Penulis : A Febrico / Editor : Hadi S
Makassar (Phinisinews.com) - Pelatihan jurnalistik dan kehumasan yang dilakukan P2MTC (Phinisi Pers Multimedia Training Center) selama tiga tahun terakhir, terbukti banyak peminatnya.
Hal itu terlihat, setiap akhir pekan pasti ada pelatihan di Kampus P2MTC di jalan Metro Tanjung Bunga di salah satu Ruko Mall GTC Makassar.
Ketika dikonfirmasi usai pelatihan “Cara cepat menjadi wartawan profesional”, Direktur Eksekutif P2MTC, Fredrich Kuen, MSi, di Makassar, Jumat, membenarkan hal tersebut, tanpa menguraikan angka.
Peserta pelatihan terdiri dari banyak kalangan yakni wartawan pemula hingga Pimpinan Redaksi, Humas (public relation), mahasiswa, citizen atau warga masyarakat umum yang meminati ilmu dan ketrampilan jurnalistik dan kehumasan.
Daya tarik pelatihan ini, terutama perbandingan model pengajaran yakni 30 persen teori dan 70 persen praktek dengan durasi pelatihan selama 16 jam dan dilakukan dalam dua cara yakni skala kecil (private) untuk 6-10 orang dan skala besar untuk 40-50 orang.
Berdasarkan hal itu, maka banyak institusi pemerintah dan swasta mengirim humasnya untuk melakukan pelatihan profesional di P2MTC. Selain itu, banyak kelompok wartawan juga melakukan pelatihan di tempat itu, serta beberapa media pers online baru, mengirim kru nya secara lengkap yakni wartawan, fotografer, Video Jurnalis, Redaktur hingga Pimred untuk melakukan pelatihan dengan paket khusus sesuai keinginan pemilik media.
Fredrich mengakui, P2MTC selain melakukan pelatihan sesuai modul yang telah ada, juga melayani permintaan pelatihan khusus untuk jurnalistik dan kehumasan sesuai kebutuhan perusahaan atau institus pemesan (mitra).
Untuk pola pelatihan, penyelenggara bisa oleh P2MTC dan dapat pula oleh pihak lain (institusi pemerintah/swasta). P2MTC menyediakan trainer (pelatih) nya. Sedangkan tempat pelatihan dapat dilakukan di Kampus P2MTC atau ditempat pemesan pelatihan,
Artinya, P2MTC sangat fleksibel dalam menyelenggarakan pelatihan, sebab melayani permintaan pelatihan dimanapun itu, baik di kabupaten di Sulsel maupun di seluruh penjuru tanah air di luar Sulsel serta negosiabel, ujarnya.
Salah seorang peserta pelatihan jurnalistik “Cara cepat menjadi wartawan professional” (journalism private training), Andi Febrico Daeng Gaza saat berbicara tentang kesannya mengatakan, terdapat perbedaan signifikan pelatihan jurnalistik di P2MTC dibandingkan bila mengikuti pelatihan di tempat lain maupun di organisasi pers.
Di P2MTC pelatihan sangat efektif dengan durasi waktu yang ketat, mudah dipahami serta disajikan secara menarik sehingga secara cepat dalam pelatihan ini, kami mampu mempraktekkan cara penulisan berita yang benar dengan pola inverted pyramid (piramida terbalik), mampu mempraktekkan teknis foto news (foto berita) berbasis fotografi dengan pembuatan caption (keterangan gambar) yang menarik serta mampu melakukan pengambilan gambar video dengan sudut pandang yang tepat berbasis fotografi dan tidak goyang.
“Saya mensyukuri, hanya dalam waktu 16 jam, empat ketrampilan pokok sebagai wartawan milenial yang profesional dapat kami miliki yakni cara wawancara yang santun, Teknik menulis berita yang menarik berdasarkan fakta, Teknik pengambilan foto news berbasis fotografi serta gambar video berbasis videografi,” ujarnya.
Karena ini ketrampilan, lanjutnya, saya yakin dalam praktek kerja keseharian kami akan tampil beda dibanding sesama wartawan pemula.
Selain itu, pemahaman tentang kode etik jurnalistik diajarkan dengan penerapan disiplin yang tinggi, begitupun pemahaman terhadap Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Intinya, saya mensyukuri mendapat tempat pelatihan dan instruktur terbaik di P2MTC, ucapnya. (AF/HS).
Penulis : Sulwan Dase / Editor : Hadi S
Makassar (Phinisinews.com) - Politeknik Negeri Ujung Pandang ( PNUP) sebagai salah satu Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) di Indonesia, secara sistematis berbenah diri untuk menerapkan kebijakan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar (KMMB) yang bermutu di bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM).
Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) PNUP, di Ruang Multimedia Kampus 1 PNUP di Makassar, Selasa, mengadakan Workshop Penyusunan Proposal Penelitian Desentralisasi dan Penerapan IPTEK Pengembangan Kewilayahan (PIPK).
Para pemateri terdiri dari Prof Rosmini Maru, SPd, MSi, PhD, dengan topik Penyusunan Proposal Pengabdian kepada Masyarakat untuk Skema "Penerapan IPTEK Pengembangan Kewilayahan (POPK)", dan Prof Syafruddin Side, SSi, MSi, PhD, dengan topik Penyusunan Proposal Penelitian Desentralisasi.
Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan yang membidangi Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Ahmad Zubair Sultan, ST, MT, PhD, berharap kegiatan ini dapat menaikkan jumlah peneliti dan pengabdian kepada masyarakat yang di danai oleh pemerintah pusat dan sekaligus dapat meningkatkan mutu proposal dan mutu hasil riset dari para dosen PNUP.
“Kami berharap hasil riset para Dosen PNUP dapat diterapkan dan berdampak pada peningkatkan ekonomi masyarakat,” ujar Ahmad Zubair.
Menurut Panitia, Workshop bertujuan untuk meningkatkan jumlah Penelitian dan PKM yang didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Dikti Ristek.
Selain itu, melalui workshop ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas penelitian dan penerapan hasil Penelitian kepada Masyarakat.
Kegiatan Workshop di ikuti sebanyak 75 orang dosen dari 25 Program Studi dan berlangsung selama satu hari. (SD/HS).
Penulis : Sulwan Dase / Editor : Fred K
Makassar (Phinisinews.com) - Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Latihan (Diklat) Politeknik Negeri Ujungpandang, Zaini, S.ST, MT, mengatakan, Politeknik Negeri Ujungpandang telah melaksanakan kerjasama dengan Kementerian Kominfo (Kemenkominfo) untuk kegiatan Pelatihan “Digital Talent Scholarship – DTS” (beasiswa bagi yang berbakat digital).
Bea siswa diberikan Kemenkominfo RI kepada alumni SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan Mahasiswa Politeknik atau Alumni Politeknik Negeri Ujungpandang, kemudian dilatih untuk berbagai ketrampilan oleh Diklat Politeknik Negeri Ujungpandang, kata Zaini, di Makassar, Kamis.
Kegiatan pertama dilaksanakan pada tahun 2019 dengan skema Junior Network Administrator (JNA), Junior Mobile Programmer (JMP), Junior Web Developer (JWD), Intermediate Animator (IA) dan Junior Graffich Designer (JGD).
Peserta yang telah mengikuti pelatihan selanjutnya oleh Kementerian Kominfo diikutkan dalam Ujian Sertifikat Kompetensi menurut skema yang diikuti oleh peserta.
Pada tahun 2020, lanjutnya, skema Pelatihan DTS sama dengan skema tahun 2019, sedangkan tahun 2021, terdapat skema pelatihan baru yaitu Drive Test dan Radio Frequency Engineering (RFE) untuk mengukur Key Performance Indicator Jaringan Seluler.
Jumlah peserta yang mengikuti pelatihan sebanyak 150 orang dari siswa-siswi SMK se Provinsi Sulawesi Selatan.
Tahun 2022, jumlah peserta sebanyak 203 orang yang terdiri dari alumni Politeknik dari berbagai provinsi dan sebagian mahasiswa Politeknik tingkat.
Zaini berharap, para peserta tahun 2022 ini dapat lulus saat mengikuti Ujian Sertifikasi Kompetensi yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). (SD/FK).
Penulis : Sulwan Dase / Editor : Fred K
Makassar (Phinisinews.com) – Direktur Eksekutif Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), Fredrich Kuen, MSi mengatakan, kompeten dan profesional sudah menjadi keharusan kerja wartawan untuk menghasilkan produk jurnalistik berkualitas dan terpercaya.
Untuk itu, wartawan harus kompeten yang dibuktikan dengan unjuk kerja (berita tersiar) serta sertifikat kompetensinya. Sehingga pengakuan kompeten bagi wartawan harus ditindak lanjuti dengan “Sertifikatkan Kompetensimu”.
Hal itu dikemukakan Fredrich saat menjadi Pemantik pada diskusi lintas organisasi pers dan lintas generasi pers bertajuk “Standard Kompetensi Wartawan” yang dimediasi Pusdiklat DPP JOIN (Jurnalis Online Indonesia) di Kafe Baca, Makassar, Sabtu, diikuti puluhan jurnalis general dan jurnalis Dosen.
“Kompeten dan profesional sudah menjadi tuntutan jaman bila ingin karya jurmalstik itu terpercaya dan dibutuhkan publik serta industri media,” ujar Fredrich seorang Trainer Pers dan Kehumasan yang juga pemegang dua sertifikat Penguji Pers dari dua lembaga penguji berbeda, Dewan Pers dan BNSP.
