Phinisinews - Rencana untuk membuat pernyataan bersama di akhir forum pertahanan ASEAN dibatalkan pada Rabu (4/11), setelah terjadi perbedaan antara China dan Amerika Serikat soal penyebutan sengketa di Laut China Selatan.
Pihak berwenang Malaysia, yang menyelenggarakan pertemuan para menteri pertahanan itu, tidak memberi alasan pembatalan tersebut.
Sebelumnya, seorang pejabat pertahanan AS mengatakan bahwa China melobi negara-negara ASEAN agar tak menyertakan referensi apapun terkait Laut China Selatan di dalam pernyataan bersama.
"Alasannya adalah karena China melobi agar rujukan apapun atas Laut China Selatan tidak masuk ke deklarasi bersama,” kata pejabat yang enggan diungkap identitasnya tersebut, dilansir dari Reuters.
Ia menambahkan, "Ini merupakan keputusan ASEAN, tetapi menurut kami tidak adanya pernyataan lebih baik daripada yang menghindari isu penting reklamasi dan militerisasi China di Laut China Selatan."
Agenda di Malaysia mempertemukan menteri pertahanan dari sepuluh negara ASEAN, di samping menteri dari negara-negara seperti Australia, China, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
Kali pertama digelar tahun 2006, pertemuan itu adalah ajang promosi perdamaian dan stabilitas regional.
Kali ini, pertemuan terjadi menyusul kapal perang AS berlayar di sekitar pulau reklamasi buatan Beijing yang dekat dengan Kepulauan Spratly.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya, tanpa mengindahkan klaim dari Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Selasa kemarin, sesuai keterangan pejabat senior pertahanan AS ketiga, Sekretaris Pertahanan AS Ash Carter menggelar tatap muka selama 40 menit bersama Menteri Pertahanan China, Chang Wanquan, membicarakan Laut China Selatan.
"Rakyat dan militer China tidak akan diam atas pelanggaran kedaulatan China dan kepentingan terkait," kata Chang kepada Carter, dikutip dari pernyataan kementerian pertahanan China. "Kami mendesak Amerika Serikat untuk menghentikan perbuatan dan ucapannya yang keliru, dan tidak lagi membuat langkah berbahaya yang mengancam kedaulatan China serta kepentingan keamanan," ia menambahkan.