Penulis : Mitha Mayestika Kuen
Editor : Fred K
Makassar (Phinisinews.com) – Kepala LLDikti Wilayah IX Sulawesi, Prof Dr Jasruddin Daud Malago mengatakan, Making Indonesia 4.0 telah menetapkan arah yang jelas bagi masa depan Industri nasional, terutama untuk industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, industri elektronik dan kimia.
Faktor pendukungnya adalah mapping penerapan teknologi 5G di sejumlah kawasan industri, penggunaan internet di Indonesia mencapai 143 juta orang dan sekitar 49,8 persen pengguna internet berusia 19-34 tahun.
Hal itu dikemukakan Prof Jasruddin saat berbicara pada “Seminar Nasional Sains, Teknologi dan Sosial Humaniora 2019” yang digelar oleh Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, di Hotel Horison Makassar, Senin, menyertakan 123 pemakalah dengan tema “Strategi dan implementasi dalam menghadapi Making Indonesia 4.0 dan society 5.0 terhadap SDM dan riset”.
Peserta seminar berasal dari 19 perguruan tinggi di Indonesia, baik dari Sulawesi Selatan maupun dari luar provinsi Sulsel.
Menurut Jasruddin yang juga Guru Besar Fisika Material Universitas Negeri Makassar (UNM), revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan penguasaan teknologi seperti Cyber physical system yakni sistem siber fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dan membuat keputusan yang tidak terpusat.
Selain itu, menggunakan sistem claud yakni melalui claud, disediakan layanan internal dan lintas organisasi yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai manufactur.
Dari keadaan itu, lanjutnya, maka model pembelajaran di era revolusi industri 4.0 dikelompokkan menjadi tiga model yakni model konvensional face to face, model daring dan otomatisasi serta model blanded learning.
Direktur Direktorat Penelitian UGM, Prof Dr Mustofa mengatakan, dampak dari revolusi industri 4.0, sebagian besar aktivitas telah menerapkan dukungan internet dan dunia digital.
Menghadapi perkembangan itu, menurut dia, permasalah penelitian di Indonesia antara lain kelembagaan yakni unit penunjang belum optimal, manejemen riset yakni penelitian dan unit belum optimal, begitu juga dengan anggaran yang alternative funding rendah, lalu SDM peneliti yang jumlah doktor dan profesor rendah serta relevansi serta produktivitas tidak relevan dengan pasar karena rendah produktivitas.
Menghadapi masalah itu maka keahlian yang dibutuhkan di industri masa depan antara lain kemampuan untuk memecahkan masalah yang asing dan belum diketahui solusinya di dalam dunia nyata (complex problem solving), kemampuan untuk melakukan koordinasi, negosiasi, persuasi, monitoring, kepekaan dalam memberikan bantuan hingga emotional intelligence (social skill).
Selain itu, kemampuan untuk dapat melakukan judgement dan keputusan dengan pertimbangan cost-benefit serta kemampuan untuk mengetahui bagaimana sebuah sistem dibuat dan dijalankan (system skill).
Mustofa juga menguraikan bahwa untuk merespon masa depan dibutuhkan komitmen peningkatan investasi di pengembangan digital skill, selalu mencoba dan menerapkan prototype teknologi terbaru (learning by doing) dan menggali bentuk kolaborasi baru bagi model sertifikasi atau pendidikan dalam ranah peningkatan digital skill.
Di samping itu, melakukan kolaborasi antara dunia industri, akademisi dan masyarakat untuk mengidentifikasi permintaan dan ketersediaan skill bagi era digital di masa depan serta menyusun kurikulum pendidikan dengan memasukkan materi terkait human digital skills.
Sedangkan program inovasi mata kuliah yang harus dikembangkan antara lain mata kulian lintas disiplin, paparan kompetensi global, implementasi soft skills dalam kurikulum, transformasi digital berbasis daring serta peningkatan dan penguatan mata kuliah berbasis e-learning dan MOOC.
Untuk penelitian di era revolusi industri harus inovatif, multi, inter dan lintas disiplin, komprehensif, memberikan nilai tambah serta mengangkat potensi lokal, ujar Mustofa.
Rektor UIT, Dr. Andi Maryam mengatakan, kegiatan Seminar Nasional ini, bukan hanya sampai di sini. Target UIT adalah menyelenggarakan Seminar Nasional minimal dua kali dan seminar internasional satu kali dalam satu tahun. Rencana akan dilaksanakan bulan April atau Mei 2020.
Menurut Rektor, sanksi terhadap UIT dari Kemenristek Dikti merupakan berkah, petunjuk dan nasehat dari Dr Ophirtus Sumule, DEA bahwa UIT harus banyak melakukan kegiatan, sehingga bisa dikenal tidak seperti dulu.
"UIT sekarang jauh lebih baik. Kami berupaya berkomitmen seluruh atau civitas dari akademik dari bebagai sisi," ujarnya lalu melanjutkan bahwa dahulu mahasiswa waktu disanksi sisa 4.000 orang dari 25.000 orang, tetapi setelah enam bulan ini UIT sekarang memiliki 15.000 mahasiswa setelah adanya perbaikan.
Seminar nasional dirangkaikan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara Rektor UIT, Dr Andi Maryam dengan Universitas Ibnu Sina (UIS) Kota Batam Kepulauan Riau.
Turut hadir pada seminar itu, Wakil Rektor I, Suriati, Wakil Rektor III, Muhammad Khaerul Nur, Direktur Pascasarjana UIT, Prof Dr Hj. Maemunah Dawy, para dekan, ketua prodi, dosen UIT dan lainnya. (MMK/FK).