Penulis : Fred K / Editor : Mitha K
Makassar (Phinisinews.com) - Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, SH, MH, menilai sangat positif kegiatan Gotong Royong Gerakan Kebudayaan dari Sulawesi “Sipakatau”.
Gerakan kebudayaan “Sipakatau” ini merupakan upaya melestarikan kebudayaan, tradisi serta kebijaksanaan lokal yang selama ini dinilai tradisional, sekaligus upaya membangun monumen ingatan, upaya ini sangat positif, kata Pangdam Andi Muhammad yang juga cucu Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki, saat menerima kunjungan Ketua Umum Panitia “Sipakatau”, Dr Halilintar Latief yang didampingi Ketua Devisi Publikasi dan Umum, Fredrich Kuen Daeng Narang, MSi serta Tim Panitia lainnya di Rujab Pangdam, di Makassar, Rabu.
Selaian penilaian sangat positif terhadap Gerakan kebudayaan “Sipakatau”, Andi Muhammad, baik sebagai Pangdam Maupun sebagai cucu Raja Bone, mendukung gerakan kebudayaan ini dan mempersilahkan rumah leluhur yang juga rumah sejarah “Istana Jongayya” yang masih berdiri kokoh sejak dibangun tahun 1834 miliknya untuk digunakan sebagai tempat pembukaan gerakan budaya “Sipakatau”, 31 Juli 2022.
Istana Jongayya di jalan Kumala, Makassar, Sulawesi Selatan ini adalah tempat atau rumah sejarah, karena tempat berkumpul para pejuang, raja raja pejuang, ulama besar lainnya saat revolusi melawan penjajah. Bukti baik gambar, foto dan lainnya ada dalam rumah tersebut. Tercatat Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Nasution, AP Petta Rani, Andi Jemma, Wolter Monginsidi dan lainnya pernah berada di rumah tersebut dan kini semuanya tercatat sebagai pahlawan nasional.
Apresiasi yang baik terhadap gerakan kebudayaan “Sipakatau” tersebut juga diberikan karena banyak dan beragamnya kegiatan budaya yang akan dilakukan serta waktunya selama 114 hari. “Ini sangat lama,” ujarnya.
Namun, Pangdam menjadi sangat paham ketika dijelaskan bahwa semua kegiatan budaya tersebut dilakukan oleh kelompok budaya, komunitas budaya, Lembaga budaya, pelaku budaya serta lainnya secara mandiri di tempat masing masing di berbagai kabupaten di Sulsel serta ada pameran UMKM terutama untuk produk kerajinan dan budaya di Benteng Somba Opu yang melibatkan banyak pihak.
Jadi selain kepanitiaan besar “Sipakatau” juga banyak panitia kecil sesuai kegiatan yang akan dilakukan.
Pangdam memuji pelaksanaan gerakan budaya “Sipakatau” yang dilakukan secara gotong royong dan swadaya, namun dia tetap menyarankan agar panitia melibatkan Pemerintah sebab pemerintah mempunyai anggaran pelestarian budaya yang mungkin saja bisa diberikan.
Pangdam mencontohkan saat pihaknya berkolaborasi dengan Pemda setempat menyelenggarakan Lomba Pacuan Kuda di Kabupaten Jeneponto, Sulsel, yang sangat sukses dari segi penyelenggaraan lomba, peserta serta dampak positif dari kegiatan tersebut bagi para pelaku ekonomi UMKM.
Kuda dari Kalimantan, dari seluruh Sulawesi dan daerah lainnya, datang ke Jeneponto untuk berlaga di pacuan tersebut. Kegiatan itu sengaja dihidupkan setelah sekian lama fakum. Ini kegiatan rakyat yang sejak dahulu menjadi tradisi di wilayah itu, ujarnya.
Pada Pembukaan Gerakan Budaya “Sipakatau” rangkaian acaranya adalah Pidato kebudayaan, sambutan dan kisah tentang Istana Jongayya, doa kebangsaan enam agama, Mattompang Kawali (pencucian keris/benda pusaka) serta parade puisi heroik yang dilakukan secara bersahutan.
Khusus kegiatan Mattompang akan dilakukan oleh Lembaga Badik Celebes yang sudah ada sejak tahun 2000 dan selama ini menjadi laboratorium seni dan budaya celebes, utamanya untuk menjaga dan melestarikan pusaka warisan leluhur.
“Sipakatau” menurut Halilintar, berasal dari Bahasa Bugis dan Makassar yang berarti saling memuliakan manusia. Gerakan budaya “Sipakatau” ini membopong nilai luhur gotong royong, kesetiakawanan, rela berkorban untuk bangsa dan negara. Ini sebagai suatu strategi penting agar masyarakat umum sadar penuh soal siapa dan apa kita sebagai Indonesia, dan kemana kita akan menuju maju bagi negeri tercinta.
Ruang-ruang sosial yang tercipta dalam gerakan ini sekaligus dapat dijadikan arena strategis pembentukan “karakter bangsa” memperteguh jatidiri sambil merawat keberagaman. Karena itu, “Sipakatau” juga adalah wadah dalam “promosi toleransi” dan mendorong tradisi budaya sebagai pelopor dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, ujarnya.
“Sipakatau” akan menciptakan ruang perjumpaan yang memberikan interaksi budaya antara generasi dan berbagai strata sosial yang saling memperkaya, memperkuat, dan mampu melahirkan budaya baru yang inklusif. Peristiwa ini dapat menjadi model mekanisme integrasi nasional Indonesia secara empiris berdasarkan pada suara-suara otentik warga negara Indonesia dari berbagai status sosial melalui seni dan budaya, ujarnya.
Menurut Fredrich, Kegiatan utama selama 114 hari itu antara lain ”Paliliq Bate-bate” (Arakan bendera-bendera pusaka) akan berkeliling ke 23 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan serta Parade Bendera Pusaka Hari Sumpah Pemuda di Leang-leang Maros. Pada Peringatan Sumpah Pemuda tersebut akan digelar pula konser “Suara Purba” karya Otto Sidarta, dan deklarasi kebudayaan.
Selain itu, berbagai peristiwa budaya penting dilakukan di beberapa tempat; misalnya, Bajeng Fair 2022 (1-14/08/2022), Hari Bahari (28/08/2022), Hari Tari Sulawesi I, Pelantikan MAKN Maros, berbagai upacara tradisi dan inovasi, ziarah, Pidato Kebudayaan, Doa Kebangsaan, Kongres Kebudayaan Sulsel III, Pertemuan adat, Pagelaran Bhinneka Tunggalan Ika (setiap tanggal 28), Workshop Seni Bela Negara, berbagai Lomba seni (poster, puisi, fotografi, video), Pameran Ekonomi Kreatif di Benteng Somba opu Makassar, dan lainnya, ujarnya. (FK/MK).