Penulis : Mitha MK / Editor : Ahmad Imron
Makassar (Phinisinews.com) – Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat maju saat ini serta menyentuh hampir semua bidang kehidupan, tidak dapat dibendung, sehingga jurnalisme kekinian juga idealnya harus menentukan sikap untuk melakukan adaptasi atau berkolaborasi dengan kecerdasan buatan (AI - Artificial Intelligence).
Adaptasi artinya kalangan pers menerima sepenuhnya AI, lalu melakukan penyesuian, sedangkan kolaborasi berarti pers memanfaatkan AI hanya untuk sesuatu yang positif dan terbatas (limitit) atau memadukan keduanya yakni adaptasi dan kolaborasi.
Hal itu dikemukakan Direktur Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si saat menjadi pemateri pada acara Diskusi Media, Media Diskusi, dengan tema “Media vs Artificial Intelligence” di Makassar, Selasa, yang diselenggarakan atas Kerjasama Komunitas Kafe Baca serta organisasi pers JOIN (Jurnalis online Indonesia) dan dibuka Ketua JOIN Sulsel, Dr Arry Abdi Salman.
Selain Fredrich, pemateri lain yakni Tokoh Pers dan Akademisi, Dr Drs M Dahlan Abubakar, M.Hum serta dihadiri peserta diskusi dari puluhan wartawan senior, budayawan, sastrawan, seniman, praktisi, akademisi serta lainnya.
Sisi positif dari AI, lanjutnya, dapat meningkatkan efisiensi, kerja semakin cepat, meningkatkan produktivitas dan memudahkan penyelesaian pekerjaan jurnalis, karena mampu menampilkan data secara cepat, menganalisis berbasis algoritma mumpuni, dan itu selama dilakukan secara terbatas serta melalui pengecekan ganda (double cross check) untuk menguji akuraditas sebelum digunakan.
Dampaknya, kebiasaan jurnalis menulis berita lempang (straight news) mulai bergeser ke berita mendalam (indepht news) karena didukung ketersediaan data yang cepat dan analisis algoritma yang baik, dalam mendukung kelengkapan berita.
Fredrich yang juga Asesor kompetensi Pers BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) menguraikan, beberapa item sangat bersentuhan kerja jurnalis dan AI yaitu berita Hoax, kerja Jurnalis (wartawan), kerja gate keepers (redaktur) dan fact checker (pengecekan fakta berita).
Sedangkan untuk menghindari terjadinya delik pers saat mengutip AI, maka pengutipan harus dilakukan secara terbatas (limitit), menyebutkan sumber asal AI, melakukan cek silang (cross check) saat menggunakan aplikasi fact checker yang berbeda untuk mengutip setelah dipastikan kebenarannya, sebab banyak produk AI tidak presisi.
Dia juga mengingatkan bahwa AI tidak memiliki rasa dan tidak diprogram untuk etika, sehingga jurnalis dan gate keepers lah yang harus membuktikan bahwa yang disodorkan AI saat dibutuhkan itu benar dan tetap terapkan critical thinking untuk memperoleh pengutipan aman sebelum disiarkan kembali sebagai produk jurnalistik.
Manfaat lain penggunaan AI untuk jurnalistik yakni dapat memprediksi trend (kecenderungan) berita menarik saat itu, dapat membantu mencari ide liputan, mengedit foto dan video serta sebagai personal asisten.
Fredrich yang juga mantan General Manager (GM) Perum LKBN ANTARA, menyatakan bahwa berbagai penelitian membuktikan bahwa AI tidak bisa mengganti kerja jurnalis dan gate keepers, terutama karena factor rasa dan etika, namun berbanding terbalik dengan fakta, karena beberapa Perusahaan media di dunia maupun nasional melakukan pemutusan kerja secara besar besaran akibat dampak digitalisasi dan penggunaan AI.
Artinya walau peran jurnalis dan gate keepers tidak tergantikan, namun pemilik modal (pemilik media) mengkaji bahwa dengan AI, mereka dapat menjalankan Perusahaan secara efektif dan efisien dengan tenaga kerja yang sedikit, sebab AI dapat digunakan menutup keadaan tersebut tanpa harus digaji, sehingga terjadi PHK untuk berbagai pendukung (Supporting) kerja jurnalis.
