Friday, 17 January 2025 14:10
 

Oleh :  Andi Mahrus Andis *

 Makassar (Phinisinews.com) - Dulu, di zaman penjajahan Belanda (1930-an), nama "Jongayya" dikenal sebagai sebuah kampung yang menakutkan. Setiap kali menyebut kampung itu, selalu diikuti diksi peringatan di belakangnya "Hati-hati, jai to kandalaq".

Saat itu, kampung Jongayya banyak dihuni orang berpenyakit kulit yang disebut kusta (mycobacterium leprae). Menurut cerita, pada saat itu Pemerintah Kolonial bersama Raja Gowa menghibahkan tanah untuk mengucilkan (mengarantina) para penderita kusta di wilayah Jongayya, agar wabah penyakit itu tidak menyebar luas.

Itu dari sisi "hitam" sejarah Kampung Jongaya. Namun di lembaran kisah yang lain, di awal kerajaan, Kampung Jongayya adalah kawasan hutan yang dijadikan tempat para raja beserta keluarganya berlatih memburu rusa.

Kemahiran berburu rusa (bahasa Bugis dan Makassar: jonga) di zaman kerajaan Gowa, Bone dan Luwu adalah kebanggaan utama yang harus dimiliki para raja dan pewaris tahta kerajaan.

Menurut cerita KH Syeikh Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, tokoh agama dan salah seorang narasumber dalam dialog budaya itu, kawasan Jongaya merupakan tempat berkeliarannya rusa-rusa milik raja. Karena itu maka pihak kerajaan memagari wilayah tersebut dengan kawat. Hingga saat ini, di Kelurahan Jongayya masih ada nama Kampung Kawaq.

Pernik-pernik sejarah tentang Jongayya di masa silam terurai dalam forum dialog budaya tersebut. Meskipun baru dialog awal untuk setahun ke depan, forum ini cukup menarik. Beberapa budayawan turut terlibat, antara lain: Prof Andi Halilintar Latief, Andi Amrullah Syam, Ahmadi Haruna, Fred Kuen Daèng Narang dan lainnya. Hadir pula Tokoh Masyarakat selaku Pembicara mendampingi Puang Makka yaitu M Joko Surojo dan Syamsul Bachri Daèng Anchu.

Joko Surojo banyak mengulas hubungan kesejarahan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sulawesi, baik di bidang perdagangan maupun pada dimensi kebudayaannya. Idiom-idiom kultural seperti Sambung Jawa, Kanrè Jawa, Puru Jawa, Aju Jawa, Rappo Jawa, bahkan  hingga Jawa Rantè, pasti menarik apabila ditelusuri makna semiotiknya dari aspek sejarah dan budaya Bugis-Makassar.

Sementara, Syamsul Bachri Daèng Anchu mencoba mengais filosofi karaèng dari sudut linguistik sesuai adat yang berlaku di Makassar. Konon, asal-usul istilah karaèng berawal dari bahasa Arab yaitu karim, yang berarti mulia. Menurut Daèng Anchu, terjadi proses idiolek (morfofonemik) dari kata karim menjadi karaèng dalam interaksi sosial masyarakat Arab dan Makassar. "Tapi saya belum tahu secara pasti, apakah cerita ini benar atau tidak", katanya.

Tentang cerita tersebut, saya pernah mendengarnya juga dan bahkan saya sudah tulis di beranda facebook beberapa tahun lalu. Namun, tentu saya juga sama pendapat Daèng Anchu bahwa cerita ini masih bersifat konon dan perlu penelitian oleh ahlinya.

Satu hal yang, menurut saya, menantang dalam forum dialog itu. Istilah Projek Jongayya, sebagai cikal bakal pelestarian sejarah dan pengembangan budaya lokal di Makassar, maupun di Sulsel umumnya, penting diperjuangkan.

Jongayya memiliki manik-manik sejarah kerajaan yang kaya dengan nilai kearifan leluhur Bugis-Makassar. Untuk bahan pemikiran ke depan, peserta dialog, termasuk saya, sangat mendukung gagasan Jongayya Project sebagai ikonisitas Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dalam konteksasi Program Pemajuan Kebudayaan sesuai Undang-undang No. 5  Tahun 2017.

Acara dialog yang berlangsung Kamis 16 Januari 2025, sore itu, bertempat di Aula Rahim Assagaf Center (RAS), Jl. Baji Bicara No.7 Makassar. Dialog ini, menurut Prof Halilintar selaku moderator, akan terus berlangsung selama setahun dan direncanakan pelaksanaannya setiap hari Kamis di beberapa tempat (RAS Center, Sekolah Tinggi Filsafat Teologia Indonesia Timur (STFT Intim) dan Istana Jonggaya. (Editor : Fred Daeng Narang)

  • Andi Mahrus Andis adalah Sastrawan dan Kritikus Sastra.
Thursday, 16 January 2025 11:14
 

Penulis : Fred Daeng Narang   /  Editor : Ahmad Imron

Makassar (Phinisinews.com) – Dialog Budaya sepanjang tahun 2025 mulai dilakukan setiap minggu (tiap hari Kamis), setelah pekan lalu diluncurkan gerakan  “Kedaulatan Budaya” yang diinisiasi oleh masyarakat budaya di Sulawesi Selatan.