Selain itu, katanya, idealnya sertifikasi kompetensi untuk semua jenjang harus diiringi pemberian reward (Penghargaan) yakni dari media tempatnya bekerja dalam bentuk mempersyaratkan jenjang kompetensi tertentu untuk jabatan tertentu dan negara juga harus ada untuk wartawan melalui pemberian tunjangan sertifikasi jurnalis (Serjur) seperti yang diterima Dosen (Pengajar di Perguruan Tinggi) dalam bentuk Serdos (Sertifikasi Dosen).
Sebab, wartawan adalah kerja intelektual yang mengajar di ruang publik dengan jumlah audiens tidak terbatas melalui produk jurnalistiknya, sehingga sebenarnya mereka adalah Universitas Universal, sedangkan dosen mengajar di ruangan kelas dalam jumlah terbatas tetapi negara ada untuk dosen dan hingga saat ini negara belum ada untuk wartawan secara general.
Jadi kalau ada penilaian bahwa serjur akan mematikan idealisme dan sikap kritis wartawan, maka itu adalah pendapat emosional perorangan, sebab keja jurnalistik bukan hanya mengkritisi tetapi sesuai dengan fungsi pers pada pasal 3 UU No.40 Tahun 1999 tentang pers yakni Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial dan sebagai lembaga ekonomi.
Kontrol sosial hanya salah satu item, padahal wartawan cerdas, selalu melakukan kontrol secara konstruktif, ada solusi dari kontrol tersebut. Malah ada media melakukan kontrol tanpa institusi atau narasumber tersakiti. Ini semua tinggal bagaimana cara wartawan melakukan kontrol tersebut secara beretika, ujar Fredrich yang juga Ketua DPP JMBI (Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia).
Negara sangat memahami terhadap dosen, sebab untuk dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTS) gajinya terjamin, tetapi banyak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di daerah memiliki dosen tetapi sulit membayar gajinya. Negara paham itu dan memberikan tunjangan Serdas.
Saatnya pemahaman yang sama juga diberikan kepada wartawan melalui Tunjangan Serjur, sebab kasusnya sama. Media besar arus utama (Main Stream) biasanya mampu membayar gaji wartawannya secara layak, sedangkan media di daerah sulit menggaji wartawannya. Namun mereka tetap setia pada profesinya, sehingga menjadi sesuatu yang adil bila negara ada untuk wartawan dalam bentuk tunjangan Serjur.
Artinya, wajib kompetensi bagi wartawan sesuai kesepakatan beberapa organisasi pers yang difasilitasi dan menjadi Peraturan Dewan Pers akan terpenuhi, namun kompetensi itu harus memiliki reward, mengingat biayanya tidak murah untuk memperoleh sertifikat tersebut.
Saat peserta mengungkap beberapa kasus di Sulsel bahwa ada pemegang kartu kompeten Utama tetapi mereka bukan wartawan, Petugas SPBU memegang kartu Kompeten, dan keadaan lainnya, menurut dia Lembaga Uji Kompetensi yang ada tidak salah, sebab mereka hanya mengeluarkan sertifikat. Kemungkinan yang salah adalah penyelenggara Uji Kompetensi atau Pengujinya.
Bisa saja penguji tidak ketat menerapkan standar uji atau penyelenggara uji tidak ketat sejak pemenuhan ketentuan persyaratan hingga portofolio, lalu menyatakan lulus saat uji.
Untuk itu, Lembaga Uji (Dewan Pers dan BNSP) harus tegas memberi sanksi kepada penguji hingga mencabut izin ujinya bila lalai, memfakumkan hingga mencabut izin penyelenggara uji jika tidak becus menyelanggarakan uji kompetensi. Namun hingga saat ini, belum terdengar ada sanksi tegas tersebut. Untuk itu, Saatnya Lembaga Uji buka mata dan telinga untuk menyerap dan menginvestigasi bila terjadi kasus yang dapat merusak citra serta menjatuhkan sanksi tegas.
Ketika peserta diskusi menyorot Lembaga Uji, Fredrich yang juga mantan GM Perum LKBN ANTARA tidak menampik, fakta lapangan saat ini ada dua Lembaga uji kompetensi wartawan di Indonesia yakni Dewan Pers dan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Dewan Pers melalui penyelenggara Uji yakni Organisasi Pers, Perusahaan Media, Perguruan Tinggi dan lainnya. BNSP melalui Lembaga penyelenggara uji, LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) serta TUK (tempat uji Kompetensi).
