Mahasiswa-mahasiswa Australia kelas Bahasa Indonesia Flinders University memamerkan kemahirannya menabuh gamelan. Laura Gransburry, Liam Sankey, Andrew Schaefer, Jake Wundersitz, Hannah Impett, dan teman-temannya menikmati malam Minggu dengan mendendangkan tembang-tembang slendro dan pelog.
“Memainkan gamelan mendapatkan sensasi yang luar biasa, sangat berbeda dengan alat musik yang biasa saya pegang seperti gitar, drum, dan lainnya,” ungkap Jake Wundersitz di sela-sela gelaran Flinders University Pendopo: End-of-Semester Concert 2015 (Sabtu, 13 Oktober).
Meskipun banyak dari mereka belum pernah ke Indonesia, rasa cintanya kepada gamelan diungkapkan lewat 6 lagu dengan sangat apik. Seluruh penonton yang terdiri dari warga Australia, WNI diaspora, dan mahasiswa internasional yang menonton konser yang diselenggarakan School of Humanities and Creative Arts Indonesian Department Flinders University tersebut dibuat terkesima dan hanyut bersama kebolehan mereka mengharmonisasikan berbagai instrumen gamelan di gedung dengan arsitektur khas Jawa, Pendopo, yang berdiri di tengah-tengah Flinders University.
“Kenikmatan yang tidak bisa dibahasakan dengan kata-kata,” ujar Liam Sankey yang mampu memainkan gong, demung, dan slenthem dalam konser itu. Liam hanya mengenal Indonesia lewat pelajaran Bahasa Indonesia waktu SD dan tahun ini mengambil kelas Bahasa Indonesia di Flinders University.
Bahkan, mahasiswi yang mengambil kelas Bahasa Spanyol, Ashlee Oswald, sengaja memilih mata pelajaran gamelan untuk bisa menikmati musik dari Jawa ini dengan memainkannya secara langsung.
“Malam yang sungguh indah. Fantastik. Bermain gamelan dengan kelezatan yang tak terkirakan. Amazing.”
Demikian Ashlee mengumbar kebahagiaan di depan ibunya usai konser bersama teman-teman kelas Bahasa Indonesia dan menamakan kelompoknya dengan 2015 Student Gamelan Ensemble. Grup ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswa program S1 yang besrasal dari Flinders dan Adelaide University Australia Selatan.
Kecintaan Ashlee dan Liam terhadap gamelan mendorong keduanya hendak mengenal lebih jauh Indonesia dengan berencana mengunjungi Yogyakarta dan berbagai wilayah nusantara selain Bali yang sudah mashur di Australia.
Sejarah Pendopo dan Mata Pelajaran Gamelan di Australia
Pada malam konser tersebut, ungkapan terima kasih para anggota 2015 Student Gamelan Ensemble dipersembahkan kepada Associate Professor Anton Lucas dan istrinya Kadar Lucas yang pada tahun 1990 menghadiahkan Pendopo dan Gamelan Sekar Laras kepada Flinders University.
Pendopo menjadi simbol keakraban masyarakat dan budaya kedua negara, Australia dan Indonesia, di Flinders University yang mulai dikembangkang sejak 1978.
“Gedung ini telah menjadi rumah bagi pertemuan-pertemuan serta berbagai inisiatif kerjasama dalam beragam bidang seperti pendidikan, kebudayaan, dan kesenian antara masyarakat dan pemerintah Australia dan Indonesia,” kata Anton Lucas yang bersama istrinya mengembangkan senyum bahagia sepanjang konser malam itu.
Profesor yang lebih 30 tahun mendedikasikan kerja-kerja akademisnya pada studi-studi Indonesia di Flinders University ini menceritakan bagaimana upayanya sejak 1980-an untuk menghadirkan Pendopo dan peralatan gamelan yang lengkap di Australia. Baru kemudian ia bersama istri dan beberapa koleganya mendirikan Gamelan Sekar Laras Community Ensemble 1983 yang beralamat di bangunan yang sama pula, Pendopo.
Sejak saat itu ensemble ini mengajarkan gamelan untuk masyarakat dan mahasiswa yang ada di Australia Selatan.
“Karena kami sejak awal membangun kerjasama dengan para akademisi ahli dan praktisi untuk mempelajari dan memainkan gamelan, baik yang berasal dari Solo, Yogyakarta, Canberra, Melbourne, Perth, sampai Amerika Serikat, sehingga kami berkepentingan untuk mendirikan Mata Pelajaran Gamelan di Flinders University,” kenang Anton sambil membeberkan nama-nama seperti Sutendri Yusuf, Sugito, Nani Sudarsono, Ariadne Budianto, Subono dan sebagainya.
Menurut Indonesianis ini, mata pelajaran gamelan di Flinders University menjadi yang pertama di dunia yang berada di bawah departemen ilmu sosial level bachelor untuk mempelajari konteks sosial dan persentuhan gamelan dengan musik-musik lainnya di dunia.
Bahasa Indonesia dan Gamelan
Pada kesempatan yang sama rasa bangga juga ditunjukkan Rossi von der Borch. Sebagai pengampu kelas Bahasa Indonesia di Flinders University, ia mendorong mhasiswanya untuk mengambil mata pelajaran gamelan.
“Dengan gamelan murid-murid tidak hanya belajar bahasa Indonesia dan keindonesiaan lewat tulisan dan bacaan yang menggunakan otak,” kata perempuan yang aktif dalam Program Jembatan, sebuah inisiatif Flinders University untuk membangun kerjasama people to people Australia-Indonesia.
Menurutnya, murid-murid bisa mengenal Indonesia dengan hati mereka lewat permainan dan penciptaan musik yang bagus menggunakan instrumen-instrumen gamelan, selain kegiatan tahunan lainnya seperti berkemah bersama para murid dengan orang Indonesia di Australia Selatan. Untuk itu pula setiap tahun dibentuk kelompok musik gamelan dari masing-masing angkatan.
Dalam konser itu lagu Lancaran Demam Emas digubah oleh salah satu murid Bahasa Indonesianya, Laura Gransbury dengan mengambil tembang slendro.
“Kelas Bahasa Indonesia dan gamelan menjadi media paling efektif untuk mempertemukan Australia-Indonesia melalui perkenalan budaya dan tradisi Indonesia,” cerita Rossi tentang pengalamannya mendampingi murid-muridnya.(Sejuk/Mitha K)