Untuk mengamankan kerja jurnalis dan redaktur, dia menyarankan agar terus meningkatkan kompetensi profesi dengan mengikuti perkembangan teknologi komunikasi kekinian.
Menurut Tokoh Pers yang juga Penguji Kompetensi Wartawan Dewan Pers, Dr Dahlan Abubakar, AI membantu jurnalis muda dalam menghasilkan karya jurnalistik, memberi kemudahan informasi pendukung, membantu menyediakan data dan menganalisisnya sesuai dengan dukungan informasi yang dibutuhkan.
Seorang mahasiswi pasca sarjana doctoral (S3) jurnalistik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang juga dosen UIT dan UT, Mitha Mayestika, S.IP, M.IKom juga menguraikan bahwa AI bukan ancaman bagi fotografi, yang memproduksi foto news dan lainnya serta bukan ancaman juga bagi videografi.
Dalam konteks fotografi dan videografi, lanjutnya, meskipun AI dapat membantu dalam pengeditan dan tugas-tugas repetitif, perannya dalam fotografi jurnalistik tidak dapat sepenuhnya menggantikan fotografer manusia. Kredibilitas dan kejujuran yang dihasilkan oleh fotografer tetap menjadi faktor penting. (MMK/AI).
Oleh : Andi Mahrus Andis *
Makassar (Phinisinews.com) - Dulu, di zaman penjajahan Belanda (1930-an), nama "Jongayya" dikenal sebagai sebuah kampung yang menakutkan. Setiap kali menyebut kampung itu, selalu diikuti diksi peringatan di belakangnya "Hati-hati, jai to kandalaq".
Saat itu, kampung Jongayya banyak dihuni orang berpenyakit kulit yang disebut kusta (mycobacterium leprae). Menurut cerita, pada saat itu Pemerintah Kolonial bersama Raja Gowa menghibahkan tanah untuk mengucilkan (mengarantina) para penderita kusta di wilayah Jongayya, agar wabah penyakit itu tidak menyebar luas.
Itu dari sisi "hitam" sejarah Kampung Jongaya. Namun di lembaran kisah yang lain, di awal kerajaan, Kampung Jongayya adalah kawasan hutan yang dijadikan tempat para raja beserta keluarganya berlatih memburu rusa.
Kemahiran berburu rusa (bahasa Bugis dan Makassar: jonga) di zaman kerajaan Gowa, Bone dan Luwu adalah kebanggaan utama yang harus dimiliki para raja dan pewaris tahta kerajaan.
Menurut cerita KH Syeikh Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, tokoh agama dan salah seorang narasumber dalam dialog budaya itu, kawasan Jongaya merupakan tempat berkeliarannya rusa-rusa milik raja. Karena itu maka pihak kerajaan memagari wilayah tersebut dengan kawat. Hingga saat ini, di Kelurahan Jongayya masih ada nama Kampung Kawaq.
Pernik-pernik sejarah tentang Jongayya di masa silam terurai dalam forum dialog budaya tersebut. Meskipun baru dialog awal untuk setahun ke depan, forum ini cukup menarik. Beberapa budayawan turut terlibat, antara lain: Prof Andi Halilintar Latief, Andi Amrullah Syam, Ahmadi Haruna, Fred Kuen Daèng Narang dan lainnya. Hadir pula Tokoh Masyarakat selaku Pembicara mendampingi Puang Makka yaitu M Joko Surojo dan Syamsul Bachri Daèng Anchu.
Joko Surojo banyak mengulas hubungan kesejarahan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sulawesi, baik di bidang perdagangan maupun pada dimensi kebudayaannya. Idiom-idiom kultural seperti Sambung Jawa, Kanrè Jawa, Puru Jawa, Aju Jawa, Rappo Jawa, bahkan hingga Jawa Rantè, pasti menarik apabila ditelusuri makna semiotiknya dari aspek sejarah dan budaya Bugis-Makassar.
Sementara, Syamsul Bachri Daèng Anchu mencoba mengais filosofi karaèng dari sudut linguistik sesuai adat yang berlaku di Makassar. Konon, asal-usul istilah karaèng berawal dari bahasa Arab yaitu karim, yang berarti mulia. Menurut Daèng Anchu, terjadi proses idiolek (morfofonemik) dari kata karim menjadi karaèng dalam interaksi sosial masyarakat Arab dan Makassar. "Tapi saya belum tahu secara pasti, apakah cerita ini benar atau tidak", katanya.
