Penulis : Fred K / Redaktur : Fyan AK
Makassar (Phinisinews.com) – Polisi di Makassar, hingga saat ini belum menemukan sopir dan tronton DD 8704 KV dengan nomor lambung 1150 yang menabrak dari belakang Avanza DD 1147 AN di jalan Sultan Alauddin Makassar (31/1) dan nyaris menewaskan pengendaranya, wartawan senior, Fredrich Kuen bersama istri dan anaknya.
Kasus tabrak lari sudah 3x24 jam, namun sopir dan mobil besar, tronton10 ban berbobot 7,4 ton, jenis Mitsubishi Fuso berwarna coklat yang mengangkut container (petikemas) tersebut belum ditemukan.
Akibat dari tronton menabrak dari belakang mobil wartawan di arus jalan yang sedang macet sekitar depan SPBU jalan Alauddin Makassar, Pintu belakang Avanza ringsek berat, semua penumpang selamat walaupun mengalami benturan berat pada leher dan kaki dan masih berobat jalan.
Kronologis peristiwa menurut Fredrich, di Makassar, Rabu, sekitar jam 15.00 wita, dia Bersama istri dan anaknya (wartawan, PNS dan Dosen) pulang kantor dari jalan AP Pettarani melalui jalan Sultan Alauddin yang setiap hari macet menuju rumahnya di jalan Malengkeri Makassar.
Di sekitar depan SPBU jalan Sultan Alauddin di saat macet, truk tronton menabrak mobil Avanza di depannya, yang saya kendarai dan nyaris terjadi tabrakan beruntun karena benturan keras tersebut. Saya banting stir ke kiri untuk menghindari menabrak mobil lain.
Massa yang seketika berkumpul mendesak sopir turun dari mobilnya, lalu disepakati menyelesaikan atau membuat kesepakatan di Polsek Rappocini yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat kejadian penabrakan.
Mobil yang saya kendarai masuk ke kantor Polsek Rappocini, namun truk tronton melarikan diri ke arah Sungguminasa, Kabupaten Gowa dan saat saya melaporkan kejadian, salah seorang polisi di Polsek tersebut, Suryanto melakukan pengejaran, namun sekitar 15 menit kemudian kembali dan menyatakan tidak melihat lagi mobil tronton yang sangat besar tersebut, lalu menyarankan saya melapor ke bagian laka lantas di sekitar Pasar Burung Panakukang. Lalu dalam keadaan fisik kurang stabil, kami melapor dan diterima oleh Aipda Abdul Rahman dengan nomor laporan LP/172/II/2022 dengan Penyidik Aiptu Agus Salim.
Fredrich yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan Jurnalistik Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC) itu merasa heran jika truk tronton besar dengan bobot 7,4 ton bersama sopirnya sulit ditemukan, lalu melakukan penelusuran investigasi sendiri dan menemukan beberapa bukti yakni pada perpanjangan STNK tercatat pemilik tronton Mitsubishi Fuso adalah Thio Kio beralamat di Jalan Kalimantan No.2, Desa Malimongan Tua, Kecamatan Wajo, Makassar.
Sedangkan di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar pada Terminal Peti Kemas Makassar,terurai, truk tronton DD 8704 KV dengan nomor lambung 1150 dan bobot 7.400 kilogram itu milik TP ABM Logistic Makassar, pemilik kendaraan Muh Ikbal dan tercatat melakukan pengangkutan container barang campuran dari KM Telaga Mas dengan user Ryan dan keluar dari Pelabuhan 31 Januari 2022 jam 13.30 wita dan nomor invoice 4729824.
Pada tanggal 1 Februari 2022, beberapa saksi mata melihat truk tronton tersebut sejak pagi hari berada di sekitar Makassar New Port (MnP) hingga menjelang sore hari dan tetap beraktivitas normal.
Pihaknya, ucap Fredrich yang juga Penguji Kompetensi Wartawan, berharap sopir truk tronton yang sempat di foto serta perusahaan yang mempekerjakannya agar kooperatif dan untuk Polisi penyidik, data yang terpapar dalam berita cukup lengkap, diharapkan tidak mengalami kesulitan dalam penanganan tabrak lari yang nyaris menewaskan tiga nyawa tersebut.
“Allah masih melindungi saya dan keluarga, sebab kejadian truk tronton menabrak dari belakang itu terjadi di jalan jalur macet. Seandainya kejadian berada di jalan tol, pasti lain cerita,” ujar Fredrich yang juga mantan GM Perum LKBN ANTARA.