Dialog perdana menampilkan Tokoh Masyarakat Syamsul Bachry Daeng Anchu, Tokoh Masyarakat Jawa, M. Joko Surojo, dan Ulama KH Syech Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, dengan moderator Budayawan Andi Halilintar Latief diikuti masyarakat budaya dari kalangan pelaku budaya, pegiat budaya, pemerhati budaya, budayawan, seniman, sastrawan dan lainnya di RAS Center (Rahim Assegaf center) di Makassar, Kamis.

Dialog berlangsung seru, sebab walau topik bahasan dibatasi, namun tetap saja melebar ke berbagai hal penting dalam kehidupan budaya di Sulsel.

Menurut Syamsul Bachry Daeng Anchu, setelah peluncuran Gerakan Kedaulatan Budaya serta pemaparan program kerjanya pekan lalu, ramai berbagai tanggapan positif masyarakat, sebab gerakan ini dari masyarakat budaya untuk masyarakat dan dua program fisik revitalisasi diharapkan berubah nama menjadi proyek agar dapat berlangsung multi years, sehingga bila belum selesai selama tahun 2025, dapat dilanjutkan tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi.

Dua program fisik itu adalah revitalisasi kota lama Jongaya menjadi Jongaya Proyek dan Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro menjadi Pemugaran Makam Pangeran Diponegoro Proyek.

Daeng Anchu memastikan, Pemerintah Kota, Provinsi dan Negara akan terlibat untuk dua proyek inisiasi masyarakat budaya Sulsel tersebut, setelah pihaknya mendengar berbagai komentar dari politisi yang ada di DPRD dan DPR RI serta dari beberapa pejabat strategis di pemerintahan.

Menjawab pertanyaan tentang ketiadaan lagi figur tokoh masyarakat di Sulsel tempat “patabe-tabe” (meminta izin untuk hajatan besar), menurut Ulama Rahim assegaf Puang Makka, figur tokoh masyarakat kharismatik akan muncul secara alami dan figur itu menjadi panutan serta akan menjadi tempat masyarakat mengadu, meminta izin dan lainnya dengan syarat selama figur itu tidak berpolitik. Bila figur itu berpolitik, berarti figur itu berpihak, maka lunturlah kefigurannya.

Dia juga mengingatkan agar Gerakan Kedaulatan Budaya yang sudah dicanangkan ini harus yang rasional yang dapat dilaksanakan, jangan sampai harapan yang besar hanya menjadi gerakan halusinasi.

Di sisi lain,  masyarakat budaya juga mempertanyakan keanehan Kabupaten Gowa  sebagai wilayah pusat Kerajaan Gowa. Dunia mengakui bahwa Pasukan Perang Armada Laut Kerajaan Gowa sangat Tangguh, namun fakta saat ini, daerah tersebut tidak memiliki wilayah laut, karena sudah terbagi ke wilayah Pemerintah Kota Makassar dan Kabupaten Takalar. Ini sesuatu yang ironi dari segi sejarah dan budaya. Dan pertanyaan ini tidak terjawab karena dalam dialog budaya perdana ini tidak terlibat unsur pemerintah. (FDN/AI).

Thursday, 09 January 2025 16:44
 

Penulis : Redaktur  /  Editor : FK Daeng Narang

Makassar (Phinisinews.com) – Genap 170 tahun yang lalu (8 Januari 1885), dengan didampingi istri tercinta R Ay Retnaningsih dan anak-anaknya, Pangeran Diponegoro wafat dalam pengasingannya di Kota Makassar.

Beliau merupakan putra sulung Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) III, Raja Kasultanan Yogyakarta dengan R Ay Mangkarawati. Berkat didikan langsung dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Tegalrejo, Permaisuri Sri Sultan HB I yang berdarah Bugis Makassar, Raden Mas Mustahar (nama kecil Pangeran Diponegoro) tumbuh menjadi pribadi yang relijius, berkarakter dan dekat dengan rakyat.

Ketika melihat dan merasakan langsung kezaliman Penjajah Belanda, pada tahun 1825, Pangeran Diponegoro memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman. Jalan terjal yang menghadang, tidak menyurutkan langkahnya untuk mengobarkan Perang Jawa.

Dahsyatnya Perang Jawa, tidak hanya menorehkan luka bagi Belanda serta barisan “londo ireng” nya (pribumi pro penjajah), namun juga menyisakan trauma yang mendalam.

