawan.

Dia mencontohkan, jika satu berita diperkirakan bila terpublis akan berdampak pertikaian SARA dan lebih banyak dampak negatifnya, maka walau tidak ada lagi Lembaga Sensor, tetapi wartawan professional masih memiliki Hati Nurani yang berfungsi sebagai self censoring untuk tidak menyiarkan berita yang akan berdampak buruk bagi public tersebut.

Banyak cara untuk kompeten di dunia kerja industri media, lanjut Mitha yakni secara otodidak (trial error) namun membutuhkan waktu lama, dari kampus yang sangat teoritas serta dari Pelatihan yang merupakan kombinasi teori dan unjuk kerja yang bersifat praktis dan siap kerja kompeten di profesinya.

Pelatihan di Lembaga pelatihan professional dapat menjembatani proses kompetensi kerja (kompetensi personal) secara cepat dan dapat juga dilakukan oleh organisasi pers serta industry media besar, asal pelatihan dilakukan focus per-level, sebab jika sifatnya general (umum) maka capaian target menjadi lama. Padahal level kompetensi wartawan berjenjang yakni wartawan muda, madya dan utama.

Menurut Mitha yang berlatar Praktisi-akademisi sebab sebelum menjadi dosen di salah satu universitas swasta di Sulsel adalah video journalist professional di Jakarta, Undang Undang tentang Pers yakni UU No.40/1999 membolehkan siapa saja warganegara membuat perusahaan media asal berbadan hukum legal.

Reformasi yang hebat itu membuat pertumbuhan media dan jumlah wartawan melonjak tajam dan ini harus diimbangi munculnya Lembaga pelatihan jurnalistik professional, minimal di tiap provinsi, untuk mendukung kerja terbatas Dewan Pers maupun Organisasi Pers yang selama ini sangat kurang melakukan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang jurnalistik dibandingkan pertumbuhan media dan wartawan.

P2MTC memiliki master-master trainer terbaik dengan pengalaman puluhan tahun sebagai jurnalis professional dan akademisi yang telah mendapat kepercayaan besar di Sulsel maupun nasional dalam penyelenggaraan pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan hingga penyelenggaraan Bimbingan Teknis menuju Uji Kompetensi,

“Bimbingan Teknis jurnalistik dapat kami lakukan untuk semua level karena trainer kami juga pemegang sertifikat Penguji dari LPDS Dewan Pers serta Sertifikat Asesor Pers dari LSP Pers Indonesia lisensi BNSP”, ucap Mitha berpromosi. (AI/FDN).

Monday, 09 January 2023 10:50
 

Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Mitha K.

Makassar (Phinisinews.com) - Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro (IKAPADI) Makassar mengadakan Haul ke-168 Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro di Kompleks Makam pahlawan tersebut di Makassar, Minggu.

Ketua IKAPADI Makassar, RM Saiful Achmad Diponegoro mengatakan, pentingnya menjaga semangat persatuan diantara keluarga Diponegoro yang tergabung dalam organisasi IKAPADI.

Haul di isi lantunan ayat-ayat suci Suci Alquran,  kalimah tahlil, takbir, tasbih, keluarga besar IKAPADI Makassar serta audiens mengirimkan doa dengan khidmat untuk Pangeran Diponegoro dan keluarga Trah Diponegoro yang telah meninggal dunia.

Syaiful mengajak peserta haul mengenang dan mengingat kembali jejak sejarah Pangeran Diponegoro selama berkecamuknya Perang Jawa (1825 sampai 1830), Pangeran Diponegoro tidak henti-hentinya didera tantangan hidup yang berat.

Namun beliau tetap istiqomah, tetap kuat dan tegak berdiri dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Sang Penggengam alam semesta, Allah SWT. Nilai-nilai perjuangan Nabi Muhammad SAW, Sultan Agung Hanyakrakusumo (Raja Mataram Islam Ke-3), dan Sri Sultan Hamengku Buwono I (Raja Kasultanan Yogyakarta Ke-1) telah menjadi inspirasi keteguhan jiwa Pangeran Diponegoro, untuk mengumandangkan perang sabil melawan Penjajah Belanda dan londo ireng (pribumi pengkhianat yang memihak Belanda).

Melalui haul ini, diharapkan dapat menjadi titik tolak IKAPADI dan masyarakat Makassar untuk meraih sinergi positif, mewujudkan cita-cita dan tujuan mulia perjuangan para leluhur dan pahlawan bangsa, ujarnya..