Pihaknya berharap, Kapoltabes Makassar dapat membantu wartawan (Pers) yang nyawanya nyaris hilang akibat tabrakan yang tidak bertanggungjawab tersebut, serta berharap pihak Pelindo 4 bersikap untuk menghentikan sementara operasional tronton DD 8704 KV selama kasus tersebut bergulir. Selain itu, diharapkan pihak perusahaan pemilik Tronton untuk kooperatif ikut menyelesaikan kasus tabrak lari ini. (FK/FAK).
Penulis : Ahmad I / Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) – Upaya pelestarian budaya secara nasional maupun lokal Sulawesi Selatan, selain harus menjalankan sekaligus tiga keilmuan yakni Budaya, Pendidikan dan Sejarah, juga harus melibatkan langsung kalangan milenial.
Hal itu menjadi kesimpulan dari diskusi rutin kalangan pelestari budaya dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi dengan melibatkan antropolog, budayawan, sejarahwan, pemerhati budaya, dan jurnalis, di Makassar, awal pekan ini.
Antropolog yang juga Budayawan, Dr Halilintar Latief mengatakan, apapun upaya pelestarian budaya, baik itu festival, upacara adat, rutinitas kegiatan budaya serta keseharian pelaksanaan budaya, harus sebisa mungkin melibatkan kalangan milenial, terutama yang usia muda serta bersemangat muda.
Sebab, merekalah nanti yang akan melestarikan budaya tersebut, meneruskan para orang tua atau senior mereka dalam melestarikan maupun melakukan ketahanan budaya lokal dan nusantara agar tidak tergerus oleh budaya baru atau budaya asing yang masuk.
Halilintar mencontohkan, kalau dilakukan festival raja-raja atau festival keraton atau menapak tilas jejak sejarah dan budaya, maka kalangan milenial selain terlibat langsung, juga harus diberi ruang untuk mengeksplor ketrampilannya sesuai zamannya, seperti dengan membuat lomba video budaya dan sejarah, lomba foto budaya, lomba tulisan budaya, terlibat langsung dalam festival dan lainnya.
Cara itu, akan berdampak langsung terhadap pemahaman budaya dan pelestarian budaya, sekaligus memanfaatkan penguasaan dan ketrampilan teknologi baru yang berkembang untuk mendukung upaya pelestarian budaya dalam memasyarakatkan budaya tersebut melalui gambar bergerak (visualisasi video) maupun fotografi yang dihasilkan oleh kalangan milenial yang sekarang ini sangat teranpil ber youtube ria, Instagram dan facebook dan berbagai media sosial lainnya.
Pemerhati Sejarah dan Kebudayaan, Sulwan Dase mengatakan, Budaya, Sejarah dan Pendidikan, harus dilestarikan dalam satu paket. Sebab sangat berkaitan satu dengan lainnya.
Pelestarian itu, dapat dilakukan secara formal maupun informal, sebab ketiga sektor yang sekaligus bidang keilmuan itu sangat terikat satu dengan yang lain. Sebab berbicara budaya akan sangat terkait dengan sejarah serta dengan Pendidikan yang dilakukan secara formal dan informal dalam pelestarian sebagai upaya mendasar dari semua lapisan masyarakat, ujar Sulwan yang juga Dosen Politeknik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Salah seorang Tokoh pelaku budaya, Drs H. Hatta Hamzah, MM Kr Gajang menyatakan, jika salah satu cara upaya melestarian budaya dilakukan dengan membuat festival raja raja atau festival keraton. Baik itu yang bersifat nasional maupun internasional dan berlangsung di Sulawesi Selatan, maka sekalipun pelaksana (EO - event organizer) menggunakan penyelenggara kegiatan skala dunia dari luar Sulsel, maka hal itu tetap harus melibatkan pelaku budaya di daerah.
Sebab yang mengetahui secara jelas budaya lokal dan menjadi pelaku budaya itu sendiri adalah para pelaku budaya lokal, baik itu budayawan, pengamat, pemerhati, akademisi hingga masyarakat budaya.
Jika cara itu tidak diakomodir, maka apapun kegiatannya, bisa bias dan tidak menemui sasaran yang diinginkan sesuai upaya pelestarian budaya lokal dan nusantara.
Sedangkan jurnalis senior, Fredrich Kuen, MSi Daeng Narang menyatakan, mulailah dari hal hal kecil dalam pelestarian budaya. Jangan menunggu hal besar seperti penyelenggaraan festival dan lainnya yang penyelenggaraannya terpadu, melibatkan banyak pihak serta berbagai kerumitan lainnya.
