Tuesday, 24 September 2019 22:33
Penulis : Ahmad Imron
Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) - Dua Pimpinan Perserikatan Jurnalis Online Indonesia (Perjosi) meminta Kapolri untuk mencari formula baru agar tidak terjadi kriminalisasi dalam bentuk penganiayaan kepada Pers saat meliput unjuk rasa di lapangan yang dilakukan oknum polisi.
Polisi dan wartawan merupakan dua profesi yang selalu seiring dalam tugas saat terjadi unjuk rasa yakni wartawan meliput dan dilindungi Undang Undang Nomor.40 tahun 1999 tentang Pers dan Polisi mengamankan demo sesuai protap, tetapi sering terjadi wartawan dipukuli oknum polisi saat meliput demo tersebut, seperti yang terjadi di Makassar (24/9).
Hal itu dikemukakan dua pimpinan Perjosi yakni Ketua Umum DPP Perjosi, Salim Djati Mamma dan Ketua Dewan Kehormatan Perjosi, Fredrich Kuen, MSi menanggapi insiden pemukulan sejumlah Jurnalis yang melakukan peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa di sekitar kantor DPRD Sulsel, di Makassar, Selasa (24/9).
Perjosi sangat menyayangkan tindakan oknum Polri yang diduga sudah mengetahui bahwa korban tersebut adalah seorang jurnalis dari Kartu Identitas (ID Card) yang setiap saat terpampang depan dada, namun tetap dianiaya (dipukul).
Parahnya lagi bahkan teman teman jurnalis sudah berteriak bahwa orang itu adalah Jurnalis namun tetap dipukul hingga babak belur. Salah satu korban itu adalah wartawan Perum LKBN Antara, Muh Darwin Fatir bahkan harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapat jahitan di kepala.
Tidak cukup hanya mengusut dan memberi sanksi tegas kepada beberapa oknum polisi yang terbukti melanggar protap dan melakukan penganiayaan, tetapi harus ada formula baru agar dalam pengamanan unjuk rasa oleh polisi dan peliputan demo oleh wartawan, jurnalis tidak selalu jadi korban penganiayaan.
"Ini situasi ironis karena sering jurnalis jadi korban kekerasan pada beberapa unjuk rasa, padahal pada situasi tenang hubungan polisi dan wartawan harmonis," ujar dua wartawan senior tersebut.
Jurnalis (Pers) adalah profesi mulia dan intelektual serta pilar ke empat demokrasi di Republik Indonesia yang dalam melakukan tugasnya di lindungi undang undang. Seharusnya Pihak Kepolisian adalah Mitra dan bukan sebaliknya.
Insiden kekerasan terhadap jurnalis seperti ini tidak bisa dibiarkan sebab dapat menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan hubungan harmonis Jurnalis dan Kepolisian yang selama ini sudah sangat baik kemitraannya.
Sedangkan bagi wartawan, Perjosi juga mengimbau bahwa tidak ada berita besar melebihi keselamatan diri wartawan saat meliput. Artinya utamakan keselamatan saat meliput agar bukan jurnalis yang jadi bahan berita karena menjadi korban. Beradalah pada posisi aman saat meliput demo yang berpotensi rusuh.
(AI/MMK).
Tuesday, 24 September 2019 20:13
Penulis: Ahmad Imron
Editor : Mitha
Makassar (Phinisinews.com) - Empat Pimpinan Lembaga Komunitas Media Siber Indonesia (LKSMI) dan Lembaga Forum Pimpinan Redaksi (LFPR) Sulawesi Selatan meminta Kapolda Sulsel menjatuhkan sanksi tegas terhadap oknum polisi yang menganiaya wartawan saat terjadi demo mahasiswa di Makassar (24/9/19)
Usut dan beri keadilan terhadap kebenaran fakta serta pelanggaran protap kalau itu terjadi, sebab dua profesi berbeda ini sedang menjalankan tugas yakni Wartawan meliput dan dilindungi undang undang serta Polisi mengamankan. Tetapi mengapa wartawan harus dianiaya oleh beberapa oknum polisi.