Hadir dalam acara tersebut   anggota dewan pengurus IKAPADI, dan.Raden Hamzah Diponegoro selaku pengelola Makam Pangeran Diponegoro serta komunitas Masyarakat Jawa yang ada di Makassar dan masyarakat umum serta keluarga besar Pangeran Diponegoro.

Tujuan dari diadakannya Acara Tahlil & Doa Bersama ini adalah  untuk mendoakan Pangeran Diponegoro sekaligus mengenang dan meneladani perjuangannya. (AI/MK).

Saturday, 31 December 2022 10:30
 

Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Hasfrin Piping

Tonasa, Takalar, Sulsel (Phinisinews.com) – Wartawan Senior Fredrich Kuen, M.Si menilai sangat minim literatur pendukung fakta sejarah tentang Perjanjian Sanrobone 31 Juli 1780 dibandingkan Perjanjian Bungaya 18 November 1667 pada masa perlawanan terhadap Kompeni Belanda yang terpublikasi secara umum maupun di mesin pencari Google.

Padahal, walau jumlah item dari isi perjanjian Sanrobone tersebut lebih sedikit (16 item) di banding perjanjian Bungaya (lebih 20 item), namun isi perjanjian Sanrobone lebih kejam karena mengisolasi total  wilayah dan masyarakat  Kerajaan Sanrobone tersebut.

Hal itu dikemukakan Fredrich sebagai penanggap pada Pesta Adat “Attamu Taung KareLoe Tonasa dirangkaikan Dialog Budaya Refleksi Perjanjian Sanrobone tahun 1780 dan digitalisasi kebudayaan, strategi unggul pemaju kebudayaan di Takalar” di Baruga Karaeng Pepeya Tonasa, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, 29-31 Desember 2022, Sabtu, sekitar 67 kilometer arah selatan dari Makassar.

Acara adat yang berlangsung tiga hari  itu dihadiri tokoh serta masyarakat adat dan diakhiri dengan dialog budaya  serta pemberian pin kekerabatan Gallarang Tonasa Sanrobone  kepada tokoh adat Wanita, Hj Andi Willi Petta Lenna serta tokoh pers Sulsel Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si yang dinilai pemerhati dan pelestari adat melalui profesi masing masing yang penyematannya dilakukan oleh Gallarang Tonasa, Ir Hamin Mustafa Daeng Nyanrang, Dipl Ing, melalui ritual adat penuh, diiringi tabuhan gendang bertalu talu (Tunrung Pakanjara).

Hamin Mustafa Daeng Nyanrang sebagai pembicara utama menguraikan secara rinci isi perjanjian Sanrobone yang diterjemahkan dari Lontara gundul (aksara tanpa tanda baca) yang minim literatur dan publikasi dibandingkan dengan Perjanjian Bungaya yang mudah diketahui melalui mesin pencari Google karena sudah terpublikasi secara mendunia.

Fredrich menyambut sangat positif acara budaya serta refleksi perjanjian Sanrobone yang diterjemahkan dari Lontara Gundul sebagai bukti otentitk dari pelestarian sejarah adat Kerajaan Sanrobone, sekaligus sebagai tonggak masuknya arsip ini pada mesin pencari Google setelah diberitakan.

Saat melakukan flash back Perjanjian Bungaya sebagai pembanding , Fredrich menguraikan fakta sejarah bahwa perjanjian Bungaya (Cappaya ri Bungaya / Het Bongaais Verdrag) terjadi antara lain karena perlawanan Raja Gowa XVI Sultan Hasanuddin I Malombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape sangat frontal serta memprakarsai kerajaan lain dan kerajaan pengikut melakukan perlawanan bersama, Pasukan Maritim Gowa sangat tangguh, Gowa sebagai pusat Kekuatan Parekonomkian dan perdagangan domestic serta internasional.

Selain itu alur rempah dari Maluku yang lebih dahulu dikuasai VOC Belanda selalu harus melalui kekuatan maritim Kerajaan Gowa dan sekutunya di perairan kekuasaan Kerajaan Gowa. Serta wilayah daratnya juga adalah produsen rempah yang diinginkan VOC Belanda.

Berdasarkan fakta itu, Kerajaan Gowa Harus dikalahkan dan dikuasai melalui strategi politik pecah belah serta menggunakan persenjataan modern (bedil dan meriam) dan kekalahan itu ditandai Perjanjian Bungaya yang ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin dan Admiral Cornelis Speelman. Di samping itu, Belanda juga mengakui Sultan Hasanuddin dengan gelar “Ayam Jantan dari Timur” (De Haantjes van Het Osten).