Hal-hal kecil itu, yakni lestarikan budaya lokal dalam keseharian kehidupan dan pegang prinsip prinsip budaya tradisional dalam konteks moderen. Itu dapat menjadi benteng kuat untuk mempertahankan budaya yang ada atau menjadi benteng terhadap masuknya budaya baru maupun budaya asing yang mempengaruhi kehidupan generasi muda.
Membuat festival budaya secara besar, itu bagus, dan harus didukung. Namun harus dilakukan secara terorganisir dengan baik serta melibatkan semua komponen yang memang harus terlibat, agar hasil yang dicapai dapat maksimal, terutama pelibatan kalangan muda yang biasa disebut generasi milenial dengan segala kemampuan teknologinya untuk ikut mempromosikan, sekaligus melestarikan budaya tradisionalnya.
Dari segi jurnalistik, lanjutnya, pers akan sangat membantu upaya pelestarian tersebut, terutama saat mengekspose budaya tradisional yang masih dipertahankan, mendokumentasikan dengan memanfaatkan teknologi kekinian serta membantu mengajarkan bagi sebagian kalangan milenial untuk memanfaatkan teknologi serta media sosial yang ada saat memperlihatkan budaya tradisionalnya yang sekaligus melestarikannya secara sukarela sebagai tanggungjawab sosial bagi semua kalangan terhadap kebudayaannya sendiri. (AI/MMK).
Penulis : Mitha MK / Editor : Ahmad I
Makassar (Phinisinews.com) – Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen, MSi mengatakan, peran Humas institusi Pemerintah, BUMN dan swasta, selama masa Pandemi, sangat strategis dan penting bagi penyebaran informasi, sekaligus meringankan kerja wartawan.
Pers (wartawan) sangat terbantu oleh release (penyebaran) berita yang dilakukan Humas (hubungan masyarakat) kepada media pers atau secara berkesinambungan Humas mengisi website nya dengan berita dari kegiatan kekinian yang dilakukan institusinya dengan teknik penulisan “press claar” (berita sempurna) yang dapat dikutip oleh wartawan, lalu disiarkan ke media mereka.
Hal itu dikatakan Fredrich saat menjadi instruktur pelatihan pada “Temu Humas di Wilayah Regional 4 PT Pelabuhan Indonesia (Persero) secara Hybrid”, yang diikuti puluhan humas dari Pelabuhan se Indonesia Timur secara offline (luring – tatap muka) dan online (daring – zoom) yang dipandu dari Kantor Pusat Pelindo Regional 4 di Makassar, Selasa.
Sebanyak empat pejabat Pelindo Regional 4, aktif menyaksikan pertemuan tersebut masing masing dua orang secara daring dan luring yakni Group Head Sekper, Ali Mulyono, Departement Head Komunikasi Korporasi, Fajar Setyono, Division Head Pelayanan SDM dan Umum, Basri Alam serta Departement Head Hukum dan Humas, Erisanty.
Instruktur tunggal dari pihak eksternal, Fredrich yang juga instruktur nasional dan penguji kompetensi wartawan serta mantan General Manager (GM) Perum LKBN ANTARA itu menguraikan secara komprehensif dibarengi praktek pola kekinian 15 menit paham dalam “Teknik Menulis Release ‘Press Claar’ Menarik” yang diikuti secara antusias karena terukur melalui praktek praktis yang dilakukan semua peserta.
Menurut dia, teman-teman wartawan akan sangat terbantu bila dalam era Pandemi Covid-19 ini disaat ruang gerak mereka terbatas dan sulit menemui secara langsung narasumber berita, para humas atau public relation (PR) menyajikan press release yang sempurna (press claar). Kalau diibaratkan makanan, maka press claar adalah makanan siap saji.
Press claar artinya, release yang diberikan kepada pers harus menarik, terstruktur, didukung data, dilengkapi foto dan video, sehingga wartawan atau media yang menerima release atau ingin mengutip berita di website perusahaan swasta, pemerintah dan BUMN, dapat langsung memasang berita tersebut di medianya tanpa harus melakukan “rewrite” (penulisan ulang) karena semuanya sudah sesuai kaidah dengan teknik penulisan “pers style” (gaya wartawan) profesional.
Untuk melakukan cara tersebut, maka Humas harus mengasah ketrampilan menulis release berita menggunakan pola yang dapat diterima oleh semua media, baik cetak, portal berita online maupun media elektronik (televisi dan radio). Pola itu ada pada penulisan berita “inverted pyramid” (piramida terbalik).
Dia menguraikan, pada pola inverted pyramid, judul dan lead (teras berita) harus sangat menarik (eye catching) dengan penggunaan kata dan jumlah kata yang dibatasi, sebab judul dan teras berita harus mencerminkan inti atau bagian terpenting dari sudut pandang Humas, dari suatu peristiwa atau kegiatan yang dibuatkan release berita serta dalam tiga Alinea pertama sudah menjawab rumus dasar pembuatan berita 5W+H (what, where, who, why dan how).
