Penulis : Rio & Firdaus / Editor : Fred K
Makassar (Phinisinews.com) – Dialog budaya ke-5 di Sulawesi Selatan, berlangsung seru, karena pertanyaan yang mengemuka tanpa jawaban adalah masih adakah budaya “local wisdom” kebijaksanaan lokal pada demokrasi lokal di Provinsi Sulsel.
Sebab hampir semua kepala daerah dua periode yang bertarung di kontestasi pemilihan legislative tidak lolos, serta kecenderungan kaderisasi tidak berjalan baik pada partai politik, sebab yang menang dalam pemilihan legislative untuk semua tingkatan, terbanyak hanya yang kuat dari segi finansial.
Hal itu mengemuka pada Dialog Budaya ke-5 Gerakan Kedaulatan Budaya dengan tema “melihat ulang demokrasi lokal” menampilkan narasumber Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, SE, M.IKom, Anggota KPU Kota Makassar, Dr Abdi Goncing, M.Ag, dan Ketua LSM Lapar, Asnawi Chaeruddin di Kapel Kebangkitan Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (STFT) Indonesia Timur (Intim), di Makassar, Kamis, dan dihadiri Ketua STFT Intim Makassar, Pdt Dr Lidya K Tandirerung, MA, M.Th.
Tokoh Masyarakat, Ir Syamsul Bachry Daeng Anchu mempertanyakan, dari 10 kepala daerah dua periode di Sulsel yang ikut kontestasi pemilihan legislative, sembilan orang diantaranya tidak lolos, periode sebelumnya, Gubernur Sulsel dua periode juga tidak berhasil lolos pada pemilihan legislative.
Ini siapa yang salah ?, apakah 10 tahun tidak cukup meletakkan dasar yang kuat agar dicintai rakyatnya atau ada cara memimpin yang kurang tepat, sehingga harus kembali dipertanyakan kemana akar budaya kebijaksanaan lokal pada demokrasi lokal, ucapnya.
Tokoh masyarakat lainnya, Nasran Mone, juga menggugat sistem kaderisasi pada semua partai, apakah masih berjalan atau tidak, sebab terbanyak pemenang kontestasi legislative adalah figur yang secara finansial kuat dan bagaimana peran KPU dan Bawaslu saat penyelenggaraan Pilkada maupun Pemilihan legislative itu sendiri terhadap kekuatan money politic.
Abdi Goncing mengatakan, KPU sebagai penyelenggara pemilihan taat aturan main Pilkada maupun pemilihan legislative sesuai aturannya dan itu dilaksanakan secara prosedural.
Sdangkan sebagai Pengawas, kata Mardiana, Bawaslu sejak awal terus mensosialisasikan keterlibatan masyarakat dalam Pelkada maupun pemilihan legislative, agar pengawasan dilakukan secara terpadu dengan sistem pelaporan yang benar.
Menurut dia, Partisipasi pemilih menjadi sorotan paling penting dalam diskursus demokrasi lokal.
Sedangkan Asnawi mengatakan, persiapan dan pembinaan kader-kader pemilih sebagai cara yang mendasar untuk menyediakan pendidikan politik serta upaya menciptakan perubahan sosial yang menghasilkan sebuah kekuatan demokrasi lokal.
Semoga dialog budaya ini memberi sebuah cara berpikir yang baru untuk bekerja bersama-sama dan sadar akan pentingnya dinamika demokrasi local, kebijaksanaan lokal serta nilai lokal.
Dialog budaya dilakukan sejak 9 Januari 2025 setiap hari Kamis, dan direncanakan berlangsung sepanjang tahun 2025 sebagai rangkaian kegiatan memperingati delapan dekade Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, dan terbuka untuk umum serta berbagai komunitas budaya. (Rio-Fir/FK)