Hal itu dikemukakan Empat Pimpinan Lembaga KMSI dan Lembaga FPR Sulsel, Jabal Noor, Fredrich Kuen, Syarifuddin Lakku dan Ihsan Djirong menanggapi insiden pemukulan sejumlah Jurnalis yang melakukan peliputan aksi unjuk rasa mahasiswa di sekitar kantor DPRD Sulsel, di Makasssr, Selasa (24/9).
Empat wartawan senior tersebut sangat menyayangkan tindakan oknum Polri yang diduga sudah mengetahui bahwa korban tersebut adalah seorang jurnalis dari Kartu Identitas ( ID Card ) yang setiap saat terpampang depan dada, namun tetap dianiaya ( dipukul ).
Parahnya lagi bahkan teman teman jurnalis sudah berteriak bahwa orang itu adalah Jurnalis namun tetap dipukul hingga babak belur. Salah satu korban itu adalah wartawan Perum LKBN Antara, Muh Darwin Fatir bahkan harus dilarikan ke rumah sakit dan mendapat jahitan di kepala.
Keempat Pimpinan Lembaga KMSI dan FPR meminta pada Kapolda Sulsel selaku Pimpinan tertinggi Kepolisian di Sulsel agar segera mengambil langkah langkah yang diperlukan guna mengantisipasi merebaknya kasus kekerasan terhadap Jurnalis atas insiden tersebut.
Jurnalis adalah profesi mulia dan pilar ke empat demokrasi di Republik Indonesia, dalam melakukan tugasnya Jurnalis di lindungi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalis. Seharusnya Pihak Kepolisian adalah Mitra dan bukan sebaliknya.
Masalah seperti ini tidak bisa dibiarkan sebab dapat menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan hubungan harmonisasi Jurnalis dan Kepolisian yang selama ini sudah sangat baik kemitraannya.
Harapan ke Empat Pimpinan Lembaga KMSI dan FPR semoga insiden ini dapat diperbaiki dan dipertanggungjawabkan agar ke depan hal seperti ini tidak terulang. (MK/FK).
Monday, 23 September 2019 12:07
Penulis : Fred Kuen
Editor : Mitha MK
Makassar (Phinisinews.com) - Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Prof Dr H.M. Nurdin Abdullah menyatakan, tidak mudah menata aset tanah Pemprov Sulsel yang juga adalah aset negara, terutama yang masih bermasalah.
"Beri saya bukti dan waktu untuk mempelajari, sebab semua itu membutuhkan kajian. Setelah itu barulah diselesaikan permasalahan aset negara tersebut," ujar Gubernur.
Hal itu dikemukakan Gubernur Nurdin Abdullah di Makassar, Senin, saat dikonfirmasi Pers tentang lahan yang dikuasai dan dipergunakan Pemprov Sulsel seluas sekitar lima hektare di Jalan Daeng Ngeppe kawasan Rumah Sakit Haji yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, 14 tahun lalu, namun Pemprov belum menentukan sikap menyerahkan aset itu atau membayar ganti rugi kepada pemilik sah.
"Saya tidak bisa menjawab langsung permasalahan ini, sebab membutuhkan kajian, tidak semudah yang masyarakat pikirkan dalam penyelesaian aset negara," katanya.
Menurut kuasa ahli waris, H. Syamsir Ali SH, lahan milik almarhum Djondjo Aru Barru itu kini telah dipergunakan Pemprov Sulsel dengan membangun Rumah Sakit (RS) Haji, Kantor Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta rumah dinas peternakan.
Semua gugatan kami terhadap kasus sengketa tanah melawan tergugat Pemprov Sulsel cq Gubernur Sulsel dkk, kami menangkan sejak di tingkat Pengadilan Negeri, banding di Pengadilan Tinggi, Kasasi di Mahkamah Agung hingga Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung dengan putusan No.219 PK/Pdt/2005 sebagai perkara berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Isi putusan itu menindak lanjuti putusan Pengadilan Tinggi Makassar nomor : 166/PDT/2002/PT MKS dalam pokok perkara yang menyatakan "Menghukum tergugat untuk meninggalkan dan mengosongkan tanah obyek sengketa dan selanjutnya menyerahkan kepada penggugat dalam keadaan kosong dan sempurna atau membayar sesuai harga sekarang kepada para penggugat," ujar Syamsir.