Melalui penulisan release berita press claar dibarengi human approuch (sentuhan komunikasi yang baik) maka terjalin hubungan harmonis serta simbiose mutualisme (saling membutuhkan/memanfaatkan) antara humas dan wartawan (pers), ujarnya. (MMK/AI).
Oleh : Fredrich Kuen
Makassar (Phinisinews.com) – Buku menjadi sebuah souvenir (cinderamata) merupakan hal biasa yang banyak dilakukan oleh penulis buku atau para penjelajah toko buku, kolektor buku dan lainnya, terutama karena faktor mereka penulisnya atau faktor isi buku tersebut menarik dan baru.
Namun, hal itu menjadi berbeda bagi seorang pengusaha “kakap” visioner di Provinsi Sulawesi Selatan yang bermukim di Makassar, Hasan Basri yang biasa disapa “Bang Hasan”. Buku yang diberikan kepada relasinya sifatnya sangat pribadi dan pasti menarik sebab kesannya mendalam, selain isi buku itu menjadi referensi pengetahuan tentang para tokoh di Sulsel.
Menarik dan sifatnya sangat pribadi sebab di belakang cover (sampul) buku, akan tercopy (terprint) foto dari penerima buku yang diberikan tersebut dengan teks bagian atas, Buku Kenangan Untuk ... (nama penerima). Dan teks bagian bawah, Hormat kami, Keluarga Besar Hasan Basri.
Buku yang diberikan kepada relasi yang sifatnya pribadi adalah “100 Tokoh Sulsel 2015-2016” yang ditulis oleh Tim Fajar Group dengan penerbit Padat Daya Yogyakarta – Makassar – Indonesia untuk Fajar Perintis Utama tahun 2016 dengan ketebalan buku jenis Lux 399 halaman.
Bang Hasan adalah salah seorang dari 100 tokoh Sulsel dalam buku tersebut yang terurai pada halaman 143-146. Tokoh ini selalu menerima tamu pribadinya sambil bercengkerama santai di lantai paling atas hotelnya Karebosi Kondotel sambil memandang Kota Makassar (city view).
Pengusaha visioner yang ingin melihat Kota Makassar menjadi Kota Dunia secantik Singapura dengan menata satu item icon Makassar yakni Lapangan Karebosi yang terletak di jatung Kota Makassar melalui dua perusahaannya yakni PT Tosan Permai Lestario dan PT Karebosi Inti Lestari.
Bang Hasan kelahiran Kabupaten Seram, Provinsi Maluku Utara memiliki visi yang besar untuk ikut membangun ekonomi Makassar melalui empat mall nya yakni Makassar Trade Center (MTC) Karebosi, Sarana Penyeberangan Multiguna (SPM) Karebosi, Pusat Perbelanjaan karebosi Link (Mall di bawah tanah) dan Pusat Grosir Modern (PGM) Karebosi serta satu hotel Karebosi Kondotel (sekarang Karebosi Premier bintang 4 dengan kapasitas 152 kamar dan berbagai fasilitas pendukung) yang memiliki kolam renang di puncak hotel.
Empat Mall nya menyerap ribuan UMKM serta ikut terlibat mendesain Kota Makassar menjadi kota dunia dengan menyulap Lapangan Karebosi yang dulunya kumuh serta menjadi area banjir tiap musim hujan dan kini telah menjadi salah satu icon dunia, sehingga Bang Hasan diapreasiasi sebagai pelopor pengembangan usaha UMKM.
“Obsesi saya, Karebosi itu menjadi representasi Kota Makassar sebagai Kota Dunia,” katanya dan melanjutkan, hal itu kini sudah terwujud.
Apa yang dilakukan selama ini, menurut pengakuan Bang Hasan, bertujuan untuk membangun Makassar kampung halamannya, sebab dia telah menghabiskan masa kecil hingga remaja di Kota Makassar, berbagai usaha digelutinya di Kota Makassar sampai Singapura, lalu tahun 2007 kembali ke Makassar dan membangun Makassar, minimal mampu membuat icon Karebosi Makassar menjadi icon dunia.
Sebelum 100 tokoh Sulsel itu terurai dalam pembahasan tentang siapa mereka di buku tersebut, di halaman depan setelah pengantar oleh Direktur Utama Fajar Group, Syamsu M. Nur, dua nama tertulis di halaman khusus yakni Indonesia Patut bangga oleh BJ Habibie (Presisen RI) dan Tokoh Khusus Manusia seribu akal, Bapak Perdamaian, HM Jusuf Kalla (Wakil Presiden) dengan jabatan yang disandang pada masanya.
