Rosihan Anwar, yang mantan Ketua Umum PWI (kini sudah almarhum), suatu ketika ditanya seorang wartawan pemula tentang “Apa kunci suksesnya dalam dunia jurnalistik yang senantiasa bersaing dan banyak menghadapi dilema dengan nara sumber?”

“Nak, cobalah untuk ‘be smart’ dan kembangkanlah untuk ‘keep smart’,” jawab doktor honoris causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.

Jika kita berangkat dari bahasa Inggris harfiah, maka ada banyak padanan kata untuk menjelaskan arti “be smart” dan “keep smart” tersebut. Namun, kita dapat dengan mudah menerjemahkannya sebagai “pandai-pandailah” dan mengembangkannya menjadi “senantiasa pandai.” Atau, wartawan harus pandai dalam berbagai hal.

Salah satu cara mencapai kepandaian dalam peliputan, wartawan setidak-tidaknya perlu memahami prinsip dasar sistem pekerjaannya, kemudian mengembangkan sistem manajemen informasi yang paling sesuai dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya.

Selanjutnya, wartawan harus pula mengembangkan kemampuan tersebut untuk menutupi atau bahkan menghilangkan kelemahan yang ada dan menjadi hambatan saat melakukan peliputan.

Prinsip dasar sistem pekerjaan kewartawan secara ringkas terbagi dalam tiga tahapan utama, yaitu News Gathering. Hal ini adalah proses awal dari sistem pemberitaan, yakni tahapan pertama organisasi media massa yang diwakili wartawannya mulai mengumpulkan berita, lalu News Editing.

Hal ini adalah proses lanjutan dari sistem pemberitaan, yakni tahapan satu organisasi media massa yang diwakili oleh para redaktur melakukan penyuntingan berita, kemudian News Distribution. Hal ini adalah proses akhir dari sistem pemberitan, yakni tahapan satu organisasi media massa menyebarkan berita kepada publiknya.

Setelah itu, News Evaluation. Hal ini banyak berkaitan dengan sistem media massa yang senantiasa berupaya mengembangkan kualitas dan bukan hanya jumlah-beritanya, sehingga menerapkan pola analisa isi (contents analysist) yang biasanya dilakukan oleh satu unit/divisi khusus dalam manajemen keredaksian.
 
Dari tahapan evaluasi tersebut, maka media massa berupaya pula mengadakan perbaikan mutu isi karya jurnalistiknya melalui “editorial clinic” dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).

Sistem manajemen informasi kewartawanan yang disebut pula sebagai sistem “GEDE” (Gathering, Editing, Distribution, and Evaluation) tersebut idealnya bukan saja dilakukan secara tim oleh organisasi/lembaga media massa, namun perlu pula dilatih dan dikembangkan oleh personelnya mulai tingkat wartawan pemula hingga utama.

Salah satu kendala yang sering terjadi dalam sistem manajemen informasi kewartawanan adalah lambatnya proses penyuntingan dan penyebaran berita/karangan khas karena banyak wartawan yang enggan menyunting ulang karya jurnalistiknya sebelum diserahkan/dikirimkan kepada penyuntingnya.

Padahal, wartawan adalah “ujung tombak” sistem manajemen informasi kewartawanan, sehingga seharusnya mereka dapat membuat berita/karangan khas “press-klaar” (layak siar). Sementara itu, penyunting tugasnya lebih banyak memeriksa ulang, dan memberikan tambahan latar belakang bila dianggap perlu.

Selain itu, wartawan sebagai manajer dalam proses pemberitaan dewasa ini kian dituntut memahami prinsip dasar manajemen, yakni menyusun Perencanaan, Organisasi, Aktualisasi, dan Pengawasan. Dalam ilmu manajemen klasik, hal tersebut dikenal dengan konsep Planning, Organizing, Actuating, and Controling (POAC).

Bagi wartawan konsep manajemen tersebut agaknya akan lebih berdayaguna dan berhasilguna bilamana dimulai dari konsep pribadi, yakni secara individu senantiasa memiliki perencanaan peliputan maupun tugas jurnalistik lain sesuai penugasannya, seperti penyuntingan, dan rencana peningkatan karir, mampu berorganisasi dalam arti mampu menempatkan peran yang sebaik mungkin dalam organisasi media massanya,  mengembangkan aktualisasi diri, menempatkan diri sebagai anggota masyarakat serta dapat mengawasi seluruh rangkaian pekerjaannya.

Konsep manajemen pribadi, menurut Dr. Richard L. Lesher selaku mantan Ketua Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce), kian menempati posisi yang taktis dan strategis dalam tatanan bisnis yang tanpa mengenal batas kewilayahan atau yang dikenal sebagai kesejagatan (globalisasi).

“Dunia memasuki masa keemasan baru dari apa yang dinamakan pasar bebas kesejagatan. Dalam masa inilah konsep manajemen pribadi, yakni kemampuan sumber daya manusia secara individu, akan lebih diutamakan karena profesi berkembang dengan cakupan kesejagatan pula,” catatnya dalam artikel berjudul Democracy’s Promise: Building a Modern Economy yang dipublikasikan melalui tayangan informasi (homepage) Internet beralamatkan http://www.cipe.org/e23/Lese23.html. (Priyambodo RH, Direktur Eksekutif LPDS Jakarta).

(Sumber: Priyambodo)
Read 2560 times
Rate this item
(0 votes)
Published in Dokter News
Login to post comments

Galleries

 
  Penulis : Redaksi  /  Editor : Fred Daeng Narang Bulukumba, Sulsel (Phinisinews.com) – Masyarakat adat...
  Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha K Makassar (Phinisinews.com) – Kawasan Wisata Terpadu Gowa...
  Penulis : Andi Mahrus Andis.   Makassar (Phinisinews.com) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi...
  Penulis : Redaktur Medan (Phinisinews.com) - Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia, Hence...

Get connected with Us