Pada tahun 2010, lanjutnya, atas perintah Ketua Pengadilan Negeri / Niaga Makassar akan menjual lelang obyek tanah sengketa yang telah dimenangkan oleh penggugat. Namun Pemprov memohon penundaan dan akan melaksanakan putusan MA.
Penundaan lelang dilakukan sambil menunggu termohon eksekusi yakni Pemprov Sulsel melakukan proses penyelesaian ganti rugi secara sukarela yang dituangkan dalam surat kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar nomor : W22.UI/2651/HPDT/IX/2010, tanggal 23 September 2010.
Kenyataannya, lanjutnya, hingga kini proses ganti-rugi tersebut belum dilakukan.
Dalam Pemerintahan Gubernur Nurdin Abdullah, kami sangat berharap putusan inkracht ini terselesaikan dengan baik, karena Gubernur saat ini terus melakukan penataan terhadap semua aset tanah Pemprov Sulsel.
Aset tanah Pemprov yang dikelola oleh pihak ketiga atau yang selama ini bermasalah mulai dikembalikan ke Pemprov atau dipasangkan papan bicara agar khalayak mengetahui dengan jelas kepemilikan tanah sambil memprosesnya secara baik.
Nah, kalau aset Pemprov Sulsel di tata dengan baik, maka Gubernur Nurdin Abdullah juga diyakini akan menata dan mengembalikan atau mengganti rugi tanah milik perorangan yang digunakan oleh Pemprov sehingga tidak akan ada kejadian tanah yang diklaim milik pemprov dipasangi police line karena dieksekusi sesuai putusan inkracht.
Berdasarkan keyakinan itu, kata Syamsir, pada tanggal 25 Juni 2019, kami telah menyurat ke Gubernur Sulsel memohon pengembalian hak kepemilikan tanah tersebut dan kami yakini walaupun surat tersebut belum dijawab dan masih dalam kajian namun kami optimistis akan dilakukan penyelesaian secara baik. (FK/MMK).
Saturday, 21 September 2019 18:54
Penulis : Ahmad Imron
Editor : Fred Kuen
Makassar (Phinisinews.com) - Koordinator Relawan Jurnal Indonesia (RJI) Daerah Sulawesi Selatan (Korda Sulsel), Dr Ramlan Mahmud, MPd. mengatakan, roadshow Directory Open Acces Journal (DOAJ) sangat membantu pengelola jurnal untuk mencapai indeks.
Jurnal ilmiah ini adalah bentuk pemberitaan atau komunikasi yang memuat karya ilmiah dan diterbitkan
berjadwal dalam bentuk elektronik atau tercetak.
Hal itu dikemukakan Ramlan Mahmud pada lokakarya kerjasama RJI Korda Sulawesi Selatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia Timur (UIT) dan Jurnal Online Pranata Edu (JPE) di kampus 1 UIT yang dibuka Rektor UIT, Dr Andi Maryam, SST, SKM, M.Kes didampingi Wakil Rektor IV UIT Bidang Humas Kerjasama dan Inovasi, Zulkarnain Hamson, S.Sos, M.Si, di Makassar, Sabtu.
Menurut Ramlan, Jurnal ilmiah paling sedikit memenuhi syarat antara lain, memuat artikel yang secara nyata memajukan ilmu pengetahuan, teknologi atau seni yang didasarkan pada hasil penelitian, perekayasaan atau telaahan yang mengandung temuan atau pemikiran yang orisinil serta tidak plagiat serta memiliki Dewan Penyunting Jurnal berkualifikasi sesuai dengan bidang ilmu yang mewakili bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni.