Tentang cerita tersebut, saya pernah mendengarnya juga dan bahkan saya sudah tulis di beranda facebook beberapa tahun lalu. Namun, tentu saya juga sama pendapat Daèng Anchu bahwa cerita ini masih bersifat konon dan perlu penelitian oleh ahlinya.
Satu hal yang, menurut saya, menantang dalam forum dialog itu. Istilah Projek Jongayya, sebagai cikal bakal pelestarian sejarah dan pengembangan budaya lokal di Makassar, maupun di Sulsel umumnya, penting diperjuangkan.
Jongayya memiliki manik-manik sejarah kerajaan yang kaya dengan nilai kearifan leluhur Bugis-Makassar. Untuk bahan pemikiran ke depan, peserta dialog, termasuk saya, sangat mendukung gagasan Jongayya Project sebagai ikonisitas Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan dalam konteksasi Program Pemajuan Kebudayaan sesuai Undang-undang No. 5 Tahun 2017.
Acara dialog yang berlangsung Kamis 16 Januari 2025, sore itu, bertempat di Aula Rahim Assagaf Center (RAS), Jl. Baji Bicara No.7 Makassar. Dialog ini, menurut Prof Halilintar selaku moderator, akan terus berlangsung selama setahun dan direncanakan pelaksanaannya setiap hari Kamis di beberapa tempat (RAS Center, Sekolah Tinggi Filsafat Teologia Indonesia Timur (STFT Intim) dan Istana Jonggaya. (Editor : Fred Daeng Narang)
- Andi Mahrus Andis adalah Sastrawan dan Kritikus Sastra.
Penulis : Fred Daeng Narang / Editor : Ahmad Imron
Makassar (Phinisinews.com) – Dialog Budaya sepanjang tahun 2025 mulai dilakukan setiap minggu (tiap hari Kamis), setelah pekan lalu diluncurkan gerakan “Kedaulatan Budaya” yang diinisiasi oleh masyarakat budaya di Sulawesi Selatan.
Dialog perdana menampilkan Tokoh Masyarakat Syamsul Bachry Daeng Anchu, Tokoh Masyarakat Jawa, M. Joko Surojo, dan Ulama KH Syech Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka, dengan moderator Budayawan Andi Halilintar Latief diikuti masyarakat budaya dari kalangan pelaku budaya, pegiat budaya, pemerhati budaya, budayawan, seniman, sastrawan dan lainnya di RAS Center (Rahim Assegaf center) di Makassar, Kamis.
Dialog berlangsung seru, sebab walau topik bahasan dibatasi, namun tetap saja melebar ke berbagai hal penting dalam kehidupan budaya di Sulsel.
Menurut Syamsul Bachry Daeng Anchu, setelah peluncuran Gerakan Kedaulatan Budaya serta pemaparan program kerjanya pekan lalu, ramai berbagai tanggapan positif masyarakat, sebab gerakan ini dari masyarakat budaya untuk masyarakat dan dua program fisik revitalisasi diharapkan berubah nama menjadi proyek agar dapat berlangsung multi years, sehingga bila belum selesai selama tahun 2025, dapat dilanjutkan tahun berikutnya dan tahun berikutnya lagi.
Dua program fisik itu adalah revitalisasi kota lama Jongaya menjadi Jongaya Proyek dan Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro menjadi Pemugaran Makam Pangeran Diponegoro Proyek.
Daeng Anchu memastikan, Pemerintah Kota, Provinsi dan Negara akan terlibat untuk dua proyek inisiasi masyarakat budaya Sulsel tersebut, setelah pihaknya mendengar berbagai komentar dari politisi yang ada di DPRD dan DPR RI serta dari beberapa pejabat strategis di pemerintahan.
Menjawab pertanyaan tentang ketiadaan lagi figur tokoh masyarakat di Sulsel tempat “patabe-tabe” (meminta izin untuk hajatan besar), menurut Ulama Rahim assegaf Puang Makka, figur tokoh masyarakat kharismatik akan muncul secara alami dan figur itu menjadi panutan serta akan menjadi tempat masyarakat mengadu, meminta izin dan lainnya dengan syarat selama figur itu tidak berpolitik. Bila figur itu berpolitik, berarti figur itu berpihak, maka lunturlah kefigurannya.