Mengambil tema “Spirit Diponegoro untuk Indonesia”, pada Rabu 8 Januari 2025, bertempat di Kompleks Makam Pangeran Diponegoro, Makassar, Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro (IKAPADI) Makassar dan Majelis Dzikir Al Khidmah pimpinan wilayah Sul-Sel Ustadz Mas Riyanto bersinergi menyelenggarakan Acara Peringatan 200 Tahun Perang Jawa, Istighotsah & Haul Pangeran Diponegoro Ke-170 Tahun.

Selain mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro dan mendoakannya, melalui momentum ini, diharapkan dapat berfungsi sebagai instrumen kontempelasi diri, khususnya untuk menjaga benteng spiritual dan sosio-kultural, ujar Ketua Panitia, Febrimansyah.

Sebagai informasi, Panitia juga mengundang perwakilan Pemangku Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, TNI - Polri, Pemerintah Kota Makassar, Pemangku Adat serta masyarakat umum.

Sementara itu, Saiful Achmad Diponegoro selaku Ketua IKAPADI Makassar menambahkan, sebagai bagian dari rangkaian acara,  Kamis, 9 Januari 2025, IKAPADI Makassar meluncurkan logo baru organisasi IKA PADI.

Oleh karenanya, lanjutnya, atas nama Trah Diponegoro Makassar dan Pengurus IKAPADI Makassar, Saiful memohon doa restu. Dengan adanya peremajaan logo organisasi, berharap IKAPADI Makassar dapat menjadi salah satu garda terdepan dalam membumikan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Diponegoro.

Bertumpu pada generasi muda Indonesia sebagai sokoguru bangsa, yang juga sebagai pemegang estafet kepemimpinan bangsa, mudah-mudahan ke depan akan muncul Diponegoro-Diponegoro Muda yang selalu berkhidmat kepada Ibu Pertiwi.

IKAPADI Makassar merupakan organisasi kekeluargaan Trah Diponegoro. Dengan berbasis tradisi dan budaya bangsa, IKAPADI Makassar berkomitmen untuk berperan aktif dalam menjaga serta menumbuhkembangkan semangat nasionalisme. (PR/FK).

Thursday, 09 January 2025 16:39
 

Penulis : FK Daeng Narang   /  Editor : Mitha MK

Makassar (Phinisinews.com) – Masyarakat Budaya Sulawesi Selatan, tahun 2025, dalam memperingati delapan dekade berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesuia – NKRI  (1945-2025) meluncurkan gerakan “Kedaulatan Budaya”.

Tujuannya, membangun monumen ingatan hari bersejarah dan delapan dasawarsa berdirinya NKRI,  menampilkan kekayaan budaya Indonesia sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman, menumbuhkan rasa nasionalisme, cinta tanah air dan kebersamaan di kalangan masyarakat, mengapresiasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan dan meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Saat peluncuran di hadapan wartawan di RAS (Rahim Assegaf Senter) di Makassar, Kamis,  masyarakat budaya diwakili Budayawan A Halilintar Latief, Tokoh Agama, AG Syech Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka dan jurnalis senior, Fredrich Kuen Daeng Narang.

Berbagai kegiatan budaya dan sejarah akan dilakukan sepanjang tahun 2025 tanpa henti seperti tiap hari Kamis setiap minggu dilakukan dialog budaya kebangsaan secara bergilir di tiga tempat yakni RAS Center, STFT (Sekolah Tinggi Filsafat Theologia) Intim (Indonesia Timur) dan di Istana Jongaya, seluruhnya di Kota Makassar.

Sedangkan berbagai kegiatan budaya lainnya dilakukan secara menyebar di seluruh daerah di Sulsel, pameran sejarah dan budaya, beberapa haul pahlawan, Pasiliq Bendera Pusaka, pertunjukkan seni dan teater, lomba lomba,  serta pementasan Benteng Pannyua (Fort Roterdam) catatan Diponegoro karya Maestro Sardono W Kusumo, sekalgus memperingati 200 tahun perang Jawa.

Selain itu, juga dilakukan Gerakan Budaya yang bersifat fisik, seperti Revitalisasi Kawasan Kota Lama Jongaya (di tempat itu dahulu bermukim / istana Raja Gowa XXXII sampai Raja Gowa XXXVI), Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro (Pahlawan Nasional), merintis Museum Karaeng Patingaloang (Ilmuwan dunia abad XVII dari Sulsel) serta Perpustakaannya.

Menjawab pers tentang sumber dana Gerakan Kedaulatan Budaya yang bersifat fisik, menurut Halilintar Latief, akan dilakukan keseimbangan peran pemerintah, tokoh agama dan masyarakat.

Fred Kuen Daeng Narang menambahkan bahwa Gerakan ini akan melakukan berbegai pendekatan terhormat dengan kalangan pemerintah kota, pemerintah provinsi, kementerian terkait dan negara agar dibantu pendanaannya. Namun bila pendekatan itu tidak membuahkan hasil, maka masyarakat budaya akan melakukan Gerakan kedaulatan budaya tersebut secara swadaya, termasuk “open donasi” secara terukur.