Selain itu, melibatkan mitra bestari berkualifikasi sesuai dengan bidang ilmu jurnal dari berbagai perguruan tinggi atau badan penelitian dan pengembangan serta industri yang berbeda dari dalam dan atau luar negeri yang menyaring naskah secara objektif serta menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa resmi PBB.
Di samping itu, lanjutnya, menjaga konsistensi gaya penulisan dan format penampilan, dikelola dan diterbitkan secara elektronik melalui jejaring teknologi informasi dan komunikasi dan terbit sesuai dengan jadwal serta memiliki ISSN (Online) dan Pengenal Objek Digital (DOI).
Pemateri lainnya, Assosiate Editor DOAJ Indonesia, Muh Ilham Bakhtiar SPd, MPd mengatakan, dalam website jurnal itu, semua Informasi tersedia terhadap kriteria DOAJ, situs web yang jelas, ringkas, transparan, terkini dan konten yang benar - standar etika dan profesional yang tinggi, penggunaan bahasa dan tata bahasa benar, ejaan terperiksa, menghindari iklan yang mengganggu atau menyinggung maupun yang tidak relevan.
Content jurnalnya sendiri, lanjutnya, struktur jurnal yang jelas untuk lebih mudah navigasi, pengindeksan dan dapat ditemukan tanggal publikasi untuk setiap artikel, tahun publikasi per volume, volume lima artikel per tahun, mulai dan nomor halaman akhir, penulis, bidang ilmi, afiliasi, negara, ORCID (jika ada), artikel disusun dalam daftar isi, opsi Pencarian/browse dan tautan ke masalah terkini, serta arsip/masa lalu.
Ketua Panitia Lokakarya Mitha Mayestika Kuen, S.IP, M.I.Kom mengatakan, penting roadshow yang dimulai di Kampus UIT ini agar para relawan jurnal yang ada di seluruh perguruan tinggi semakin termotivasi untuk menuju jurnal terakreditasi.
Sekaligus juga membantu para peneliti mendapatkan wadah yang tepat untuk menyalurkan hasil penelitiannya yang dapat dipantau apakah ada plagiarism atau tidak dengan DOI (Digital object Indentifier) yang ditautkan pada Jurnal online, ucap Mitha.
Lokakarya semacam ini akan berlanjut ke beberapa kampus lain di seluruh Indonesia, ujarnya.
Rektor UIT, Dr Andi Maryam mengatakan, kami sangat berterima kasih, kepada RJI dan Pimpinan Fakultas Sospol dan jajarannya yang sudah bekerja keras menyiapkan kegiatan ini, semoga UIT kembali bisa menjadi PTS yang mampu menjajari PT lainnya di Sulsel.
Penanggungjawab kegiatan Dekan FISIP UIT, Dr (Cand) Nani Harlinda Nurdin, MSi menjelaskan, kegiatan nasional ini diselenggarakan di dua kampus di Sulsel. Kami kampus kedua tahun 2019 ini yang menyelenggarakan workshop roadshow DOAJ.
UIT kini memiliki 13 OJS yang dikelola di 11 fakultas, dan 22 program studi, dengan pengelola sebanyak kurang lebih 130 akademisi.
Kegiatan ini diikuti 60 peserta dari berbagai Perguruan Tinggi (PT) negeri maupun swasta, diantaranya Unhas, STIA LAN, Poltek Negeri Ujungpandang, Uinam, Unsulbar, STT Starslub, UMI, Stiba Makassar, STIE Tridharma Nusantara, Akper YAPMA, Unimers, IAIN Bone, UNM, UMM, Unismuh. (MK/FK)
Wednesday, 18 September 2019 12:17
Penulis : Ahmad Imron
Editor : Mitha
Makassar (Phinisinews.com) - Direktur Utama Perusahaan Kosmetik PT ANJ (Affor Neo Jaya), Nurlinda Dwi Sukri menyerahkan bonus 20 motor Yamaha kepada 20 orang seller berprestasi karena mencapai target penjualan.
Bonus motor tersebut diberikan kepada seller yang telah memenuhi target penjualan, kata Nurlinda saat penyerahan motor kepada seller di agen penjualan motor Sorowako Jaya di Makassar, Selasa.