Dia juga mengingatkan agar Gerakan Kedaulatan Budaya yang sudah dicanangkan ini harus yang rasional yang dapat dilaksanakan, jangan sampai harapan yang besar hanya menjadi gerakan halusinasi.
Di sisi lain, masyarakat budaya juga mempertanyakan keanehan Kabupaten Gowa sebagai wilayah pusat Kerajaan Gowa. Dunia mengakui bahwa Pasukan Perang Armada Laut Kerajaan Gowa sangat Tangguh, namun fakta saat ini, daerah tersebut tidak memiliki wilayah laut, karena sudah terbagi ke wilayah Pemerintah Kota Makassar dan Kabupaten Takalar. Ini sesuatu yang ironi dari segi sejarah dan budaya. Dan pertanyaan ini tidak terjawab karena dalam dialog budaya perdana ini tidak terlibat unsur pemerintah. (FDN/AI).
Penulis : Redaktur / Editor : FK Daeng Narang
Makassar (Phinisinews.com) – Genap 170 tahun yang lalu (8 Januari 1885), dengan didampingi istri tercinta R Ay Retnaningsih dan anak-anaknya, Pangeran Diponegoro wafat dalam pengasingannya di Kota Makassar.
Beliau merupakan putra sulung Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) III, Raja Kasultanan Yogyakarta dengan R Ay Mangkarawati. Berkat didikan langsung dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Tegalrejo, Permaisuri Sri Sultan HB I yang berdarah Bugis Makassar, Raden Mas Mustahar (nama kecil Pangeran Diponegoro) tumbuh menjadi pribadi yang relijius, berkarakter dan dekat dengan rakyat.
Ketika melihat dan merasakan langsung kezaliman Penjajah Belanda, pada tahun 1825, Pangeran Diponegoro memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman. Jalan terjal yang menghadang, tidak menyurutkan langkahnya untuk mengobarkan Perang Jawa.
Dahsyatnya Perang Jawa, tidak hanya menorehkan luka bagi Belanda serta barisan “londo ireng” nya (pribumi pro penjajah), namun juga menyisakan trauma yang mendalam.
Mengambil tema “Spirit Diponegoro untuk Indonesia”, pada Rabu 8 Januari 2025, bertempat di Kompleks Makam Pangeran Diponegoro, Makassar, Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro (IKAPADI) Makassar dan Majelis Dzikir Al Khidmah pimpinan wilayah Sul-Sel Ustadz Mas Riyanto bersinergi menyelenggarakan Acara Peringatan 200 Tahun Perang Jawa, Istighotsah & Haul Pangeran Diponegoro Ke-170 Tahun.
Selain mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro dan mendoakannya, melalui momentum ini, diharapkan dapat berfungsi sebagai instrumen kontempelasi diri, khususnya untuk menjaga benteng spiritual dan sosio-kultural, ujar Ketua Panitia, Febrimansyah.
Sebagai informasi, Panitia juga mengundang perwakilan Pemangku Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, TNI - Polri, Pemerintah Kota Makassar, Pemangku Adat serta masyarakat umum.
Sementara itu, Saiful Achmad Diponegoro selaku Ketua IKAPADI Makassar menambahkan, sebagai bagian dari rangkaian acara, Kamis, 9 Januari 2025, IKAPADI Makassar meluncurkan logo baru organisasi IKA PADI.
Oleh karenanya, lanjutnya, atas nama Trah Diponegoro Makassar dan Pengurus IKAPADI Makassar, Saiful memohon doa restu. Dengan adanya peremajaan logo organisasi, berharap IKAPADI Makassar dapat menjadi salah satu garda terdepan dalam membumikan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Diponegoro.
Bertumpu pada generasi muda Indonesia sebagai sokoguru bangsa, yang juga sebagai pemegang estafet kepemimpinan bangsa, mudah-mudahan ke depan akan muncul Diponegoro-Diponegoro Muda yang selalu berkhidmat kepada Ibu Pertiwi.
IKAPADI Makassar merupakan organisasi kekeluargaan Trah Diponegoro. Dengan berbasis tradisi dan budaya bangsa, IKAPADI Makassar berkomitmen untuk berperan aktif dalam menjaga serta menumbuhkembangkan semangat nasionalisme. (PR/FK).