Dalam buku tersebut terdapat beberapa nama populer dari berbagai profesi dan keilmuan yang selama ini menjadi tokoh nasional seperti Ahmad Tanribali Lamo, A.M. Fatwa, Aksa Mahmud, Andi Amran Sulaiman, Amir Syamsuddin, Andi Muhammad Ghalib, Andi Mattalatta, Andi Sose, Anhar Gonggong, Anwar Arifin, Bachder Djohan, Basri Hasanuddin, Halide, Fadly Padi, Hamid Awaluddin, Harifin Tumpa, Hatta Ali, Idrus Paturusi.
Selain itu, John Liku Ada, Jonathan Parapak, Laica Marzuki, M Ryaas Rasyid, Mappatoeroeng Parawansa, Marzuki DEA, Mochtar Pabottinggi, Mukhlis Paeni, Quraish Shihab, Radi A. Gany, Riri Riza, Sjafrie Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo, Tanri Abeng, Zainal Basri Palaguna.
Terdapat juga nama wartawan dan mantan wartawan seperti Dr Aidir Amin Daud yang pernah menjabat Wakil Pimred Harian Fajar Hingga Irjen Kemenhumkam, Akbar Faisal pernah menjadi wartawan di berbagai media dan politisi di DPR RI, Alwi Hamu pemilik Fajar Group, serta Rusdi Amral wartawan Kompas yang pernah memimpin anak perusahaan Kompas, Harian Surya Surabaya, lalu kembali ke Kompas Jakarta. (Editor : Fyan Andinasari).
Oleh : Fredrich Kuen
Makassar (Phinisinews) – Budaya Siri’ (kehormatan) adalah budaya yang dinamis dalam kebudayaan etnis Bugis dan Makassar sehingga dapat bertahan hidup dan mengalami penyegaran secara berkelanjutan dalam pergumulan budaya nusantara.
Untuk itu, saatnya kini untuk mengungkap nilai-nilai Siri’ yang positif yang disertai upaya pemurnian arti Siri’ sebagai nilai luhur dari leluhur masyarakat Bugis dan Makassar untuk dilestarikan. Ini diperlukan agar masyarakat Bugis dan Makassar tidak kehilangan institusi tradisional tempat harga diri mereka bertaut. Bila tidak, maka mereka akan kehilangan wadah sosialisasi bagi pewarisan budayanya.
Hal itu diungkapkan Budayawan Dr Halilintar Latief dalam Buku “Sirik Dalam Pergumulan Budaya Nusantara” Edisi 2 dicetak tahun 2021, setelah edisi 1 tahun 2014, yang diterbitkan oleh Padat Daya Yogyakarta-Makassar-Indonesia, yang merupakan kumpulan tulisan (makalah ilmiah) dari 15 ilmuwan/budayawan dengan editor Halilintar Latief yang juga menyumbangkan tulisan di dalam Buku tersebut.
Buku itu berisi tulisan ilmiah Siri’ sebagai nilai dan identitas yakni “Pandangan hidup manusia Bugis dan Makassar “ (Prof Dr Hamid Abdullah), “Siri’ sebagai pedoman bertingkah laku” (Prof Dr M. Natsir Said), “Siri’ dalam masyarakat Makassar” (Prof Dr Mattulada), “Konsep Bugis: Siri’, Pesse dan Ware (Prof Em Mr Dr Andi Zainal Abidin Farid), “Siri’ dalam masyarakat Toraja (Prof Dr Cornelis Salombe), “Bentuk Siri’ di Mandar” (Prof Dr Baharuddin Lopa) dan “Siri’ dalam kelompok” (Prof Dr M. Arifin Salattang).
Berikutnya, bagian tentang upaya implementasi Siri’ terdiri dari tulisan “Siri’ dalam pendidikan non formal (Prof Dr Sahabuddin), “Siri’ dan Pesse dalam pelaksanaan Pemerintahan dan Administrasi Pembangunan” (Drs Mappaturung Parawansa), “Siri’ dan keagamaan dalam masyarakat Sulawesi Selatan” (Prof Dr H. Ramli Yacob), dan “Siri’ sebagai norma Partisipasi dunia usaha” (Prof Dr H. Halide).