Menurut dia, materi uji dari dua Lembaga uji itu sama, sebab semua bahan uji dari para wartawan senior dalam bentuk tim, Pengujinya juga sama oleh wartawan senior dengan standar yang ditetapkan, sedangkan pola uji berbeda, Dewan Pers dengan cara kelompok dan BNSP dengan cara personality. Sedangkan pasarnya, DP adalah semua wartawan yang bernaung di organisasi pers konstituennya dan BNSP adalah wartawan yang bukan konstituen DP maupun konstituen DP yang mau.
Menyinggung keraguan mengikuti uji kompetensi, menurut dia, jika anda wartawan benar yang rutin mengerjakan pekerjaan jurnalistik, makai tidak perlu ragu, bila anda reporter maka uji kompetensi untuk sertifikasi wartawan muda, anda redaktur silahkan uji untuk wartawan madya dan pimred silahkan wartawan Utama, sebab bahan uji dan unjuk kerja seperti apa yang anda lakukan setiap hari.
Kalau tetap ragu maju uji kompetensi, silahkan gunakan Lembaga pelatihan pers yang membuka layanan Bimbingan Teknis menuju Uji/Sertifikasi kompetensi wartawan seperti Lembaga Pelatihan Pers P2MTC, ujarnya. (SD/FK).
Penulis : Fred K / Editor : Mitha K.
Makassar (Phinisinews.com) - Rumah bersejarah Istana Jongayya di Makassar, kembali mengulang sejarah sebagai tempat dimulainya kebangkitan Gotong royong gerakan kebudayaan dari Sulawesi "Sipakatau", Minggu malam, selama 114 hari.
Dahulu rumah bersejarah yang dibangun tahun 1831 oleh leluhur Raja Bone ke-32 Sultan Ibrahim Andi Mappayukki di jalan Kumala no.160 itu adalah istana tempat berkumpul pejuang revolusi, raja raja pejuang dan para ulama besar yang kini sudah tercatat sebagai pahlawan nasional.
Di tempat itu, sejarah mencatat pahlawan nasional Wolter Monginsidi pernah dilindungi dari kejaran tentara Belanda saat masa penjajahan dan tentara pengejar tidak berani masuk ke istana karena wibawa yang besar dari istana dan penghuninya.
Tercatat juga Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Nasution dan para raja raja pejuang serta pejuang revolusi lainnya berkumpul di istana tersebut untuk menyusun dan melaksanakan perjuangan revolusi hingga Indonesia merdeka.
Catatan sejarah terhadap istana tua itu kembali terulang dalam bentuk lain yakni dimulainya kebangkitan kebudayaan "Sipakatau" yang dimulai dari Istana Jongayya yang ditandai orasi budaya cucu dari Andi Mappayukki, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappayukki yang juga cicit dari Raja Gowa, sebab Andi Mappayukki adalah salah seorang putra mahkota Raja Gowa ke-34.
"Ini adalah kegiatan monumental, kegiatan pelestarian budaya dengan membangun monumen ingatan dan bukan membangun monumen fisik," ucap Mayjen Andi Muhammad.
Ketua panitia "Sipakatau" Dr Halilintar Latief melaporkan, banyak pihak terlibat untuk gerakan kebudayaan selama 3,5 bulan, baik lembaga adat, komunitas, organisasi massa, lsm, kelompok pers, kelompok masyarakat, raja raja adat, tokoh masyarakat, budayawan, seniman, individu dan lainnya.
Semua kegiatan dibiayai sendiri oleh penyelenggara lokal, seperti pembukaan malam ini, tuan rumah yang juga cucu Raja Bone sekaligus membiayai pagelaran spektakuler di rumah bersejarah Istana Jongayya dengan acara inti orasi budaya, doa bersama enam agama, mattompang (pencucian benda pusaka), puisi heroik bersahutan yang dibacakan seniman dan budayawan senior di daerah ini.
"Yang unik dari pagelaran budaya terlama nasional ini adalah penyelenggaraan dilakukan tanpa menyebar proposal permintaan sumbangan," ujarnya.
Semua kegiatan dan pendanaannya dilakukan secara gotong royong. “Sipakatau” berasal dari Bahasa Bugis dan Makassar yang berarti saling memuliakan manusia.
Hadir dalam acara tersebut hampir semua perwakilan kelompok masyarakat, pemuda mahasisws, kelompok budaya, seniman, para raja raja adat dan lainnya.
Kegiatan utama selama 114 hari itu antara lain ”Paliliq Bate-bate” (Arakan bendera-bendera pusaka) akan berkeliling ke 23 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan serta Parade Bendera Pusaka Hari Sumpah Pemuda di Leang-leang Maros. Pada Peringatan Sumpah Pemuda tersebut akan digelar pula konser “Suara Purba” karya Otto Sidarta, dan deklarasi kebudayaan.
