Pelestarian Budaya Harus Melibatkan Kalangan Milenial

Diskusi Budaya informal dalam upaya pelestarian budaya Sulawesi Selatan. Dalam gambar dari kiri ke kanan, Hatta Hamzah Kr Gajang, Sulwan Dase dan Halintar Latief. (Foto : Dok Pribadi Fred Kuen). Diskusi Budaya informal dalam upaya pelestarian budaya Sulawesi Selatan. Dalam gambar dari kiri ke kanan, Hatta Hamzah Kr Gajang, Sulwan Dase dan Halintar Latief. (Foto : Dok Pribadi Fred Kuen).
 

Penulis : Ahmad I  /  Editor : Mitha MK

Makassar (Phinisinews.com) – Upaya pelestarian budaya secara nasional maupun lokal Sulawesi Selatan, selain harus menjalankan sekaligus tiga keilmuan yakni Budaya, Pendidikan dan Sejarah, juga harus melibatkan langsung kalangan milenial.

Hal itu menjadi kesimpulan dari diskusi rutin kalangan pelestari budaya dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi dengan melibatkan antropolog, budayawan, sejarahwan, pemerhati budaya, dan jurnalis, di Makassar, awal pekan ini.

Antropolog yang juga Budayawan, Dr Halilintar Latief mengatakan, apapun upaya pelestarian budaya, baik itu festival, upacara adat, rutinitas kegiatan budaya serta keseharian pelaksanaan budaya, harus sebisa mungkin melibatkan kalangan milenial, terutama yang usia muda serta bersemangat muda.

Sebab, merekalah nanti  yang akan melestarikan budaya tersebut, meneruskan para orang tua atau senior mereka dalam melestarikan maupun melakukan ketahanan budaya lokal dan nusantara agar tidak tergerus oleh budaya baru atau budaya asing yang masuk.

Halilintar mencontohkan, kalau dilakukan festival raja-raja atau festival keraton atau menapak tilas jejak sejarah dan budaya, maka kalangan milenial selain terlibat langsung, juga harus diberi ruang untuk mengeksplor ketrampilannya sesuai zamannya, seperti dengan membuat lomba video budaya dan sejarah, lomba foto budaya, lomba tulisan budaya, terlibat langsung dalam festival dan lainnya.

Cara itu, akan berdampak langsung terhadap pemahaman budaya dan pelestarian budaya, sekaligus memanfaatkan penguasaan dan ketrampilan teknologi baru yang berkembang untuk mendukung upaya pelestarian budaya dalam memasyarakatkan budaya tersebut melalui gambar bergerak (visualisasi video) maupun fotografi yang dihasilkan oleh kalangan milenial yang sekarang ini sangat teranpil ber youtube ria, Instagram dan facebook dan berbagai media sosial lainnya.

Pemerhati Sejarah dan Kebudayaan, Sulwan Dase mengatakan, Budaya, Sejarah dan Pendidikan, harus dilestarikan dalam satu paket. Sebab sangat berkaitan satu dengan lainnya.

Pelestarian itu, dapat dilakukan secara formal maupun informal, sebab ketiga sektor yang sekaligus bidang keilmuan itu sangat terikat satu dengan yang lain. Sebab berbicara budaya akan sangat terkait dengan sejarah serta dengan Pendidikan yang dilakukan secara formal dan informal dalam pelestarian sebagai upaya mendasar dari semua lapisan masyarakat, ujar Sulwan yang juga Dosen Politeknik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Salah seorang Tokoh pelaku budaya, Drs H. Hatta Hamzah, MM Kr Gajang menyatakan, jika salah satu cara upaya melestarian budaya dilakukan dengan membuat festival raja raja atau festival keraton. Baik itu yang bersifat nasional maupun internasional dan berlangsung di Sulawesi Selatan, maka sekalipun pelaksana (EO - event organizer) menggunakan penyelenggara kegiatan skala dunia dari luar Sulsel, maka hal itu tetap harus melibatkan pelaku budaya di daerah.

Sebab yang mengetahui secara jelas budaya lokal dan menjadi pelaku budaya itu sendiri adalah para pelaku budaya lokal, baik itu budayawan, pengamat, pemerhati, akademisi hingga masyarakat budaya.

Jika cara itu tidak diakomodir, maka apapun kegiatannya, bisa bias dan tidak menemui sasaran yang diinginkan sesuai upaya pelestarian budaya lokal dan nusantara.

Sedangkan jurnalis senior, Fredrich Kuen, MSi Daeng Narang menyatakan, mulailah dari hal hal kecil dalam pelestarian budaya. Jangan menunggu hal besar seperti penyelenggaraan festival dan lainnya yang penyelenggaraannya terpadu, melibatkan banyak pihak serta berbagai kerumitan lainnya.

Hal-hal kecil itu, yakni lestarikan budaya lokal dalam keseharian kehidupan dan pegang prinsip prinsip budaya tradisional dalam konteks moderen. Itu dapat menjadi benteng kuat untuk mempertahankan budaya yang ada atau menjadi benteng terhadap masuknya budaya baru maupun budaya asing yang mempengaruhi kehidupan generasi muda.

Membuat festival budaya secara besar, itu bagus, dan harus didukung. Namun harus dilakukan secara terorganisir dengan baik serta melibatkan semua komponen yang memang harus terlibat, agar hasil yang dicapai dapat maksimal, terutama pelibatan kalangan muda yang biasa disebut generasi milenial dengan segala kemampuan teknologinya untuk ikut mempromosikan, sekaligus melestarikan budaya tradisionalnya.

Dari segi jurnalistik, lanjutnya, pers akan sangat membantu upaya pelestarian tersebut, terutama saat mengekspose budaya tradisional yang masih dipertahankan, mendokumentasikan dengan memanfaatkan teknologi kekinian serta membantu mengajarkan bagi sebagian kalangan milenial untuk memanfaatkan teknologi serta media sosial yang ada saat memperlihatkan budaya tradisionalnya yang sekaligus melestarikannya secara sukarela sebagai tanggungjawab sosial bagi semua kalangan terhadap kebudayaannya sendiri. (AI/MMK).

Read 1134 times
Rate this item
(0 votes)
Published in Nasional
Login to post comments

Galleries

 
  Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha MK Bekasi, Jawa Barat (Phinisinews.com) – Master Asesor BNSP,...
  Penulis : Mitha MK / Editor : Fyan AK     Pulau Kodingareng, Makassar (Phinisinews.com) - Rektor Universitas...
  Penulis : Fred Daeng Narang  /  Editor : Mitha K Makassar (Phinisinews.com) – Sebanyak 120 kantong darah...
  Penulis : Redaksi  /  Editor : Fred Daeng Narang Bulukumba, Sulsel (Phinisinews.com) – Masyarakat adat...

Get connected with Us