Penulis : FK Daeng Narang / Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) – Masyarakat Budaya Sulawesi Selatan, tahun 2025, dalam memperingati delapan dekade berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesuia – NKRI (1945-2025) meluncurkan gerakan “Kedaulatan Budaya”.
Tujuannya, membangun monumen ingatan hari bersejarah dan delapan dasawarsa berdirinya NKRI, menampilkan kekayaan budaya Indonesia sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman, menumbuhkan rasa nasionalisme, cinta tanah air dan kebersamaan di kalangan masyarakat, mengapresiasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan dan meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Saat peluncuran di hadapan wartawan di RAS (Rahim Assegaf Senter) di Makassar, Kamis, masyarakat budaya diwakili Budayawan A Halilintar Latief, Tokoh Agama, AG Syech Sayyid A. Rahim Assegaf Puang Makka dan jurnalis senior, Fredrich Kuen Daeng Narang.
Berbagai kegiatan budaya dan sejarah akan dilakukan sepanjang tahun 2025 tanpa henti seperti tiap hari Kamis setiap minggu dilakukan dialog budaya kebangsaan secara bergilir di tiga tempat yakni RAS Center, STFT (Sekolah Tinggi Filsafat Theologia) Intim (Indonesia Timur) dan di Istana Jongaya, seluruhnya di Kota Makassar.
Sedangkan berbagai kegiatan budaya lainnya dilakukan secara menyebar di seluruh daerah di Sulsel, pameran sejarah dan budaya, beberapa haul pahlawan, Pasiliq Bendera Pusaka, pertunjukkan seni dan teater, lomba lomba, serta pementasan Benteng Pannyua (Fort Roterdam) catatan Diponegoro karya Maestro Sardono W Kusumo, sekalgus memperingati 200 tahun perang Jawa.
Selain itu, juga dilakukan Gerakan Budaya yang bersifat fisik, seperti Revitalisasi Kawasan Kota Lama Jongaya (di tempat itu dahulu bermukim / istana Raja Gowa XXXII sampai Raja Gowa XXXVI), Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro (Pahlawan Nasional), merintis Museum Karaeng Patingaloang (Ilmuwan dunia abad XVII dari Sulsel) serta Perpustakaannya.
Menjawab pers tentang sumber dana Gerakan Kedaulatan Budaya yang bersifat fisik, menurut Halilintar Latief, akan dilakukan keseimbangan peran pemerintah, tokoh agama dan masyarakat.
Fred Kuen Daeng Narang menambahkan bahwa Gerakan ini akan melakukan berbegai pendekatan terhormat dengan kalangan pemerintah kota, pemerintah provinsi, kementerian terkait dan negara agar dibantu pendanaannya. Namun bila pendekatan itu tidak membuahkan hasil, maka masyarakat budaya akan melakukan Gerakan kedaulatan budaya tersebut secara swadaya, termasuk “open donasi” secara terukur.
Rahim Assegaf Puang Makka, juga mengingatkan agar negara juga harus ada untuk anak, cucu, cicit dan keluarga para pahlawan nasional, minimal melalui pemberian beasiswa agar mereka yang selama ini belum tersentuh dan cenderung seakan terpinggirkan segera mendapat sentuhan karena mereka adalah keluarga pahlawan nasional yang jiwanya pun dikorbankan untuk negara demi kemerdekaan yang sekarang ini kita semua nikmati. (AI/MMK).
Penulis : FK Dg Narang / Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) – Kalangan tokoh masyarakat, Budayawan, Tokoh Agama, Seniman, Wartawan, Pelaku Budaya, Pegiat Budaya, dan lainnya, sepakat menginisiasi dilaksanakannya tiga gerakan budaya tahun 2025 di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan itu adalah “membangun monumen ingatan” hari bersejarah delapan dasawarsa berdirinya Negara Republik Indonesia (NKRI) 1945 -2025, Revitalsasi “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya di Makassar serta Revitalisasi Makam untuk Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro di Makassar.
