Penulis : Ahmad Imron / Redaktur : Fred Daeng Narang
Makassar (Phinisinews.com) - Seniman kampung berperan penting dalam kelangsungan dan pelestaran bunga rampai kehidupan budaya nusantara.
“Mereka adalah ujung tombak kelestarian kesenian rakyat tradisional nusantara. Keberadaan mereka sebagai benang merah kesinambungan tradisi masa lampau, yang merupakan salah satu kekayaan keberagaman budaya nusantara,” kata Budayawan Dr Andi Halilintar Latief yang juga Ketua Panitia “Revitalisasi Seni Tradisional 2023”, kepada wartawan di Makassar, Selasa.
Pada puncak acara revitalisasi seni tradisional, ditampilkan beberapa kesenian tradisional seperti atraksi padendang, tari Pepe-pepeka ri Makka, Pajogek Angkong, Gandrang Bulo “Pabuntingang”, Sere Lalosu, Tari Si’ruk, Pammasari, Sere Bissu dan Pemberian Penghargaan Kepada Seniman yang akan dilakukan di “Baruga Anging Mammiri Makassar“ Rujab Walikota Makassar, 27 November 2023.
Menurut Halilintar, tanpa Seniman Kampung, kesenian tradisi dan kesenian rakyat nusantara dapat dikatakan tidak berarti, sebab komponen-komponen yang dibangun oleh mereka memperlihatkan betapa masing-masing komunitas seniman pedesaan itu memiliki keunikan tersendiri yang bernilai melebihi dari sekedar perlambang.
Umumnya kesenian-kesenian mereka amat integral dengan ritus-ritus kehidupan pedesaan, baik dari sisi spiritual, pertanian, kelautan, pegunungan, belantara, pesta-pesta atau hiburan.
Seni, kerja dan upacara menyatu secara total dalam kehidupan mereka. Karena keeratannya dengan kehidupan pedesaan tersebut, setiap “lokal” memiliki gaya seninya sendiri-sendiri, ujarnya.
Kini sebagian masyarakat perkotaan berpendapat bahwa seni tradisi saat ini ibarat hanya sebagai parfum pewangi saja, dalam arti keberadaannya kini masih dirasakan kehadirannya, namun dianggap tidak ada lagi. Hidup tidak, mati pun tak rela.
Menurut dia, Kedudukan, fungsi dan kualitas seni pertunjukan tradisi makin menyusut dari hari ke hari. Komunitas seni tradisi yang makin berkurang ini berada dalam ambang antara ada dan tiada. Dikatakan ada karena sesekali komunitasnya masih menghendaki dan memandang perlu untuk mengedepakannya bagi kepentingan yang bertalian dengan hajatan atau upacara di kampung-kampung.
Namun, lanjutnya, dapat menjadi tiada ketika masyarakat yang semula menopang keberadaannya kemudian meninggalkannya karena berbagai sebab. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh kelompok seni tradisional adalah persaingannya dengan kelompok kesenian moderen yang sudah kian menjamur di kampung-kampung sekitar mereka. Akibatnya masyarakat mungkin sudah tidak membutuhkan pertunjukan mereka lagi.
“Kini sebagian masyarakat lebih senang mengundang kesenian-kesenian populer seperti orkes dangdut, musik elekton, band, atau tari moderen. Itulah antara lain tantangan yang mereka hadapi, yakni menggairahkan kecintaan komunitas sekitarnya, terutama generasi mudanya terhadap kesenian mereka yang kadang dianggap remeh dan mengoloknya sebagai kesenian kampungan, ucapnya.
Sebagian angkatan tua menganggap dan menilai umumnya angkatan muda memandang rendah kesenian ini. Hanya ada segelintir saja yang menunjukkan kecintaannya. Ada juga sebagian dari anggota keluarga yang datang berlatih hanya sekedar untuk mencoba-coba saja dan pada akhirnya mereka mundur satu persatu.
Memang harapan mereka tentunya tertuju pada generasi mudanya dan kepada pihak-pihak yang memiliki rasa tanggung jawab kepada kesenian daerah, agar lebih memberi perhatian kepada nasib kesenian mereka. Terlebih-lebih kepada senimannya yang penghidupannya berada pada kelas ekonomi lemah.
Perjalanan sebuah tradisi menuju kegemilangan di masa mendatang atau perjalanannya menuju kematian, menurut Halilintar, selalu merupakan masalah menarik yang diketengahkan dalam berbagai kajian.
Peristiwa kematian memang tidak harus selalu diratapi, tetapi kematian yang dipaksakan harus dapat ditolak. Tanpa bermaksud meratapi kelangsungan salah satu wujud tradisi yang mungkin tidak lagi dikehendaki oleh masyarakat perkotaan Indonesia, barangkali tidaklah terlalu berlebihan apabila mengetengahkan potensi seniman dan kesenian kampung yang tersebar di segala pelosok dan segala jenis keadaan geografis.
Tercatat sejak tahun 1973 hingga sekarang, cukup banyak seni tradisional Sulawesi Selatan telah direvitalisasi secara mandiri. (AI/FDN).