Selain itu, berbagai peristiwa budaya penting dilakukan di beberapa tempat; misalnya, Bajeng Fair 2022 (1-14/08/2022), Hari Bahari (28/08/2022), Hari Tari Sulawesi I, Pelantikan MAKN Maros, berbagai upacara tradisi dan inovasi, ziarah, Pidato Kebudayaan, Doa Kebangsaan, Kongres Kebudayaan Sulsel III, Pertemuan adat, Pagelaran Bhinneka Tunggal Ika (setiap tanggal 28), Workshop Seni Bela Negara, berbagai Lomba seni (poster, puisi, fotografi, video), Pameran Ekonomi Kreatif di Benteng Somba opu Makassar, dan lainnya, ujarnya. (FK/MK).
Penulis : Fred K / Editor : Mitha K
Makassar (Phinisinews.com) - Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, SH, MH, menilai sangat positif kegiatan Gotong Royong Gerakan Kebudayaan dari Sulawesi “Sipakatau”.
Gerakan kebudayaan “Sipakatau” ini merupakan upaya melestarikan kebudayaan, tradisi serta kebijaksanaan lokal yang selama ini dinilai tradisional, sekaligus upaya membangun monumen ingatan, upaya ini sangat positif, kata Pangdam Andi Muhammad yang juga cucu Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki, saat menerima kunjungan Ketua Umum Panitia “Sipakatau”, Dr Halilintar Latief yang didampingi Ketua Devisi Publikasi dan Umum, Fredrich Kuen Daeng Narang, MSi serta Tim Panitia lainnya di Rujab Pangdam, di Makassar, Rabu.
Selaian penilaian sangat positif terhadap Gerakan kebudayaan “Sipakatau”, Andi Muhammad, baik sebagai Pangdam Maupun sebagai cucu Raja Bone, mendukung gerakan kebudayaan ini dan mempersilahkan rumah leluhur yang juga rumah sejarah “Istana Jongayya” yang masih berdiri kokoh sejak dibangun tahun 1834 miliknya untuk digunakan sebagai tempat pembukaan gerakan budaya “Sipakatau”, 31 Juli 2022.
Istana Jongayya di jalan Kumala, Makassar, Sulawesi Selatan ini adalah tempat atau rumah sejarah, karena tempat berkumpul para pejuang, raja raja pejuang, ulama besar lainnya saat revolusi melawan penjajah. Bukti baik gambar, foto dan lainnya ada dalam rumah tersebut. Tercatat Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Nasution, AP Petta Rani, Andi Jemma, Wolter Monginsidi dan lainnya pernah berada di rumah tersebut dan kini semuanya tercatat sebagai pahlawan nasional.
Apresiasi yang baik terhadap gerakan kebudayaan “Sipakatau” tersebut juga diberikan karena banyak dan beragamnya kegiatan budaya yang akan dilakukan serta waktunya selama 114 hari. “Ini sangat lama,” ujarnya.
Namun, Pangdam menjadi sangat paham ketika dijelaskan bahwa semua kegiatan budaya tersebut dilakukan oleh kelompok budaya, komunitas budaya, Lembaga budaya, pelaku budaya serta lainnya secara mandiri di tempat masing masing di berbagai kabupaten di Sulsel serta ada pameran UMKM terutama untuk produk kerajinan dan budaya di Benteng Somba Opu yang melibatkan banyak pihak.
Jadi selain kepanitiaan besar “Sipakatau” juga banyak panitia kecil sesuai kegiatan yang akan dilakukan.
Pangdam memuji pelaksanaan gerakan budaya “Sipakatau” yang dilakukan secara gotong royong dan swadaya, namun dia tetap menyarankan agar panitia melibatkan Pemerintah sebab pemerintah mempunyai anggaran pelestarian budaya yang mungkin saja bisa diberikan.
Pangdam mencontohkan saat pihaknya berkolaborasi dengan Pemda setempat menyelenggarakan Lomba Pacuan Kuda di Kabupaten Jeneponto, Sulsel, yang sangat sukses dari segi penyelenggaraan lomba, peserta serta dampak positif dari kegiatan tersebut bagi para pelaku ekonomi UMKM.
Kuda dari Kalimantan, dari seluruh Sulawesi dan daerah lainnya, datang ke Jeneponto untuk berlaga di pacuan tersebut. Kegiatan itu sengaja dihidupkan setelah sekian lama fakum. Ini kegiatan rakyat yang sejak dahulu menjadi tradisi di wilayah itu, ujarnya.
Pada Pembukaan Gerakan Budaya “Sipakatau” rangkaian acaranya adalah Pidato kebudayaan, sambutan dan kisah tentang Istana Jongayya, doa kebangsaan enam agama, Mattompang Kawali (pencucian keris/benda pusaka) serta parade puisi heroik yang dilakukan secara bersahutan.