ANJ yang baru setahun didirikan di Makassar, penjualan maupun produknya banyak diminati kalangan milenial dan emak emak.
Untuk seller sangat diminati kalangan milenial sebab dapat dijadikan pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan (side jobs) dan sifatnya tidak mengikat, namun bonusnya banyak.
"Kami optimistis produk kosmetik kami terus makin banyak peminatnya, selain faktor kualitas, juga didukung seller yang banyak dan tangguh," ujarnya.(MK)
Thursday, 05 September 2019 12:57
Makassar (Phinisinews) - SKV Entertaintment segera merilis film "Toraja in Love" yang akan mengeksplor pesona daerah wisata budaya Toraja yang seakan tidak pernah habis.
Kekayaan alam dan budaya suku pegunungan itu menarik perhatian insan film nasional berkolaborasi dengan Batara Cinema Indonesia, perusahaan film tersebut siap memproduksi film bergenre romansa dan latar belakang Toraja akan menjadi kekuatan film ini, selain kisah ceritanya, Kata sutradara film tersebut, Wandi di Makassar, Kamis.
Produksi film Toraja In love ini mulai dikerjakan 2019. Beberapa sudut desa di Tana Toraja akan menjadi lokasi syuting selain Maros, Makassar dan Jakarta.
"SKV Entertaintment milik pengusaha Suresh Vatvani yang berasal dari Kota Makassar, namun saat ini berkantor di Jakarta. Ia banyak memproduksi film, sinetron di ibukota," katanya.
Beberapa waktu lalu SKV juga memproduksi film yang berjudul "Sunset di Pantai Losari". Sementara Batara Cinema Indonesia adalah sebuah PH baru,
Film layar lebar Toraja in Love ini adalah sebuah film yang bergenre drama percintaan yang berlatar Kota Wisata Budaya Tanatoraja tahun 1990 dan 2019, yang bercerita tentang Rio (Umar) dan Jean (Elsa) harus mewujudkan janji cinta mereka yang sangat di tentang oleh ibu Jean, Helen (A. Noufah Patajangngi).
Rio adalah seorang mahasiswa penuh talenta putra dari seorang pelukis sekaligus pengusaha terkenal yang juga punya darah bangsawan Toraja yaitu Willy Lacoste (Syahriar Tato). Lika liku percintaan mereka ternyata adalah bahagian dari masa lalu Helen dan Willy dan hanyalah masa lalu yang mampu menyelesaikan ruwetnya percintaan kedua remaja ini.
Film ini di Sutradarai oleh Wandi Daeng kulle, pria yang berada di balik layar film ini sebelumnya banyak membintangi film film yang tayang di Makassar seperti film, Silariang, Maipa Deapati dan Datu Museng, Ati Raja, Baco Becce, Namamu Kata Pertamaku dan banyak lagi, kata Wandi.
Film Toraja in Love ini diproduseri beberapa orang yang semuanya punya satu tekad memajukan perfilman di daerah ini antara lain Syahriar Tato Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Sulawesi Selatan, Vaiz Trinity yang akan bahu membahu memproduksi film ini dengan tetap memberikan kesempatan kepada pihak pihak yang berkompeten untuk mengambil bagian dari proyek ini.
Selain bintang bintang yang telah disebutkan di atas Film Toraja in Love juga akan Menampilkan seorang bintang bule asal Belanda Hans de Kraker yang telah membintangi puluhan film nasional seperti Bumi Manusia, Maipa Deapati, Datu Museng, Kartini, The Secret Mission, Untuk Angeline.
Proses syuting sendiri direncanakan mulai awal November dengan perkiraan waktu syuting kurang lebih 20 hari kerja yang akan mulai di Kabupaten Tana Toraja dan akan berakhir di Kota Jakarta.