Rahim Assegaf Puang Makka, juga mengingatkan agar negara juga harus ada untuk anak, cucu, cicit dan keluarga para pahlawan nasional, minimal melalui pemberian beasiswa agar mereka yang selama ini belum tersentuh dan cenderung seakan terpinggirkan segera mendapat sentuhan karena mereka adalah keluarga pahlawan nasional yang jiwanya pun dikorbankan untuk negara demi kemerdekaan yang sekarang ini kita semua nikmati. (AI/MMK).

Wednesday, 01 January 2025 10:22
 

Penulis : FK Dg Narang   /  Editor : Mitha MK

Makassar (Phinisinews.com) – Kalangan tokoh masyarakat, Budayawan, Tokoh Agama, Seniman, Wartawan, Pelaku Budaya, Pegiat Budaya, dan lainnya, sepakat menginisiasi dilaksanakannya tiga gerakan budaya tahun 2025 di Provinsi Sulawesi Selatan.

Kegiatan itu adalah “membangun monumen ingatan” hari bersejarah delapan dasawarsa berdirinya Negara Republik Indonesia (NKRI) 1945 -2025, Revitalsasi “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya di Makassar serta Revitalisasi Makam untuk Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro di Makassar.

Salah seorang inisiator, Budayawan yang juga Antropolog, Dr Halilintar Larief, di Makassar, Rabu, menguraikan, untuk kegiatan membangun monumen ingatan bertujuan  menumbuhkan rasa nasionalisme, cinta tanah air dan kebersamaan dikalangan masyarakat, mengapresiasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan, meningkatkan kesadaran generasi muda pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menampilkan kekayaan budaya Indonesia sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman.

Kegiatannya antara lain, dialog budaya kebangsaan, pemeran sejarah dan budaya, milad 140 tahun Andi Mappanyukki, beberapa kegiatan revitalisasi, malam renungan dan doa 16 Agustus 2025 serta upacara bendera 17 Agustus 2025 di Goa Purba Leang leang Kabupaten Maros, pertunjukkan teater, Pasiliq Bendera Pusaka di seluruh wilayah Sulsel, lomba-lomba serta pagelaran Bhineka Tunggal Ika.

Selain itu, lanjutnya, melakukan Revitalisasi Kawasan “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya di Makassar karena Kawasan Kota Lama Jongaya memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi.

Area ini mencakup berbagai situs penting seperti Istana Jongaya, Rumah Andi Pangeran Pettarani, Masjid Tua Babul Firdaus, Kompleks Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologia Indonesia Timur (STT Intim), situs Pocci Butta (Pusat Negeri), Makam Datu Sawitto, Sambung Jawa, Kawasan Melayu, pengrajin perak Balangbaru, institusi pendidikan seperti SMP/SMA Frater Jongaya, dan situs-situs lain yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Kawasan ini merupakan cerminan perjalanan sejarah dan identitas budaya masyarakat setempat.

Namun, seiring dengan perkembangan kota, kawasan ini menghadapi tantangan seperti penurunan kualitas infrastruktur, degradasi lingkungan, penurunan nilai historis, kurangnya perhatian terhadap situs-situs bersejarah, dan minimnya pengembangan industri kreatif berbasis lokal.

Tujuan revitalisasi kawasan itu, menghidupkan kembali kawasan Jongaya sebagai ikon “Kedaulatan Budaya”, dimana identitas toleransi, pluralisme, kebudayaan lokal berbaur dengan budaya baru, edukasi sejarah, dan industri kreatif, memberdayakan komunitas lokal dalam pelestarian serta  pengelolaan kawasan, menyediakan ruang publik untuk diskusi, edukasi dan pementasan seni, meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial kawasan untuk menunjang aktivitas budaya, pendidikan dan ekonomi kreatif, mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif dan UMKM berbasis budaya, serta meningkatkan daya tarik edukasi sejarah dan budaya.

Di samping itu, juga akan dilakukan Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro di Makassar. Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal melalui perjuangannya dalam Perang Jawa (1825–1830).

Tahun 2025 akan menjadi momen bersejarah, menandai 200 tahun perlawanan heroiknya melawan penjajahan Belanda. Sebagai bentuk penghormatan, revitalisasi makam Pangeran Diponegoro yang terletak di Makassar menjadi prioritas, mengingat pentingnya peran beliau dalam sejarah bangsa.

Revitalisasi ini bertujuan untuk melestarikan nilai sejarah, memperbaiki kondisi fisik makam, dan meningkatkan daya tarik situs ini sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi.

Melalui revitalisasi yang terencana, diharapkan dapat menciptakan ruang yang layak untuk mengenang jasa-jasa beliau dan mendukung aktivitas peringatan nasional 200 tahun Perang Diponegoro, ujar Halilintar yang telah menulis ratusan buku budaya, sejarah dan novel yang berkaitan dengan sejarah dan budaya.