Khusus kegiatan Mattompang akan dilakukan oleh Lembaga Badik Celebes yang sudah ada sejak tahun 2000 dan selama ini menjadi laboratorium seni dan budaya celebes, utamanya untuk menjaga dan melestarikan pusaka warisan leluhur.
“Sipakatau” menurut Halilintar, berasal dari Bahasa Bugis dan Makassar yang berarti saling memuliakan manusia. Gerakan budaya “Sipakatau” ini membopong nilai luhur gotong royong, kesetiakawanan, rela berkorban untuk bangsa dan negara. Ini sebagai suatu strategi penting agar masyarakat umum sadar penuh soal siapa dan apa kita sebagai Indonesia, dan kemana kita akan menuju maju bagi negeri tercinta.
Ruang-ruang sosial yang tercipta dalam gerakan ini sekaligus dapat dijadikan arena strategis pembentukan “karakter bangsa” memperteguh jatidiri sambil merawat keberagaman. Karena itu, “Sipakatau” juga adalah wadah dalam “promosi toleransi” dan mendorong tradisi budaya sebagai pelopor dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, ujarnya.
“Sipakatau” akan menciptakan ruang perjumpaan yang memberikan interaksi budaya antara generasi dan berbagai strata sosial yang saling memperkaya, memperkuat, dan mampu melahirkan budaya baru yang inklusif. Peristiwa ini dapat menjadi model mekanisme integrasi nasional Indonesia secara empiris berdasarkan pada suara-suara otentik warga negara Indonesia dari berbagai status sosial melalui seni dan budaya, ujarnya.
Menurut Fredrich, Kegiatan utama selama 114 hari itu antara lain ”Paliliq Bate-bate” (Arakan bendera-bendera pusaka) akan berkeliling ke 23 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan serta Parade Bendera Pusaka Hari Sumpah Pemuda di Leang-leang Maros. Pada Peringatan Sumpah Pemuda tersebut akan digelar pula konser “Suara Purba” karya Otto Sidarta, dan deklarasi kebudayaan.
Selain itu, berbagai peristiwa budaya penting dilakukan di beberapa tempat; misalnya, Bajeng Fair 2022 (1-14/08/2022), Hari Bahari (28/08/2022), Hari Tari Sulawesi I, Pelantikan MAKN Maros, berbagai upacara tradisi dan inovasi, ziarah, Pidato Kebudayaan, Doa Kebangsaan, Kongres Kebudayaan Sulsel III, Pertemuan adat, Pagelaran Bhinneka Tunggalan Ika (setiap tanggal 28), Workshop Seni Bela Negara, berbagai Lomba seni (poster, puisi, fotografi, video), Pameran Ekonomi Kreatif di Benteng Somba opu Makassar, dan lainnya, ujarnya. (FK/MK).
Penulis : Fred K / Editor : Mitha K
Makassar (Phinisinews.com) – Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, SH, MH, mempersilahkan “Istana Jongaya” atau “Rumah Sejarah” miliknya menjadi tempat mengawali kegiatan Gotong Royong Gerakan Kebudayaan dari Sulawesi “Sipakatau” yang berlangsung selama 114 hari, dari 31 Juli hingga 11 November 2022 di Makassar.
Istana Jongaya atau rumah sejarah di Jalan Kumala, Makassar, milik Pangdam Andi Muhammad yang juga cucu Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki, dibangun oleh leluhurnya tahun 1834 dan menjadi tempat bertemu para raja, pejuang revolusi, pemuka agama yang melakukan perlawanan terhadap penjajah seperti Soekarno, Hatta, Nasution, AP Petta Rani, Andi Jemma, Wolter Monginsidi dan lainnya yang kini semuanya tercatat sebagai pahlawan nasional.
Pangdam Andi Muhammad mempersilahkan Gotong Royong Gerakan Kebudayaan dari Sulawesi menggunakan Istana Jongaya untuk pembukaan rangkaian kegiatan Sipakatau saat menerima Ketua Panitia, Dr Halilintar Latief dan Ketua Devisi Publikasi dan Umum, Fredrich Kuen, MSi serta rombongan panitia meminta izin penggunaan istana tersebut pada 31 Juli 2022 untuk acara pembukaan Gerakan budaya Sipakatau di Rujab Pangdam di Makassar, Rabu.
Sebelum mengiyakan penggunaan Istana Jongaya, Pangdam menawarkan penggunaan istana kerajaan adat Gowa “Balla Lompoa” di Sungguminasa, Gowa,
Selain itu, Pangdam juga bertanya tentang sumber dana untuk mendukung kegiatan yang begitu lama (114 hari), kenapa tidak menyentuh pemerintah, padahal alokasi dana pelastarian budaya dipastikan ada serta juga ditanyakan cara mengorganisir event budaya yang beragam dan dilaksanakan di berbagai tempat.