Bagian lain dari buku itu yakni tulisan tentang Potret Jejak Siri’ yaitu “Antara Badik dan ruji-ruji penjara” (Dr Hasan Basri), “Gerakan Batara Gowa suatu upaya menegakkan Siri’ (Prof Dr Mukhlis Paeni), “Artikulasi budaya Siri’ dalam menyongsong era globalisasi” (Prof Em Mr Dr H.A. Zainal Abidin Farid), “Reaktualisasi Budaya Siri’ dalam proses modernisasi” (Prof Dr Baharuddin Lopa) dan “Peranan Budaya Sulawesi Selatan dalam memasuki milenium ketiga” (Prof Dr Abu Hamid).
Sedangkan rangkaian tulisan terakhir dari buku setebal 252 halaman itu adalah Epilog dengan judul “Siri’ dalam pergumulan Budaya Nusantara” (Dr Halilintar Latief).
Mengutip Halilintar dalam buku itu bahwa berbagai peristiwa selama beberapa dekade, tidak menjadikan Budaya Siri’ punah. Budaya Siri’ terus merubah diri menyesuaikan dengan jamannya, berarti budaya yang mampu bertahan adalah budaya yang dapat beradaptasi dengan ruang dan masanya.
Keterbukaan arus informasi dan komunikasi di era globalisasi sekarang, dapat semakin memperkaya kebudayaan lokal dengan wacana, paradigma, nilai-nilai, norma-norma, perilaku dan teknologi.
Tantangan yang kini dihadapi adalah mengupayakan bagaimana eksistensi dan hak berbudaya setiap komuniti dalam suatu proses dialektika menuju Indonesia baru itu dapat dipertahankan dan juga dikembangkan dalam konteks masyarakat yang berubah dan berkembang dalam masyarakat yang majemuk dan hidup berdampingan dengan kebudayaan kebudayaan negara tetangga dan mancanegara.
Untuk itu, agar kebudayaan Bugis dan Makassar dapat menemukan karekternya yang produktif dan dapat menata sistem sosial secara lebih berkelanjutan, maka inisiatif revitalisasi budaya dengan transformasi yang kreatif terhadap Siri” harus dilakukan secara swadaya masyarakat melalui pemahaman sifat dan ciri Siri’ secara subyektif yang bebas dari konstruksi yang dominatif dan hegemonif oleh penyelenggara negara.
Menurut dia, semua masalah yang menyentuh manusia Bugis dan Makassar diukur pada apakah sesuatu itu dapat dilakukan atau tidak, dan dipertalikan secara erat kepada Siri’ sebagai harga dirinya atau martabatnya sebagai manusia.
Apabila sesuatu itu menyangkut harga dirinya atau keluarganya, maka dia rela memberikan segala-galanya sampai kepada miliknya yang terakhir, sehingga menyebabkan orang Bugis dan Makassar sering terjerumus dalam kesetiaan yang membuta-tuli dan cenderung sangat ekstrim.
Siri’ adalah sesuatu yang abstrak yang hanya akibat kongkritnya saja yang dapat diamati dan diobservasi. Dan dia adalah warisan budaya leluhur (toriolo) berabad-abad lampau.
Walaupun dari hari ke hari telah mengalami perubahan, lanjutnya, namun Siri’ memiliki arti esensial untuk dipahami. Dan bagi orang Bugis dan Makassar tetap merupakan sesuatu yang lekat dengan martabatnya sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.
Hamid Abdullah dalam bukunya “Manusia Bugis Makassar, suatu tinjauan historis terhadap pola tingkah laku dan pandangan hidup manusia Bugis Makassar” menulis berbagai ungkapan dalam Bahasa Bugis yang terwujud dalam “paseng” (pesan) yang dapat dijadikan petunjuk tentang Siri’ pada orang Bugis Makassar.
Antara lain, “mate ri siri’na” artinya mati dalam Siri’ atau mati demi menegakkan martabat atau harga diri. Mati yang demikian dinilai sebagai mati yang terpuji. Sedangkan “mate siri’ “ artinya orang yang sudah hilang harga dirinya dan tidak lebih dari bangkai hidup. Orang Bugis yang merasa mate siri’ akan melakukan jallok (amuk), hingga ia mati sendiri. Jallok yang demikian disebut “napatettongi siri’na” yang artinya menegakkan kembali martabat dirinya.
“Dek siri’na” artiny tidak memiliki siri’. Dalam ungkapan ini memberi identitas sosial tidak memiliki kehormatan. Padahal hidup mempunyai arti bila ada martabat dan harga diri di dalamnya.