Karena isi perjanjian yang sangat sepihak maka empat bulan kemudian, 9 Maret 1668, Sultan Hasanuddin Kembali memimpin penyerangan kepada Belanda, walaupun akhirnya kalah terhormat ditandai hancurnya Benteng Somba Opu.

113 tahun kemudian yakni 31 Juli 1780 dilakukan Perjanjian Sanrobone antara Raja Sanrobone dan pihak Belanda di Benteng Rotterdam (Benteng Pannyua) yang terdiri dari 16 item dan menurut Fredrich, perjanjian itu sifatnya mengisolasi Kerajaan Sanrobone, sebab Sanrobone hanya harus patuh kepada Belanda, tidak ada hubungan keluar dan ke dalam, tidak ada persuratan keluar dan ke dalam, kalau melakukan perlawanan dan kalah maka seluruh wilayah Sanrobone menjadi wilayah Company Belanda dan Sanrobone harus membayar denda perang 20 ribu Gulden.

Belum ditemukan referensi dan literatur yang mengurai factor penyebab Kerajaan kecil Sanrobone (kerajaan Palili dari Kerajaan Gowa ini) harus diisolasi. Apakah karena perlawanannya ataukah karena pengaruhnya.

Menurut pemikiran subyektif Fredrich yang juga pelatih wartawan dan Asesor Pers serta Penguji Kompetensi Wartawan, Perjanjian Sanrobone terjadi akibat rasa takut Company Belanda terhadap pengaruh Kerajaan Sanrobone yang besar terhadap Kerajaan Gowa dan kerajaan pengikut Gowa (Palili) lainnya.

Sebab Agama Islam pertama masuk ke Sulsel adalah di Sanrobone tahun 1510 dan di Sanrobone tempat para mahaguru spiritual (Anrong Guru) Raja raja Gowa dan kerajaan palili lainnya, sehingga bila tidak diisolasi, maka Sanrobone dapat mempengaruhi para raja untuk melakukan perlawanan Kembali.

Kerajaan Sanrobone tetap Tangguh sebab, sekalipun diisolasi tetap bertahan  ada hingga kini karena potensi sumber daya alam wilayahnya mendukung untuk rakyatnya tetap hidup kuat dalam adat yang tidak lekang oleh waktu, sekalipun sudah berubah menjadi kerajaan adat seperti kerajaan kerajaan lainnya di Indonesia.

Diakhir tanggapannya, Fredrich menyatakan prosesi adat yang dilakukan Gallarang Tonasa Sanrobone ini sangat bagus sebagai upaya pelestarian budaya, memperkuat jadi diri, menjadi kebanggaan terhadap kebijakan budaya local dan yang paling penting sekaligus sebagai upaya membangun monumen ingatan.

Jika Monumen Fisik sulit dibangun, maka monument ingatan harus senantiasa dilakukan untuk pelestarian budaya bagi anak cucu, di samping upaya digitalisasi arsip budaya dalam bentuk rekaman kegiatan, foto dan lainnya serta dilakukan publikasi agar jejak digitalnya tetap dapat ditemukan pada mesin pencari sehingga bersifat universal yang dapat diakses oleh siapa saja yang ingin mengetahui, ujarnya.

Kutipan Perjanjian Sanrobone oleh Gallarang Tonasa Sanrobone, Hamin Mustafa Daeng Nyanrang yang dikutip dari terjemahan Lontara Gundul.

Perjanjian Sanrobone (Senin, 31 Juli 1780)  

1. Kerajaan Sanrobone tidak di bawah perintah Kerajaan Gowa. 2. Kerajaan harus tunduk di bawah Company Belanda dan wajib membantu dalam urusan perang. 3. Kerajaan Sanrobone dan segenap Bangsawan serta Rakyatnya tidak bisa mengadakan hubungan dengan kerajaan di seberang, termasuk saling menikah. 4. Kerajaan Sanrobone tidak bisa lagi mengadakan hubungan dan ataupun saling berkirim surat menggunakan Lontara.

5. Barang siapa melanggar larangan menyeberang ke negeri seberang akan dihukum. 6. Jika ada pihak yang berada di wilayah Sanrobone berani menentang company, wajib ditangkap dan diserahkan ke company. 7. Semua kapal perahu yang menjadi lawan company tidak bisa merapat kesemua Pelabuhan, kalau terjadi pelanggaran tangkap dan serahkan ke Company Belanda.