Antropolog yang juga Budayawan Halilintar saat itu menolak menggunakan “Balla Lompoa” Gowa dengan alasan bahwa Gerakan Budaya “Sipakatau” adalah upaya melestarikan budaya, membangun monumen ingatan dan bukan monumen bersifat fisik. Sedangkan Balla Lompoa untuk saat ini tidak mencerminkan sebagai pusat budaya karena dalam penguasaan Pemerintah Kabupaten setempat, bukan oleh pewaris kerajaan adat setempat, ketidakjelasan ini bukan contoh yang baik.
Sedangkan pilihan kepada Istana Jongaya sebagai tempat acara pembukaan Gerakan budaya gotong royong Sipakatau karena faktor kesejarahan. Rumah Sejarah Istana Jongaya dahulu adalah tempat penting karena tempat berkumpul para pejuang, para raja raja pejuang, para ulama dan tempat pembinaan keagamaan. Semuanya itu masih ada bukti yang tersimpan di istana tersebut.
Halilintar mengakui, hingga menjelang pelaksanaan Gerakan budaya ini, belum ada bantuan dari pemerintah dan memang tidak meminta, melainkan berupaya menggalang dana budaya bagi masyarakat yang mendukung upaya pelestarian budaya serta tetap membuka diri bila ada istitusi yang akan membantu.
Fredrich menambahkan, semua event budaya yang beragam dan menyebar dilaksanakan oleh komunitas dan pendanaannya untuk saat ini dilakukan secara swadaya dan gotong royong.
Semua event budaya yang menyebar dan beragam dengan berbagai pelaku semua tergabung dalam gotong royong Gerakan kebudayaan Sipakatau, ujarnya.
Saat pembukaan “Sipakatau” di Istana Jongaya dilakukan kegiatan Pidato Kebudayaan, Doa Kebangsaan, Puisi bersahut serta kegiatan tradisi/budaya Mattompang (Pencucian Keris Pusaka) yang dilakukan oleh Komunitas Badik Celebes.
Fredrich yang juga Ketua Umum Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia (JMBI) menambahkan, peristiwa-peristiwa dalam “Gerakan Kebudayaan” ini melibatkan partisipasi aktif berbagai kalangan lintas generasi, lintas iman, lintas suku, dan beda status sosial. Berbagai profesi dan golongan tersebut adalah tokoh agama dari enam agama resmi, tokoh masyarakat, pemangku adat dan kerajaan, tokoh adat, budayawan, seniman, penggerak kebudayaan se sulawesi, sejarawan, arkeolog, antropolog, tenaga medis, pengemudi ojek online dan taxi, para guru, siswa, mahasiswa, dan pemuda.
Beberapa lembaga/komunitas pelaku budaya yang telah siap berkontribusi secara langsung antara lain, RAS (Rachim Assagaf Foundation), Badik Celebes, Latar Nusa, LAPAR (Lembaga Advokasi Anak rakyat) Sulsel, Lesbumi (Lembaga Seni Budaya NU) Sulsel, Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah, Fatayat, Gusdurian, Pemuda Anshor, Walhi, Walubi, Pambudhi, INTI, OASE, Aliansi Perdamaian, AJI, MARSI (Majelis Agung Raja Sultan Indonesia), FSKN (Farum Silarturahim Kraton Nusantara), MAKN, Majelis Turunan Tumanurung, Lembaga Adat Sanrobone,
Selain itu, Yayasan Jole-jolea, Lembaga Adat Karangta Data, Lembaga Adat Marusu, Lembaga Adat Simbang, Lembaga Adat Tanralili, Lembaga Adat Siang, Ika Dipo, Forum Kerajaan & Kekeluargaan Adat se Sulawesi, Komunitas Kajang, Komunitas Bissu (Bone, Wajo, Pangkep), Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Sulsel, Forum Bela Negara, Forum Pemaju Budaya Sulawesi, ABRI, POLRI, KSN Sehati, Gammara, Organisasi Penyandang Disibilitas Sulsel, LBH Makassar, berbagai organisasi kampus (Badan Eksekutif Mahasiswa, Unit Kesenian Mahasiswa, Osis, Palang Merah Remaja, Pramuka dan lainnya, ujarnya.
Halilintar menambahkan, “Sipakatau” berasal dari Bahasa Bugis dan Makassar yang berarti saling memuliakan manusia.
Gerakan budaya “Sipakatau” ini membopong nilai luhur gotong royong, kesetiakawanan, rela berkorban untuk bangsa dan negara. Ini sebagai suatu strategi penting agar masyarakat umum sadar penuh soal siapa dan apa kita sebagai Indonesia, dan kemana kita akan menuju maju bagi negeri tercinta.