Jurnalis senior, Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si, mencatat, Budayawan Halilintar Latief tahun sebelumnya, sepanjang tahun juga menginisiasi dan melaksanakan berbagai kegiatan budaya melalui Gerakan “Sipakatau” sebagai upaya membangun monumen ingatan dengan cara swadaya bersama masyarakat pelaku dan pegiat budaya di seluruh Sulsel.

Hal itu dilakukan sebagai wujud keprihatinan terhadap minimnya perhatian Pemprov Sulsel dan kabupaten kota untuk melakukan kegiatan (event) budaya serta minimnya dukungan dana terhadap berbagai kegiatan budaya yang bersifat rutin dilaksanakan setiap tahun.

Tahun 2025 ini, inisiator semakin banyak untuk membangun monumen ingatan dan kini menyentuh Revitalisasi yang bersifat fisik, yakni Rivitalisasi “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya Makassar serta Revitalisasi Makam Pengeran Diponegoro di Makassar.

Para inisiator tetap berharap Kementerian Kebudayaan dan, Pemprov Sulsel serta  kalangan DPR, DPRD mendukung, sebab seluruh perencanaan sudah dilakukan secara rinci dan tetap akan dilaksanakan pelaksanaan fisiknya secara swadaya atau dengan dukungan pemerintah. “Itu tekad kami,” ujar Halilintar. (FK/MMK).

Friday, 11 October 2024 10:39
 

Penulis : Bambang Santoso  /  Editor : Ahmad Imron

Tangerang, Banten (Phinisinews.com) – Universitas Pamulang (Unpam) melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) melakukan pelatihan pembuatan portofolio memanfaatkan Google Sites untuk guru-guru di SDN 1 Keroncong, Tangerang, Provinsi Banten.

PKM, di SDN 1 Keroncong, Tangerang,  pekan lalu, melibatkan tiga dosen dan tiga mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu Komputer, Program Studi Teknik Informatika, yakni dosen Bambang Santoso sebagai ketua tim, Sofa Sofiana sebagai narasumber, dan Alvino Octaviano sebagai fasilitator dan tiga mahasiswa adalag Putri Intan Mogot, Chindy Lestari dan Azriel Fachrul Rezy.

Berdasarkan kebutuhan adanya portofolio bagi guru SD, tim PKM Unpam berusaha mencari tools yang mudah dipakai sebagai alat bantu pembuatan portofolio. Portofolio ini harus mampu menyimpan segala dokumen yang menunjang keperluan laporan guru SD, dan sekaligus sebagai alat bantu dalam kenaikan pangkat nantinya, ujar Ketua Tim Pelatihan, Bambang Santoso.

Tim PKM melihat bahwa tools Google Sites dapat membantu dalam pembuatan portofolio guru SD. Para guru dapat menyimpan segala modul ajar untuk tiap mata pelajaran yang diampu di dalam aplikasi Google Sites. Juga dapat menuliskan curriculum vitae, artikel jurnal yang sudah ditulis, buku yang dihasilkan, seminar yang diikuti beserta sertifikatnya, dan lain-lain.

Di samping itu, Google Sites juga sangat bagus untuk kolaborasi. Yaitu kerjasama baik dengan tim guru maupun dengan orang tua murid. Dan yang paling penting, Google Sites ini mudah digunakan dan diimplementasikan tanpa harus tahu banyak ilmu komputer.

Selain itu, juga sangat murah, karena Google Sites ini gratis tanpa perlu membayar apa pun. Kecuali jika ingin memakai fitur yang sangat advance. Tapi tanpa fitur advance, aplikasi ini sudah sangat memadai digunakan.

“Dengan Google Sites, para guru dapat membuat sejarah diri sendiri mengenai prestasi dan karya yang sudah pernah dibuat. Sekaligus dapat membagikan karyanya (misal buku atau modul ajar) kepada siswa dan teman sejawat,” ucap Narasumber Pelatihan, Sofa Sofiana.

Hadir sebanyak 31 peserta dalam pelatihan Pemanfaatan Google Sites tersebut dan peserta mendapatkan pelatihan cara registrasi, membuat halaman awal Google Sites, pengisian konten, penambahan halaman, mengunggah bermacam jenis berkas ke Google Sites, seperti gambar, dokumen, teks, bahkan suara dan video.

Para peserta saat pelatihan wajib membawa laptop masing-masing dan langsung praktik membuat halaman-halaman dalam Google Sites.

Terlihat, peserta pelatihan sangat antusias dalam membuat konten karena memang ini diperlukan dalam laporan tiap semester serta ketika harus mengurus kenaikan jabatan.

Tiga mahasiswa Unpam tampak sibuk membantu jika ada peserta yang kesulitan dalam melakukan yang diminta oleh narasumber. Saat sudah berhasil, para peserta terlihat puas akan hasil karyanya sendiri.

Diakhir sesi pelatihan diadakan kuis dengan hadiah bagi yang dapat menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan.

“Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami,” komentar salah seorang peserta dan dilanjutkan peserta lain, “menyenangkan dan asyik,”. “Semoga dapat dilanjutkan dengan pelatihan lain,” ujar peserta lainnya lagi bersemangat.