“ Untuk saat ini kami masih dalam tahap penyempurnaan skenario dan persiapan reading untuk para bintang bintang utama dulu, ujar Wandi. (Release/Ihsan Djirong/MK)
Wednesday, 28 August 2019 13:57
Penulis : Fred Kuen
Editor : Mitha MK
Maros, Sulsel, (Phinisinews) - Ketua Dewan Adat Kerajaan Adat Turikale Maros, Sulawesi Selatan, Syekh H. Andi Muhammad Hidayat Puang Rukka menyatakan, penobatan Brigjen Pol Purn Dr Achmad Aflus Mapparessa, MM, MSi sebagai Karaeng (Raja Adat) Turikale VIII tetap akan dilakukan sesuai jadwal, 5 September 2019.
"Sebagai Ketua Dewan Adat, saya akan menobatkan Karaeng Turikale VIII sesuai jadwal," kata Hidayat Puang Rukka di Maros, Sulawesi Selatan, Rabu.
Menurut dia, protes rencana penobatan Karaeng Turikale VIII oleh Ketua Dewan Adat Turikale, Massulangka Karaeng Situju dari pihak Hj Andi Alice Tenriawaru Karaeng Rannu yang dinobatkan 24 Maret 2019 sebagai Karaeng (Ratu Adat) Turikale IX, kami abaikan.
Sebab, Karaeng Turikale VIII belum ada, lalu sudah ada penobatan Karaeng Turikale IX yang dinobatkan Maret 2019.
Dia meluruskan bahwa Karaeng Turikale VIII menurut versi Andi Alice adalah Kamaruddin Sjahban Daeng Mambani (1958 - 1963). Ini salah kaprah, ujarnya dan melanjutkan bahwa Kamaruddin hanya Kepala Distrik Turikale sebab sudah ada Undang undang bahwa kepala distrik adalah kepala pemerintahan dan tidak otomatis adalah Raja (Karaeng) dan tidak ada penobatan saat itu sehingga terjadi kekosongan.
"Berdasarkan keadaan itu sehingga kami tidak mengakui bahwa ada Karaeng Turikale IX," ujar Hidayat Puang Rukka.
Selain itu, di Turikale Maros ini, Karaeng Turikale identik dengan imam karena di daerah ini adalah pusat Tarekat Khalwatiyah Samman. Jadi idealnya Karaeng Turikale adalah Laki-laki dan bukan perempuan.
Hj Andi Alice Tenriawaru Karaeng Rannu Karaeng (Ratu Adat) Turikale IX adalah cucu dari Andi Abdul Hamid Puang Nessa Karaeng (Raja) Turikale VI dan Lanri Gau Karaeng Manginruru Karaeng (Raja) Galesong XVI.
Sedangkan Achmad Aflus Mapparessa yang akan dinobatkan sebagai Karaeng (Raja Adat) Turikale VIII pada September 2019 adalah anak dari H Andi Mapparessa Daeng Sitaba Karaeng Turikale VII.
Hidayat Puang Rukka mengatakan, usai penobatan, pada hari yang sama akan dilanjutkan pengukuhan Achmad Aflus Mapparessa sebagai Ketua Forum Silaturahmi Kerajaan Nusantara (FSKN) wilayah Sulsel yang akan dilakukan oleh Ketua FSKN nasional Raja Adat Cirebon.(MK)
Monday, 26 August 2019 09:13
Penulis : Fred Kuen
Editor : Mitha MK.
Makassar, (Phinisinews) - Ketua Dewan Adat Turikale Maros, Massulangka Karaeng Situju memprotes rencana penobatan Karaeng Turikale VIII dari Kerajaan Adat Turikale Maros dan mengharapkan Pemerintah Kabupaten Maros dan Pemprov Sulawesi Selatan hanya mengakui sesuai Mazhab yang benar dari garis keturunan yang sah.
Hal itu terutama untuk menghindari kekisruhan adat seperti yang terjadi di beberapa kerajaan adat lain, termasuk di Sulsel (Gowa dan Luwu). Karena tujuan melestarikan pewaris tahta kerajaan adat adalah untuk melestarikan adat dan budaya serta saling bersinergi antara adat/budaya dengan pemerintahan di daerah.