8. Benteng Sanrobone harus dihancur rata dengan tanah dan tidak boleh membangun benteng lagi dimanapun berada. 9. Kerajaan Sanrobone tidak bisa lagi mengangkat Raja dan Pabbicara Butta tanpa ijin Compeny Belanda. 10. Kerajaan Sanrobon wajib membuka Kembali hubungan baik dengan Polombangkeng dan Galesong. 11. Orang Sanrobone dilarang tinggal di Bulukumba, Bantaeng dan Marusu.

12. Jika ada orang Sanrobone berada di wilayah larangan diwajibkan Kembali ke Sanrobone. 13. Jika terjadi perlawananan terhadap Company Belanda oleh Pasukan sanrobone, dan Kembali dikalahkan, maka seluruh wilayah akan disita. 14. Membayar denda perang sebesar 20.000 Gulden. 15. Menyerahkan budak. 16. Mengirim utusan untuk menemui Jenderal Belanda dan ratu Panikang untuk mengesahkan Perjanjian ini. (AI/HP).

Monday, 12 December 2022 07:34
 

Penulis : Ahmad Imron  /  Editor : Fred K

Makassar (Phinisinews.com) - Asesor Pers, Fredrich Kuen, M.Si atas nama LSP Pers Indonesia menyerahkan puluhan sertifikat Wartawan Utama, Wartawan Madya dan Wartawan Muda Reporter berlisensi BNSP kepada peserta Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) yang dinyatakan kompeten.

Sebanyak 10 orang Pimpinan Redaksi serta beberapa orang Redaktur dan Wartawan menjadi penerima sertifikat kompeten, sekaligus menjadi pemegang sertifikat berlisensi BNSP yang pertama di bidang pers untuk kawasan timur Indonesia, yang diserahkan di Kantor TUK (Tempat Uji Kompetensi) YPMPK (Yayasan Pers Multimedia Phinisi Kuensyam) jalan Metro Tanjung Bunga Ruko Mall GTC Blok GA.9 No.7 Makassar, Senin.

Fredrich mengingatkan bahwa Sertifikat Kompetensi bukan hanya salah satu penghargaan dan pengakuan terhadap kinerja seorang wartawan, melainkan juga tanggung jawab besar untuk terus mempertahankan kerja jurnalistik tanpa kesalahan (zero error).

Menurut dia, kompetensi yang menjadi syarat kerja wartawan, idealnya dibarengi dengan reward (penghargaan) yang memadai baik oleh perusahaan media maupun negara.

Sebab menjadi wartawan kompeten itu tidak mudah dan tidak instan, harus dibarengi kerja keras terlatih maupun otodidak.

Terlatih bila wartawan sambil kerja juga ikut pelatihan yang diselenggarakan perusahaan pers, organisasi pers atau perusahaan pers membiayai untuk mengikuti pelatihan jurnalistik pada lembaga pelatihan profesional agar memperoleh sumber daya manusia wartawan berkualitas sesuai yang diinginkan.

Sedangkan wartawan kompeten yang melalui jalur proses otodidak yakni "learning by doing" (belajar sambil menjalani rutinitas kerja). Ini memiliki resiko salah lebih besar karena belajar dari pengalaman (trial and error) dibanding bila belajar dari pengalaman orang atau mengikuti pelatihan.

Ada anekdot, wartawan profesional yang menjalankan tugas jurnalistik secara benar, bisa salah bila berhadapan dengan "kekuasaan" yang power full. Artinya, kerja benar saja bisa salah, sehingga wartawan harus membentengi diri dengan paham aturan kerja, menguasai standar operasional, memahami secara benar landasan kerja yang terurai pada Undang undang No.40 tahun 1999 tentang Pers serta melaksanakan dengan disiplin tinggi Kode Etik Jurnalistik.

Berdasarkan keadaan itu, tidak mudah menjadi wartawan kompeten, profesional dan independen, sehingga menjadi wajar dan ideal wartawan kompeten memperoleh reward.

Sebab, lanjutnya, menjadi wartawan kompeten tidak mudah, mahal dan sulit mendapat kesempatan ikut uji kompetensi, sekalipun secara independen, maka banyak kalangan berharap kompetensi bagi wartawan bukan hanya syarat kerja profesional dan hasil kesepakatan organisasi pers, namun harus disertai reward.

Untuk media main stream (media arus utama) yang mapan secara finansial sudah banyak yang memberi reward kepada wartawannya seperti untuk jabatan tertentu hanya wartawan dengan kompetensi level tertentu yang bisa menduduki.