Secara keseluruhan, peserta menilai bahwa pelatihan berhasil memenuhi kebutuhan para guru yaitu membuat portofolio dengan mudah dan tanpa belajar yang rumit. (BS/AI).

Saturday, 21 September 2024 05:29
 

Penulis : Mitha MK    /   Editor : Fyan AK

Makassar (Phinisinews.com) – Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Asesor Kompetensi Pers, Fredrich Kuen, M.Si, di Makassar, Sabtu, menyerahkan Sertifikat Kompetensi Wartawan kepada dosen pengampuh ilmu jurnalistik yang dinyatakan kompeten kepada dua (2) dosen Universitas Muhammadiyah Bone.

Kedua dosen tersebut adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik, Dr Muh Safar, S.Pd, M.Pd, C.Ed dan Ketua Program Studi Bahasa, Andi Srimularahmah, S.Pd, M.Pd Universitas Muhammadiyah Bone, Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya menyelesaikan pelatihan dan praktek berbasis kompetensi berdurasi 32 jam, “Competency-Based Journalism Training for Editors” serta mengikuti Uji Kompetensi Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) lisensi BNSP.

Pelatihan berbasis kompetensi dilakukan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC) Makassar, Jalan Metro Tanjung Bunga, Ruko Mall GTC GA.9 No.7 Makassar (contact Admin 0815 3332 2118) dengan materi latih, “Understand as a gatekeepers, Planning and coverage +praktek, Editing news+praktek, Editing and weighting+praktek, Editing photo+praktek, Layout on rublic+praktek, KEJ+praktek, serta Exercise editorial discration.”

Sedangkan Uji Kompetensi Wartawan Madya dilakukan melalui metode observasi dengan portofolio pendukung karya tulis penelitian Jurnal Sinta 3 (tiga) dilakukan di Tempat Uji Kompetensi (TUK) Yayasan Pers Multimedia Phinisi Kuensyam (Y-PMPK) LSP PI Lisensi BNSP dengan Alamat yang sama dengan P2MTC Makassar.

Ketika dicegat wartawan,  Asesor Kompetensi Pers, Fredrich menyatakan pihaknya menyambut positif bahwa Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) lisensi lembaga sertifikasi negara BNSP bukan hanya diminati wartawan secara umum, tetapi juga oleh berbagai kalangan yang terkait dengan dunia jurnalistik serta pengajar ilmu ilmu jurnalstik.

Dia merinci, untuk dosen pengampuh ilmu jurnalistik yang ingin mengikuti SKW lisensi BNSP harus memenuhi persyaratan, seperti harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan berbasis kompetensi sesuai level kompetensi yang diinginkan serta didukung pertofolio karya tulis penelitian untuk wartawan muda Jurnal Sinta 4, Wartawan Madya Jurnal Sinta 3 dan Wartawan Utama Jurnal Sinta 2 atau Jurnal Internasional Scopus.

Tujuannya, untuk menyeimbangkan pengetahuan teori dan praktek jurnalis untuk semua level bagi dosen pengampuh ilmu jurnalistik, sehingga para pengampuh kompeten dan professional dalam penerapan ilmunya kepada mahasiswa.

Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Bone, Dr Muh Safar dalam testimoninya mengatakan, pihak universitasnya menganjurkan untuk semua dosen melengkapi diri dengan sertifikasi  kompetensi untuk mata kuliah apapun yang memungkinkan dan khusus untuk kompetensi wartawan diarahkan untuk dosen pengampuh ilmu jurnalistik dan ilmu bahasa.

Tujuannya agar pengajaran dilakukan secara kompeten dan professional untuk menghasilkan luaran berkualitas tinggi. (MMK/FAK).

Saturday, 14 September 2024 05:16
 

Oleh : Sizuka *

Jakarta (Phinisinews.com) - Merupakan media elektronik tertua di dunia, radio pada masanya pernah menjadi media primer yang efektif dalam membangun propaganda di sebagian besar negara. Di Indonesia, proklamasi kemerdekaan untuk pertama kalinya disiarkan melalui Radio Hoso Kyoku oleh Joesoef Ronodipoero yang dapat didengar ke seluruh dunia.

Kemudian, Bung Tomo juga menggunakan radio untuk mengobarkan semangat perjuangan melawan sekutu pada Oktober--November 1945 di Surabaya.

Radio pada masa kini mungkin tak lagi menjadi media penyiaran unggulan di tengah gempuran teknologi komunikasi, tetapi radio tergolong media tangguh yang mampu bertahan eksis sampai hari ini. Dalam beradaptasi mengikuti perkembangan zaman stasiun radio pun terpaksa harus ikut hadir ke berbagai platform demi menjaganya tetap ada di antara audiens yang bertebaran di jagat digital.