Salah seorang inisiator, Budayawan yang juga Antropolog, Dr Halilintar Larief, di Makassar, Rabu, menguraikan, untuk kegiatan membangun monumen ingatan bertujuan menumbuhkan rasa nasionalisme, cinta tanah air dan kebersamaan dikalangan masyarakat, mengapresiasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan, meningkatkan kesadaran generasi muda pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menampilkan kekayaan budaya Indonesia sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman.
Kegiatannya antara lain, dialog budaya kebangsaan, pemeran sejarah dan budaya, milad 140 tahun Andi Mappanyukki, beberapa kegiatan revitalisasi, malam renungan dan doa 16 Agustus 2025 serta upacara bendera 17 Agustus 2025 di Goa Purba Leang leang Kabupaten Maros, pertunjukkan teater, Pasiliq Bendera Pusaka di seluruh wilayah Sulsel, lomba-lomba serta pagelaran Bhineka Tunggal Ika.
Selain itu, lanjutnya, melakukan Revitalisasi Kawasan “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya di Makassar karena Kawasan Kota Lama Jongaya memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi.
Area ini mencakup berbagai situs penting seperti Istana Jongaya, Rumah Andi Pangeran Pettarani, Masjid Tua Babul Firdaus, Kompleks Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologia Indonesia Timur (STT Intim), situs Pocci Butta (Pusat Negeri), Makam Datu Sawitto, Sambung Jawa, Kawasan Melayu, pengrajin perak Balangbaru, institusi pendidikan seperti SMP/SMA Frater Jongaya, dan situs-situs lain yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Kawasan ini merupakan cerminan perjalanan sejarah dan identitas budaya masyarakat setempat.
Namun, seiring dengan perkembangan kota, kawasan ini menghadapi tantangan seperti penurunan kualitas infrastruktur, degradasi lingkungan, penurunan nilai historis, kurangnya perhatian terhadap situs-situs bersejarah, dan minimnya pengembangan industri kreatif berbasis lokal.
Tujuan revitalisasi kawasan itu, menghidupkan kembali kawasan Jongaya sebagai ikon “Kedaulatan Budaya”, dimana identitas toleransi, pluralisme, kebudayaan lokal berbaur dengan budaya baru, edukasi sejarah, dan industri kreatif, memberdayakan komunitas lokal dalam pelestarian serta pengelolaan kawasan, menyediakan ruang publik untuk diskusi, edukasi dan pementasan seni, meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial kawasan untuk menunjang aktivitas budaya, pendidikan dan ekonomi kreatif, mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif dan UMKM berbasis budaya, serta meningkatkan daya tarik edukasi sejarah dan budaya.
Di samping itu, juga akan dilakukan Revitalisasi Makam Pangeran Diponegoro di Makassar. Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal melalui perjuangannya dalam Perang Jawa (1825–1830).
Tahun 2025 akan menjadi momen bersejarah, menandai 200 tahun perlawanan heroiknya melawan penjajahan Belanda. Sebagai bentuk penghormatan, revitalisasi makam Pangeran Diponegoro yang terletak di Makassar menjadi prioritas, mengingat pentingnya peran beliau dalam sejarah bangsa.
Revitalisasi ini bertujuan untuk melestarikan nilai sejarah, memperbaiki kondisi fisik makam, dan meningkatkan daya tarik situs ini sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi.
Melalui revitalisasi yang terencana, diharapkan dapat menciptakan ruang yang layak untuk mengenang jasa-jasa beliau dan mendukung aktivitas peringatan nasional 200 tahun Perang Diponegoro, ujar Halilintar yang telah menulis ratusan buku budaya, sejarah dan novel yang berkaitan dengan sejarah dan budaya.
Jurnalis senior, Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si, mencatat, Budayawan Halilintar Latief tahun sebelumnya, sepanjang tahun juga menginisiasi dan melaksanakan berbagai kegiatan budaya melalui Gerakan “Sipakatau” sebagai upaya membangun monumen ingatan dengan cara swadaya bersama masyarakat pelaku dan pegiat budaya di seluruh Sulsel.
Hal itu dilakukan sebagai wujud keprihatinan terhadap minimnya perhatian Pemprov Sulsel dan kabupaten kota untuk melakukan kegiatan (event) budaya serta minimnya dukungan dana terhadap berbagai kegiatan budaya yang bersifat rutin dilaksanakan setiap tahun.