Media lainpun, yang sedang tumbuh dan berkembang, juga idealnya memberi penghargaan atas capaian Kompeten bagi pemegang sertifikat kompeten tersebut dengan jenjang karir yang jelas, ujar Fredrich. (AI/FK).

Sunday, 20 November 2022 12:18
 

Penulis : Rusdy Embas  /  Editor : Fred Kuen

Bulukumba, Sulsel (Phinisinews.com) -  Kepala Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Sulawesi Selatan, Dr Arman Agung, bersama tim melakukan monitoring pelaksanaan Lokakarya lima (5) Angkatan untuk lima (5) Program Pendidikan Guru Penggerak, di Kabupaten Bulukumba, Sulsel.

Lokakarya berlangsung di SMKN 3 di Lembang, Kecamatan Ujungloe, Kabupaten Bulukumba, sekitar 175 kilometer dari Makassar ibukota Provinsi Sulsel, akhir pekan ini (19/11), diikuti 75 peserta.

Ke-75 calon guru penggerak tersebut dibagi lima kelas. Mereka berasal dari sejumlah sekolah se Kabupaten Bulukumba. Mulai dari guru PAUD, SD, SMP, hingga SMA.

Calon guru penggerak yang mengikuti lokakarya ini telah melewati seleksi, beberapa waktu lalu. Mereka akan dievaluasi setelah mengikuti lokakarya berkelanjutan yang diagendakan  berlangsung sembilan kali.

Arman Agung mengunjungi peserta lokakarya di lima ruang kelas berbeda, sekaligus memotivasi mereka agar tetap berkreasi dan memunculkan potensi dirinya sebagai calon guru penggerak.

Dalam pertemuan itu, dia mengingatkan salah satu filosofi hidup etnis  Bugis-Makassar yakni mampu beradaptasi di setiap tempat di manana pun berada.

“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung," kata Arman merespons pernyataan salah seorang calon guru penggerak.

Filosofi itu menurut dia, menunjukkan kemampuan masyarakat Sulsel melakukan banyak hal dengan sempurna dimanapun mereka beraktivitas. Mereka mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diriny.

Arman menjelaskan juga bagaimana sikap berterima kasih dengan cara yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Masyarakat Sulsel mewujudkan rasa terima kasihnya dengan sikap dan perbuatan.

“Mereka berterima kasih dalam hati. Dia rela melakukan banyak hal untuk kebaikan orang yang telah berjasa kepadanya. Mereka itu ikhlas mempertaruhkan darah dan nyawanya untuk membela pihak yang telah berjasa kepadanya,” ucapnya.

Di ruang kelas berbeda, Arman berdialog dengan salah seorang calon guru penggerak dari SMPN 6 Bukit Harapan Kindang, Bulukumba.

Dialog itu berlangsung, seusai Ayu Triana, nama guru tersebut, menjelaskan inovasi siswanya mendaur ulang sampah menjadi baju bodo, busana khas perempuan Bugis - Makassar.

Dia memperlihatkan gambar baju bodo kreasi siswanya melalui ponsel kepada Arman seraya menjelaskan proses pembuatannya dari mulai mengumpulkan kantong kresek dan merangkainya menjadi baju bodo.

Kreasi itu dilakukan bersama murid-muridnya setelah mengikuti rangkaian lokakarya sebagai calon guru penggerak.

Di ruangan lain, seorang calon guru penggerak menyampaikan kiat memotivasi muridnya menjadi kreatif sebagai hasil pembelajarannya selama lokakarya. Guru itu mengajak siswanya menulis puisi. Hasilnya, banyak murid yang bisa langsung menulis puisi. Meski belum sesempurna yang diharapkan.

“Pengalaman saya itu, membuktikan bahwa siswa mampu melakukan banyak hal untuk mengeksplorasi potensi dirinya jika dimotivasi dan diberi kebebasan berkreasi,” ucapnya. (RE/FK).

Galleries

 
  Penulis : Redaksi  /  Editor : Fred Daeng Narang Bulukumba, Sulsel (Phinisinews.com) – Masyarakat adat...
  Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha K Makassar (Phinisinews.com) – Kawasan Wisata Terpadu Gowa...
  Penulis : Andi Mahrus Andis.   Makassar (Phinisinews.com) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi...
  Penulis : Redaktur Medan (Phinisinews.com) - Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia, Hence...

Get connected with Us