Padahal, siaran radio secara tradisional seperti halnya membaca buku fisik, lebih banyak menawarkan manfaat kesehatan mental bagi para pendengarnya. Berbeda ketika siaran radio dinikmati melalui gawai, platform digital, dan dalam jaringan internet, maka fungsi terapinya akan berkurang bahkan hilang karena audiens radio dalam waktu bersamaan terpapar layar gawai dan terperangkap dalam aktivitas online yang berpotensi menimbulkan adiksi.

Akan tetapi apa lacur, perkembangan teknologi memaksa semua jenis media bermigrasi ke platform digital tanpa terkecuali media berbasis audio seperti radio maupun media tulis.

Pakar komunikasi dari Universitas Hasanuddin Makassar, Mitha Mayestika Kuen, M.I.Kom berpandangan bahwa radio tidak lenyap karena mampu beradaptasi dengan teknologi modern.

Sudah semestinya radio melakukan transformasi digital untuk menyesuaikan dengan tuntutan pendengar era kekinian, termasuk menjadi wadah informasi yang menampilkan visual secara langsung dan beradaptasi dengan perubahan zaman.

“Untuk tetap relevan, radio harus beroperasi di multiplatform kekinian seperti podcast dan media sosial sehingga dapat meningkatkan pencapaian target audiens dan mengembangkan kemampuan para penyiar,” kata Mitha.

Di antara gemerlap media layar kaca dan pesona media sosial, radio tetap memperoleh tempat tersendiri di hati para pendengar setia, karena berbagai kelebihannya dalam membangun kedekatan emosional dengan audiens.

Karena output siaran radio bersifat auditif  sehingga membangun imajinasi. Radio dapat menciptakan theatre of mind dengan menggunakan kata-kata yang memvisualisasikan apa yang disampaikan  sehingga pendengar dapat terbuai perasaannya saat mendengarkan (misalnya) drama radio.

Radio juga memiliki sifat partisipasif karena terdapat hubungan emosional antara pendengar dan penyiar. Hubungan interaktif antara penyiar dan pendengar yang sangat mudah dilakukan, membuat pendengar merasa dekat dengan penyiar.

Apalagi radio tidak menuntut kemampuan membaca atau melihat, melainkan sekadar kemampuan mendengar.

Hal demikian membuat radio lebih akrab dan hangat dalam membuat rasa kedekatan antara penyiar dan pendengar, menurut kandidat doktor Ilmu Komunikasi Unhas itu.
 

Fungsi terapi


Bagi pendengar, siaran radio yang dinikmati secara klasik yakni dari perangkat pesawat radio dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan mental. Mengapa mesti dari perangkat khusus radio? Karena mendengarkan radio sambil terhubung dengan internet malah berisiko mengganggu kesehatan mental, termasuk terkena sindrom Fomo.

Bila mendengarkan radio dari gawai yang terhubung internet, sangat besar kemungkinan audiens juga membuka media sosial, yang cenderung menyeret warganet untuk terus berselancar di media maya.

Ketika menatap layar, otot mata juga dipaksa bekerja lebih keras karena menyesuaikan dengan cahaya layar yang berpendar-pendar. Maka mendengarkan siaran radio dari perangkat khusus, seperti halnya membaca buku fisik, lebih sehat.

Ilmuwan Psikologi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Aldani Putri Wijayanti, S. PSi. M.Sc., mengemukakan bahwa sebenarnya ketika mendengarkan--apa pun-- itu termasuk proses mental. Pendengaran melibatkan mekanisme otak yang kompleks dalam memproses suara, termasuk ucapan, musik, dan bunyi.

Mendengarkan radio, utamanya program interaktif, atau musik yang diputar secara acak -- berbeda dengan daftar putar yang bisa kita atur seperti di layanan musik digital-- khususnya unsur refleksi emosi yang positif lewat lirik atau nada yang kita bisa terhubung dan menyukainya, karena ada kegirangan oleh sebab baru mendengarnya atau tidak sengaja mendengarnya.

“Ini menjelaskan kenapa kalau ada yang punya distress psikologis dan random memutar radio itu bawaannya bisa lebih enteng,” kata Alda.

Musik yang diperdengarkan secara acak juga memberikan stimulasi kognitif yang beragam, membantu otak tetap fleksibel dan terbuka terhadap pengalaman baru.

Program radio yang interaktif, memungkinkan pendengar merasa terhubung, tidak seperti menonton televisi atau layanan streaming film yang satu arah. Keterhubungan dan saling interaksi seperti kirim-kirim salam lewat radio dapat mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kesejahteraan emosional (emotional wellbeing).

Menurut dosen Fakultas Psikologi Undip itu, keterlibatan aktif dalam program, seperti mengirim pesan atau berpartisipasi dalam diskusi, merangsang otak untuk berinteraksi sosial dan membangun empati.

"Journal of Happiness Studies" mengungkap, mendengarkan musik termasuk dari program radio bisa membuat hidup lebih puas dan bahagia.