Perumusan Antropolog Amerika Serikat Dr Sherlly Errington memiliki persamaan dengan pengertian Siri’ dari Prof Dr Andi Zainal Abidin Farid yang memandang siri’ sebagai suatu sistem nilai sosial, budaya, dan kepribadian, sedangkan sejarahwan Amerika Serikat lainnya, Dr L.A. Andaya menyimpulkan bahwa ada dua macam Siri’ yaitu rasa aib disebabkan oleh serangan orang lain dan rasa malu yang disebabkan nasib buruk yang menimpa seseorang. (Editor : Mitha Mayestika).
Penulis : Fred K / Editor : Ahmad I
Makassar (Phinisinews.com) – Ketua Umum Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) Sulawesi Selatan, Latunreng mengatakan, menghadapi berbagai perubahan situasi ekonomi ke depan yang belum tertebak, maka gunakan pendekatan baru atau pendekatan yang berbeda sama sekali dari sebelumnya.
“Tetap bergerak dan bekerjasama serta melakukan berbagai strategi pendekatan dalam menghadapi berbagai kemungkinan perubahan ekonomi, terutama akibat imbas dari Pandemi Covid-19,” ujar Latunreng mengutip pesan yang dia lontarkan saat Rapat Pimpinan DEIT Sulsel, di Makassar, pekan lalu.
Dia mengakui, saat ini perkembangan ekonomi cenderung bergerak membaik dengan semangat kebersamaan dan banyak kegiatan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan strategis.
Menurut dia, saatnya sekarang pemikiran kreatif, inovatif dan praktis, harus menjadi pendekatan solutif guna menghadapi dampak pandemi, sehingga rencana dan program kerja yang sudah tersusun dapat dilaksanakan sesuai skala prioritas.
Sedangkan di sisi jasa keuangan, perlu mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat dengan menyalurkan kredit kepada sektor produktif dan unggulan serta memberikan perlindungan bagi para pelaku ekonomi kecil-menengah dengan optimalisasi penyaluran dana KUR yang tepat sasaran.
Saat akhir tahun ini (2021) menuju awal 2022, kecenderungan perbaikan ekonomi sudah mulai terasa, ujarnya dan melanjutkan, ekonomi tumbuh positif walaupun berfluktuasi, harga stabil, sistem keuangan terjaga, termasuk aktivitas perekonoian luar negeri juga cenderung membaik.
Untuk itu, akselarasi pemulihan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun produksi, dimungkinkan, karena kecendertungan pandemi covid terus turun, sehingga dukungan stimulus, belanja keuangan dan kebijaksanaan Pemerintah daerah dari tingkat provinsi, kota dan kabupaten, kinerja terus terjaga yang dapat mendorong akseleri kinerja sektor ekonomi berorientasi domestik, ucapnya.
Rapim DEIT Sulsel saat itu bertema, “Mendorong ekonomi Sulsel semakin baik demi kemakmuran rakyat, dengan sub tema, Menggali potensi daerah untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. (FK/Q/AI).
Penulis : Fred K / Editor : Ahmad I
Jakarta (Phinisinews.com) – Ketua Umum Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT), Annar Salahuddin Sampetoding mengingatkan kepada jajaran pengurus DEIT Sulawesi Selatan agar menjaga kekompakan dan aturan main organisasi.
“Jangan semua potensi daerah dikuasai oleh pengusaha luar Sulsel atau luar Indonesia Timur. Untuk itu, mari bersama menjaga hasil devisa atau pendapatan asli daerah untuk semaksimal mungkin dimanfaatkan bagi pembangunan daerah kita,” ujar Annar di Jakarta, usai pekan lalu, menghadiri Rapat Pimpinan DEIT Sulsel di Makassar.
Untuk itu, lanjutnya, koordinasi dan komunikasi antara pengurus pusat dan daerah harus tetap dijaga. Agar mata rantai usaha (business chains) bisa terus terawat dan membangun bersama Sulsel serta Kawasan Timur Indonesia secara menyeluruh.
DEIT harus menjadi organisasi luar biasa dan memiliki pembeda dengan organisasi pengusaha lainnya, seperti filosofi dewan penasehat DEIT, almarhum Ciputra, bagus untuk menjadi filosofi kita juga, yakni selalu berpikir satu langkah ke depan dan bukan mencari peluang tetapi menciptakan peluang, kalau orang bilang tidak mungkin, maka kita harus bisa jadikan mungkin, karena kalau biasa saja, orang lain juga semua bisa melakukannya.
Menurut Annar, DEIT adalah organisasi mandiri. Anggotanya merupakan pelaku bisnis yang mempunyai latar belakang berbeda, namun punya satu tujuan yang sama yaitu memajukan serta mensejahterakan masyarakat Indonesia Timur dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan serta memelihara budayanya yang mempunyai ciri khas.