Ketua Dewan Adat Turikale Maros, Massulangka Karaeng Situju yang didampingi 11 dewan adat lainnya mengemukakan hal itu kepada Pers di Makassar, Senin, menanggapi beredarnya undangan rencana penobatan Brigjen Pol (P) Dr Achmad Aflus Mapparessa, MM, MSi sebagai Karaeng Turikale VIII pada 5 September 2019 di Maros.
Sebagai Ketua Dewan Adat yang sah, lanjutnya, saya sudah diminta oleh Karaeng Marusu untuk hadir dalam penobatan, namun saya menolak karena saya berpegang teguh pada Mazhab (garis keturunan) serta menghormati Karaeng Turikale IX yang sudah dilantik oleh Dewan Adat Turikale dan diakui oleh Dewan Adat Nasional April 2019.
Dia menguraikan, Karaeng Turikale VIII adalah Kamaruddin Sjahban Daeng Mambani yang dinobatkan Tahun 1958 dan kini sudah wafat (almarhum), lalu Dewan Adat Turikale pada 24 Maret 2019 menobatkan Hj Andi Alice Tenriawaru Karaeng Rannu sebagai Karaeng (Ratu) Turikale IX dan disahkan oleh Ketua Dewan Adat Nasional, Prof Dr H.E. Irwannur Latubual, MM, MH, Ph.D (Raja P. Buru XXI) 5 April 2019. Selain itu negara juga mengakui Karaeng Turikale IX dengan mengundang hadir di Istana Negara Jakarta, saat peringatan HUT ke-74 Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 2019.
Hj Andi Alice Tenriawaru Karaeng Rannu merupakan cucu dari Karaeng (Raja dan Permaisuri) Turikale VI Andi Abdul Hamid Puang Nassa serta juga keturunan langsung dari Karaeng Turikale V dan Karaeng Turikale IV.
Berdasarkan kenyataan itu Dewan Adat Turikale yang berjumlah 12 orang mengharapkan para pemuka adat di Maros, Pemkab Maros dan Pemprov Sulsel agar menyikapi bijaksana atas keinginan pihak pihak tertentu yang memaksakan kehendak untuk menjadi Karaeng Turikale agar kondusifitas adat dan keamanan daerah tetap terjaga.
"Jangan ada dualisme Karaeng Turikale di Maros sebab itu akan menjadi bahan tertawaan publik, khususnya kerajaan kerajaan adat Nusantara yang selama ini harmonis," katanya.
Kecenderungan di Sulawesi Selatan ada perebutan kekuasaan raja adat dan diharapkan tidak terjadi di Kerajaan Adat Turikale Maros. Mari kita saling menjaga, saling menghormati dan menempatkan ahli waris raja adat sesuai garis keturunan yang kita ketahui bersama (Mazhab).
Kalau ada yang protes hingga harus mengganti Raja Adat karena beliau adalah wanita maka itu salah besar, ucapnya dan melanjutkan, sebab tidak ada dalam lontara aturan tentang itu. Dan harus diingat bahwa kerajaan besar di Sulsel seperti Gowa, Raja Pertamanya adalah Wanita, Kerajaan Bone ada Rajanya Wanita, Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri hingga Presiden di Indonesia ada Wanita.
Sejak zaman dahulu hingga sekarang tidak ada diskriminasi terhadap wanita dalam pemerintahan dan Kerajaan. Jadi janganlah mengada-ngada untuk mencapai ambisi tertentu, ujarnya.
Mari kita lestarikan adat dan budaya dan saling bersinergi dengan pemerintah untuk pembangunan dan kesejahteraan bersama. Kita tidak perlu kisruh, kita tidak perlu saling permalukan untuk jabatan Karaeng (Raja Adat) tetapi mari sebagai pemegang dan pelestari adat kita bermusyawarah untuk sesuatu yang sifatnya strategis dalam upaya pelestarian adat dan budaya, khususnya di Maros sebagai wujud partisipasi kita dalam pembangunan nasional secara utuh, ucapnya.(MK)