Selama pandemi COVID-19 lalu, studi dari BBC Sounds bersama Universitas Sussex juga mengungkap bahwa mendengarkan radio membuat seseorang merasa tidak sendirian dan tetap merasa normal di tengah situasi yang serba tidak pasti.

Radio jadi teman setia yang membantu seseorang tetap waras dan bahagia, ujar pengurus Ikatan Psikologi Klinis – HIMPSI Jawa Tengah itu.

Sementara bagi penyiar, siaran radio memberi banyak tantangan. Karena bagaimana mengemas informasi atau acara secara menarik hanya dengan modal suara atau audio, itu membutuhkan keterampilan yang kompleks.

Tak heran bila radio menjadi semacam tempat penggemblengan para broadcaster. Banyak jebolan radio yang sukses berkarier di media penyiaran lain atau dunia hiburan. Nama seperti Indy Barends, Indra Bekty, Deddy Mahendra Desta, Nycta Gina, serta Sarah Sechan hanyalah beberapa dari deretan nama penyiar radio yang memiliki karier cemerlang di layar kaca.

Nostalgia di udara

Membentang sejarah kemunculan radio, kiranya dapat dimulai tahun 1895 ketika seorang penemu Italia Guglielmo Marconi untuk pertama kalinya membuat transmisi suara radio. Adapun perkembangan siaran radio di tanah air dimulai pada 16 Juni 1925 oleh Batavia Radio Vereniging (BRV) di Batavia atau Jakarta.

Media radio konon setia membersamai derap perjuangan anak bangsa dalam menyebarkan informasi penting terkait pergerakan termasuk propaganda dalam menyulut semangat perlawanan terhadap penjajah.

Hingga kehadiran Jepang pada Maret 1942, yang membubarkan radio-radio swasta karena menyadari bahaya propaganda yang disebarkan melalui radio. Jepang pun menerapkan siaran secara terpusat lewat pendirian Pusat Jawatan Radio (Hoso Kanri Kyoku), meski pada akhirnya radio itulah yang “dibajak” untuk mengabarkan proklamasi kemerdekaan RI ke seantero dunia.

Sementara R.A. Darja, yang saat itu menjadi pimpinan siaran Radio Hoso Kyoku, mengucapkan kalimat ikonik, “Di sini Bandung, siaran Radio Republik Indonesia”. Dari situlah cikal bakal lahirnya RRI menggantikan Radio Hoso Kyoku, yang pada 11 September dirayakan sebagai Hari Radio Nasional.

Radio sebagai media lintas zaman pernah menjadi favorit masyarakat kebanyakan dan tetap diminati hingga kini sebagai media hiburan yang mudah dinikmati karena kepraktisan untuk mengaksesnya. Selain hiburan musik, program sandiwara radio di kisaran dekade ‘60–‘80an berjaya mengisi ruang udara Indonesia.

Anda yang termasuk Generasi X kemungkinan besar memiliki nostalgia tatkala bersama anggota keluarga atau teman-teman sebaya mengerumuni pesawat radio untuk menyimak cerita sandiwara seraya angan mengawang-awang membayangkan para pelakon beraksi.

Padahal anda hanya dikelabui oleh permainan efek suara, tetapi derap langkah kuda, bunyi persilangan bilah pedang, derit pintu, atau suara desah angin begitu terasa nyata. Para pendengar pun dibuai dalam gelombang imajinasi selama mengikuti jalan cerita seperti “Saur Sepuh”, “Tutur Tinular”, atau “Mahkota Mayangkara” dan lainnya.

Keesokan harinya, Anda bakal berkumpul lagi seperti biasa karena penyiar menjanjikan episode selanjutnya akan diputar pada hari berikutnya dan jam yang sama. Menikmati sandiwara radio pada zaman itu sungguh membutuhkan kesabaran karena episode demi episode harus ditunggu dan tidak dapat diputar ulang layaknya layanan serial audio on demand yang dapat diputar kapan saja kita mau. Namun justru di situlah letak sensasinya.

Maka nikmatilah siaran radio secara tradisional demi memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan mental. (Artikel ini dikutip dari ANTARANEWS.COM yang disiarkan 12.09.2024. 10.58 WIB / Redaktur). Link : https://www.antaranews.com/berita/4327411/sehat-dan-berjaya-bersama-media-massa-tertua-di-dunia

Catatan : Sizuka adalah Redaktur Lifestyle ANTARA (Kantor Berita Indonesia).

Galleries

 
  Penulis : Fred Daeng Narang   /  Editor : Ahmad Imron Makassar (Phinisinews.com) – Dialog Budaya sepanjang...
  Penulis : FK Daeng Narang   /  Editor : Mitha MK Makassar (Phinisinews.com) – Masyarakat Budaya Sulawesi...
  Penulis : FK Dg Narang   /  Editor : Mitha MK Makassar (Phinisinews.com) – Kalangan tokoh masyarakat,...
  Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha MK Bekasi, Jawa Barat (Phinisinews.com) – Master Asesor BNSP,...

Get connected with Us