Penulis : Fyan Editor : Fred
Makassar (Phinisinews.com) – Trainer Utama Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Mitha Mayestika Kuen, S.IP, M.Ikom mengatakan, jangan pernah menghilangkan atau mengedit fakta gambar pada liputan jurnalistik, baik itu foto maupun video hanya karena alasan artistik.
“Jangan lakukan editing gambar untuk fakta jurnalis yang terekam dalam foto maupun videonews,” kata Mitha pada pelatihan jurnalistik (Journalism Private Training) “cara cepat menjadi wartawan profesional multitalenta” yang diselenggarakan P2MTC di kampusnya, Ruko Mall GTC Tanjung Bunga, Makassar, 20-21 Februari 2021, Minggu, diikuti kalangan Citizen Journalism, Copy Writer dan Desain Grafis.
Menurut dia, yang boleh dilakukan adalah mem-blur (mengaburkan) menggunakan fasilitas yang terdapat pada smartphone.
Gambar foto maupun video adalah sejuta kata, biarkan fakta gambar berbicara, kecuali itu melanggar kode etik serta tidak edukatif seperti sadistis, pornografi, iklan rokok dan lainnya, maka sebagian gambar tersebut harus di kaburkan (blur).
Manfaatkan telepon gengang pintar (smartphone - hp) anda untuk menciptakan karya jurnalistik kekinian sesuai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini.
“Jangan hanya HP nya yang pintar, melainkan pemegang/pemilik smartphone itu juga harus pintar menggunakan teknologi maupun aplikasi yang ada di dalamnya untuk membuat karya terbaik, baik dalam konteks jurnalistik maupun saat mengisi konten media sosial (medsos), “ kata Mitha yang juga penulis Buku Kewartawan di Era Milenial.
Menurut dia, tidak sulit membuat video berita menggunakan smartphone dengan teknik dasar angle close up (jarak dekat), medium (menengah) dan longshot (jarak jauh) dengan sistem pengambilan gambat cut to cut dilengkapi narasi menggunakan rumus berita 5W+1H..
Cara ini, selain unuk produk jurnalistik praktis juga bisa jadi “surga” bagi pemain medsos di instagram dengan gambar bergerak kuliner, pariwisata dan lainnya. Dan semua bisa dibuat dengan hasil menarik, kata Mitha yang juga Dosen Komunikasi Universitas Indonesia Timur Makassar.
Direktur Eksekutif P2MTC, Fredrich Kuen, S.Sos, M.Si menjawab Pers usai pelatihan tersebut mengatakan, perkembangan teknologi komunikasi dapat mempermudah kerja jurnalistik dan wartawan kekinian dituntut menjadi multitalenta.
Jadi seorang wartawan saat ini harus memiliki kemampuan menulis berita, membuat foto berita dan membuat video berita dalam satu liputan, terutama bagi media online yang memiliki fasilitas penyiaran langsung tiga item itu. Berbeda dengan masa lalu, tiap orang wartawan hanya memiliki satu ketrampilan yakni pembuat berita adalah wartawan, pembuat foto berita adalah fotografer dan pembuat gambar video berita adalah kameraman.
Menyinggung ramainya kasus hukum yang menimpa wartawan di belahan nusantara, menurut Fredrich yang juga penulis Buku Jurnalisme dan Humanisme, pers harus berani melakukan otokritik terhadap dirinya.
Perusahaan Media Pers harus berani bertanya sejauhmana melaksanakan tanggungjawab pembinaan dan edukasi terhadap sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan untuk membuat wartawannya profesional.
Selain itu, sejauhmana organisasi pers yang jumlahnya cukup banyak melakukan pembinaan dan edukasi bagi anggotanya untuk menjadi wartawan profesional dan tampil melakukan pembelaan serta advokasi bila anggatanya mengalami delik pers.
Perusahaan Media dan organisasi pers adalah pihak yang bertanggungjawab terhadap pembinaan dan edukasi untuk menjadikan wartawan profesional, bukan Dewan Pers.
Selama ini, dalam berbagai kasus hukum menyangkut pers dan produk berita, Dewan Pers hanya Tim Penilai dan tukang semprit yang ujung ujungnya hanya mengeluarkan rekomendasi penyelesaian menggunakan aturan hukum Pers atau Aturan Hukum Umum.
“Tidak perlu saling tuding banyaknya kasus hukum yang berkaitan dengan pers dan berita, melainkan mari bersama melakukan pembenahan, sebab ini adalah wajah kita, wajah pers nasiona,” ujar Fredrich yang juga pemegang sertifikat Penguji Kompetensi Wartawan.
Kalau Perusahaan media yang membuat media online hanya karena kemudahan reformasi dan organisasi wartawan yang belum mampu melakukan pembinaan dan edukasi secara maksimal bagi wartawan dan anggotanya, maka silahkan menggunakan lembaga pelatihan jurnalistik profesional untuk mempercepat pembinaan dan edukasi untuk menjadikan pekerja pers sebagai wartawan profesional, ujarnya. (FA/FK)