Tahun 2025 ini, inisiator semakin banyak untuk membangun monumen ingatan dan kini menyentuh Revitalisasi yang bersifat fisik, yakni Rivitalisasi “Kedaulatan Budaya” Kota Lama Jongaya Makassar serta Revitalisasi Makam Pengeran Diponegoro di Makassar.
Para inisiator tetap berharap Kementerian Kebudayaan dan, Pemprov Sulsel serta kalangan DPR, DPRD mendukung, sebab seluruh perencanaan sudah dilakukan secara rinci dan tetap akan dilaksanakan pelaksanaan fisiknya secara swadaya atau dengan dukungan pemerintah. “Itu tekad kami,” ujar Halilintar. (FK/MMK).
Penulis : Bambang Santoso / Editor : Ahmad Imron
Tangerang, Banten (Phinisinews.com) – Universitas Pamulang (Unpam) melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) melakukan pelatihan pembuatan portofolio memanfaatkan Google Sites untuk guru-guru di SDN 1 Keroncong, Tangerang, Provinsi Banten.
PKM, di SDN 1 Keroncong, Tangerang, pekan lalu, melibatkan tiga dosen dan tiga mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu Komputer, Program Studi Teknik Informatika, yakni dosen Bambang Santoso sebagai ketua tim, Sofa Sofiana sebagai narasumber, dan Alvino Octaviano sebagai fasilitator dan tiga mahasiswa adalag Putri Intan Mogot, Chindy Lestari dan Azriel Fachrul Rezy.
Berdasarkan kebutuhan adanya portofolio bagi guru SD, tim PKM Unpam berusaha mencari tools yang mudah dipakai sebagai alat bantu pembuatan portofolio. Portofolio ini harus mampu menyimpan segala dokumen yang menunjang keperluan laporan guru SD, dan sekaligus sebagai alat bantu dalam kenaikan pangkat nantinya, ujar Ketua Tim Pelatihan, Bambang Santoso.
Tim PKM melihat bahwa tools Google Sites dapat membantu dalam pembuatan portofolio guru SD. Para guru dapat menyimpan segala modul ajar untuk tiap mata pelajaran yang diampu di dalam aplikasi Google Sites. Juga dapat menuliskan curriculum vitae, artikel jurnal yang sudah ditulis, buku yang dihasilkan, seminar yang diikuti beserta sertifikatnya, dan lain-lain.
Di samping itu, Google Sites juga sangat bagus untuk kolaborasi. Yaitu kerjasama baik dengan tim guru maupun dengan orang tua murid. Dan yang paling penting, Google Sites ini mudah digunakan dan diimplementasikan tanpa harus tahu banyak ilmu komputer.
Selain itu, juga sangat murah, karena Google Sites ini gratis tanpa perlu membayar apa pun. Kecuali jika ingin memakai fitur yang sangat advance. Tapi tanpa fitur advance, aplikasi ini sudah sangat memadai digunakan.
“Dengan Google Sites, para guru dapat membuat sejarah diri sendiri mengenai prestasi dan karya yang sudah pernah dibuat. Sekaligus dapat membagikan karyanya (misal buku atau modul ajar) kepada siswa dan teman sejawat,” ucap Narasumber Pelatihan, Sofa Sofiana.
Hadir sebanyak 31 peserta dalam pelatihan Pemanfaatan Google Sites tersebut dan peserta mendapatkan pelatihan cara registrasi, membuat halaman awal Google Sites, pengisian konten, penambahan halaman, mengunggah bermacam jenis berkas ke Google Sites, seperti gambar, dokumen, teks, bahkan suara dan video.
Para peserta saat pelatihan wajib membawa laptop masing-masing dan langsung praktik membuat halaman-halaman dalam Google Sites.
Terlihat, peserta pelatihan sangat antusias dalam membuat konten karena memang ini diperlukan dalam laporan tiap semester serta ketika harus mengurus kenaikan jabatan.
Tiga mahasiswa Unpam tampak sibuk membantu jika ada peserta yang kesulitan dalam melakukan yang diminta oleh narasumber. Saat sudah berhasil, para peserta terlihat puas akan hasil karyanya sendiri.
Diakhir sesi pelatihan diadakan kuis dengan hadiah bagi yang dapat menjawab dengan benar pertanyaan yang diajukan.
“Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami,” komentar salah seorang peserta dan dilanjutkan peserta lain, “menyenangkan dan asyik,”. “Semoga dapat dilanjutkan dengan pelatihan lain,” ujar peserta lainnya lagi bersemangat.
Secara keseluruhan, peserta menilai bahwa pelatihan berhasil memenuhi kebutuhan para guru yaitu membuat portofolio dengan mudah dan tanpa belajar yang rumit. (BS/AI).
Penulis : Mitha MK / Editor : Fyan AK
Makassar (Phinisinews.com) – Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia lisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Asesor Kompetensi Pers, Fredrich Kuen, M.Si, di Makassar, Sabtu, menyerahkan Sertifikat Kompetensi Wartawan kepada dosen pengampuh ilmu jurnalistik yang dinyatakan kompeten kepada dua (2) dosen Universitas Muhammadiyah Bone.
Kedua dosen tersebut adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik, Dr Muh Safar, S.Pd, M.Pd, C.Ed dan Ketua Program Studi Bahasa, Andi Srimularahmah, S.Pd, M.Pd Universitas Muhammadiyah Bone, Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya menyelesaikan pelatihan dan praktek berbasis kompetensi berdurasi 32 jam, “Competency-Based Journalism Training for Editors” serta mengikuti Uji Kompetensi Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) lisensi BNSP.
Pelatihan berbasis kompetensi dilakukan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC) Makassar, Jalan Metro Tanjung Bunga, Ruko Mall GTC GA.9 No.7 Makassar (contact Admin 0815 3332 2118) dengan materi latih, “Understand as a gatekeepers, Planning and coverage +praktek, Editing news+praktek, Editing and weighting+praktek, Editing photo+praktek, Layout on rublic+praktek, KEJ+praktek, serta Exercise editorial discration.”
Sedangkan Uji Kompetensi Wartawan Madya dilakukan melalui metode observasi dengan portofolio pendukung karya tulis penelitian Jurnal Sinta 3 (tiga) dilakukan di Tempat Uji Kompetensi (TUK) Yayasan Pers Multimedia Phinisi Kuensyam (Y-PMPK) LSP PI Lisensi BNSP dengan Alamat yang sama dengan P2MTC Makassar.
Ketika dicegat wartawan, Asesor Kompetensi Pers, Fredrich menyatakan pihaknya menyambut positif bahwa Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) lisensi lembaga sertifikasi negara BNSP bukan hanya diminati wartawan secara umum, tetapi juga oleh berbagai kalangan yang terkait dengan dunia jurnalistik serta pengajar ilmu ilmu jurnalstik.
Dia merinci, untuk dosen pengampuh ilmu jurnalistik yang ingin mengikuti SKW lisensi BNSP harus memenuhi persyaratan, seperti harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan berbasis kompetensi sesuai level kompetensi yang diinginkan serta didukung pertofolio karya tulis penelitian untuk wartawan muda Jurnal Sinta 4, Wartawan Madya Jurnal Sinta 3 dan Wartawan Utama Jurnal Sinta 2 atau Jurnal Internasional Scopus.
Tujuannya, untuk menyeimbangkan pengetahuan teori dan praktek jurnalis untuk semua level bagi dosen pengampuh ilmu jurnalistik, sehingga para pengampuh kompeten dan professional dalam penerapan ilmunya kepada mahasiswa.
Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Bone, Dr Muh Safar dalam testimoninya mengatakan, pihak universitasnya menganjurkan untuk semua dosen melengkapi diri dengan sertifikasi kompetensi untuk mata kuliah apapun yang memungkinkan dan khusus untuk kompetensi wartawan diarahkan untuk dosen pengampuh ilmu jurnalistik dan ilmu bahasa.
Tujuannya agar pengajaran dilakukan secara kompeten dan professional untuk menghasilkan luaran berkualitas tinggi. (MMK/FAK).
Citizen Journalism
- Haul Pangeran Diponegoro di Makassar
- Unpam Lakukan Pelatihan Pembuatan Portofolio Guru SD
- Membela Negara Tidak Selamanya Harus Dengan Berperang
- Kemenag Gowa Laksanakan Peningkatan Penguatan MB Guru PAI
- Kegiatan Ramadhan Melibatkan Remaja Masjid dan Remaja Desa
- Melalui Seni, Salurkan Bakat dan Minimalkan Kenakalan