Penulis : Ahmad Imron
Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) - Dua Pimpinan Perserikatan Jurnalis Online Indonesia (Perjosi) meminta Kapolri untuk mencari formula baru agar tidak terjadi kriminalisasi dalam bentuk penganiayaan kepada Pers saat meliput unjuk rasa di lapangan yang dilakukan oknum polisi.
Polisi dan wartawan merupakan dua profesi yang selalu seiring dalam tugas saat terjadi unjuk rasa yakni wartawan meliput dan dilindungi Undang Undang Nomor.40 tahun 1999 tentang Pers dan Polisi mengamankan demo sesuai protap, tetapi sering terjadi wartawan dipukuli oknum polisi saat meliput demo tersebut, seperti yang terjadi di Makassar (24/9).
Hal itu dikemukakan dua pimpinan Perjosi yakni Ketua Umum DPP Perjosi, Salim Djati Mamma dan Ketua Dewan Kehormatan Perjosi, Fredrich Kuen, MSi menanggapi insiden pemukulan sejumlah Jurnalis yang melakukan peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa di sekitar kantor DPRD Sulsel, di Makassar, Selasa (24/9).
Perjosi sangat menyayangkan tindakan oknum Polri yang diduga sudah mengetahui bahwa korban tersebut adalah seorang jurnalis dari Kartu Identitas (ID Card) yang setiap saat terpampang depan dada, namun tetap dianiaya (dipukul).
Parahnya lagi bahkan teman teman jurnalis sudah berteriak bahwa orang itu adalah Jurnalis namun tetap dipukul hingga babak belur. Salah satu korban itu adalah wartawan Perum LKBN Antara, Muh Darwin Fatir bahkan harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapat jahitan di kepala.
Tidak cukup hanya mengusut dan memberi sanksi tegas kepada beberapa oknum polisi yang terbukti melanggar protap dan melakukan penganiayaan, tetapi harus ada formula baru agar dalam pengamanan unjuk rasa oleh polisi dan peliputan demo oleh wartawan, jurnalis tidak selalu jadi korban penganiayaan.
"Ini situasi ironis karena sering jurnalis jadi korban kekerasan pada beberapa unjuk rasa, padahal pada situasi tenang hubungan polisi dan wartawan harmonis," ujar dua wartawan senior tersebut.
Jurnalis (Pers) adalah profesi mulia dan intelektual serta pilar ke empat demokrasi di Republik Indonesia yang dalam melakukan tugasnya di lindungi undang undang. Seharusnya Pihak Kepolisian adalah Mitra dan bukan sebaliknya.
Insiden kekerasan terhadap jurnalis seperti ini tidak bisa dibiarkan sebab dapat menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan hubungan harmonis Jurnalis dan Kepolisian yang selama ini sudah sangat baik kemitraannya.
Sedangkan bagi wartawan, Perjosi juga mengimbau bahwa tidak ada berita besar melebihi keselamatan diri wartawan saat meliput. Artinya utamakan keselamatan saat meliput agar bukan jurnalis yang jadi bahan berita karena menjadi korban. Beradalah pada posisi aman saat meliput demo yang berpotensi rusuh.
(AI/MMK).