Selain itu akan semakin “memperteguh komitmen persatuan dan kesatuan” sebagai bangsa yang “mewarisi nilai-nilai budaya”.
Ruang-ruang sosial yang tercipta dalam gerakan ini sekaligus dapat dijadikan arena strategis pembentukan “karakter bangsa” memperteguh jatidiri sambil merawat keberagaman. Karena itu, “Sipakatau” juga adalah wadah dalam “promosi toleransi” dan mendorong tradisi budaya sebagai pelopor dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, ujarnya.
“Sipakatau” akan menciptakan ruang perjumpaan yang memberikan interaksi budaya antara generasi dan berbagai strata sosial yang saling memperkaya, memperkuat, dan mampu melahirkan budaya baru yang inklusif. Peristiwa ini dapat menjadi model mekanisme integrasi nasional Indonesia secara empiris berdasarkan pada suara-suara otentik warga negara Indonesia dari berbagai status sosial melalui seni dan budaya, ujarnya.
Dia menambahkan, kegiatan utama dalam membangun monumen ingatan kebangsaan ini antara lain adalah: Mattompang (pencucian keris), Abbattireng ri Polipukku (turunan pahlawan untuk negeriku/hari pahlawan), jejak pahlawan, dan reka ulang kejadian pemakaman kembali “Robert Wolter Mongisidi” setelah ditembak mati.
Kegiatan utama lainnya adalah ”Paliliq Bate-bate” (Arakan bendera-bendera pusaka) akan berkeliling ke 23 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan serta Parade Bendera Pusaka Hari Sumpah Pemuda di Leang-leang Maros. Pada Peringatan Sumpah Pemuda tersebut akan digelar pula konser “Suara Purba” karya Otto Sidarta, dan deklarasi kebudayaan.
Selain itu, berbagai peristiwa budaya penting dilakukan di beberapa tempat; misalnya, Bajeng Fair 2022 (1-14/08/2022), Hari Bahari (28/08/2022), Hari Tari Sulawesi I, Pelantikan MAKN Maros, berbagai upacara tradisi dan inovasi, ziarah, Pidato Kebudayaan, Doa Kebangsaan, Kongres Kebudayaan Sulsel III, Pertemuan adat, Pagelaran Bhinneka Tunggalan Ika (setiap tanggal 28), Workshop Seni Bela Negara, berbagai Lomba seni (poster, puisi, fotografi, video), Pameran Ekonomi Kreatif di Benteng Somba opu Makassar, dan lainnya, ujarnya. (FK/MK).
Penulis : Sulwan Dase / Editor : Fred K
Makassar (Phinisinews.com) – Pangdam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, SH, MH, bersama Ketua Umum PP Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI), Yulius Selvanus Lumbaa, Ketua DPRD Kota Makassar, Rudianto Lallo dan masyarakat, melakukan ziarah ke makam Raja Raja Tallo di Makassar.
Kedatangan Pangdam yang juga cucu Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki beserta rombongan di Kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Jumat, disambut secara adat oleh komunitas masyarakat adat Tallo serta permainan tradisional Paraga.
Nuansa haru dan bahagia menyatu terpancar dalam rumpun keluarga Tallo maupun rombongan peziarah, sebab ziarah tersebut seperti sebuah reuni keluarga yang datang dari berbagai daerah di Sulsel seperti Toraja, Bone, Gowa, Pangkep, Sinjai dan lainnya.
Ziarah dilakukan Pangdam sebagai ajang pemersatu dan silaturahmi antara Kerajaan Tallo, Gowa, Bone dan Toraja yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Diantara makam yang di ziarahi yaitu Makam Raja Tallo ke 7, I Mangiyarrang Daeng Makkio Karaeng Kanjilo Sultan Abdul Ja'far Muzaffar dan Istri Raja Tallo Sultan Mudaffar (Raja Tallo ke 7) yang bernama Puang Sawerannu.
Ketum PMTI menyampaikan bahwa saat ini para Budayawan Sulsel sedang melaksanakan kegiatan Gotong Royong Gerakan Kebudayaan “Sipakatau” selama tiga setengah bulan lamanya. Dan PMTI sangat mendukung gerakan tersebut. (SD/FK).
Citizen Journalism
- Unpam Lakukan Pelatihan Pembuatan Portofolio Guru SD
- Membela Negara Tidak Selamanya Harus Dengan Berperang
- Kemenag Gowa Laksanakan Peningkatan Penguatan MB Guru PAI
- Kegiatan Ramadhan Melibatkan Remaja Masjid dan Remaja Desa
- Melalui Seni, Salurkan Bakat dan Minimalkan Kenakalan
- Mabigus-Gudep Harus Dukung 1.000 Pramuka Garuda