Menurut dia, DEIT adalah organisasi usaha yang bertujuan memajukan pengusahanya lebih berdaya dan mandiri, serta memiliki harga diri dan kekayaannya sendiri.
Untuk itu, DEIT harus bernilai tambah atau mempunyai manfaat lebih untuk anggotanya, oleh sebab itu, diharapkan seluruh pengurusnya benar-benar menjaga dan mengawal visi misi yang telah disepakati.
Selain itu, sebagai organisasi mandiri, DEIT juga diharapkan membangun sinergitas dengan pemerintah daerah tingkat provinsi, kota dan kabupaten serta juga seluruh pengusahanya bersama membangun ekonomi dan budayanya, mengingat DEIT hanya ada di level provinsi.
Annar berharap Rapat Pimpinan DEIT Sulsel, bisa melahirkan keputusan-keputusan strategis buat kemajuan bersama ekonomi Sulsel yang maju dan mandiri, bisa berdiri di kaki sendiri, terutama untuk ekonomi dan budayanya. (FK/Q/AI).
Penulis : Ahmad I / Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) – Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen, MSi menyatakan, produk “Agenda Setting” media Pers atau perorangan jurnalis, penulisannya harus tetap berdasarkan kebenaran.
Kebenaran itu harus seuai kaidah jurnalistik, sesuai fakta lapangan, akurat, terstruktur, memenuhi unsur 5W+H, melakukan “check and recheck”, berimbang dan lainnya serta sesuai Kode Etik Jurnalistik dan aturan hukum mengacu pada Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Hal itu dikemukakan Fredrich Kuen yang juga penguji Kompetensi Wartawan saat menjadi instruktur “Pelatihan Jurnalistik dan kelas Desain skala Nasional” Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang diikuti puluhan mahasiswa anggota HMI dari beberapa daerah di Indonesia, 20-24 Desember 2021, di Makassar, Selasa.
Menurut dia, agenda setting media atau jurnalis, idealnya harus adalah ide murni, dan bukan agenda setting pihak lain yang secara sadar atau tidak, dilaksanakan oleh media atau jurnalis. Sebab, hasil produk akhir akan berbeda antara agenda setting idealis dan agenda setting orderan (pesanan).
Agenda setting cakupannya bisa luas, baik pengelolaan isu, wacana, framing, kontrol sosial hingga kontrol media.
Dia menguraikan, Agenda Setting adalah upaya menciptakan public awareness (kesadaran masyarakat) dengan menekankan sebuah isu yang dianggap paling penting untuk dilihat, didengar, dibaca, dan dipercaya di media massa secara umum.
Sedangkan framing adalah bagaimana media menempatkan sebuah berita dan memberikannya makna tertentu.
Jadi intinya, menurut Fredrich yang juga mantan General Manager (GM) Perum LKBN Antara, agenda setting fokus pada apa isu yang diberitakan dan framing fokus bagaimana isu itu diberitakan.
Terkait hal itu, lanjutnya, isu itu sendiri adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang. Jadi bentuknya antara ada dan tiada, tetapi saat dikelola untuk pembuktian, dapat menjadi fakta intelektual (fakta statement – pendapat) terhadap isu tersebut, apakah isu itu mengandung fakta kebenaran atau kebohongan.
Sedangkan wacana berisikan pembahasan tentang topik atau hal tertentu yang ingin disampaikan. Bisa abstrak dan bisa mungkin nyata.
Dalam prakteknya, wacana membutuhkan testcest (uji lapang), seperti wacana tentang suatu rencana kebijaksaan pemerintah. Bila sambutan atau reaksi publik positif maka hal itu secepatnya direalisasikan, sedankan sebaliknya bila negatif maka bisa saja rencana itu dibatalkan atau dilakukan edukasi hingga pemahaman positif, barulah kemudian wacana itu diwujudkan menjadi kenyataan.
Agenda setting juga dapat menyentuh kontrol sosial dan kontrol media sesuai perintah undang undang tentang pers yang menguraikan salah satu dari lima fungsi pers adalah kontrol sosial.
Kontrol sosial dilakukan oleh pers untuk mengungkap hal hal yang merugikan kepentingan umum. Sedangkan kontrol media adalah menjadi gate keeper (penjaga gawang) dalam menuntaskan suatu pemberitaan berlanjut dari fakta yang diperdebatkan yang tiba-tiba terhenti oleh berbagai sebab, ujarnya.
Jadi, idealnya, agenda setting yang merupakan keseharian kerja jurnalistik yang terencana dan tertata dilakukan berdasarkan idealisme dan kebenaran sebagai pekerja pers kompeten dan profesional, ujarnya. (AI/MMK).